89. Teressa

830 113 23
                                    

Jaga hati, mata, mulut juga jari kalian ~~~
*************************************************

Tristan duduk di samping Talita yang sedang menikmati hembusan angin sore di pinggir pantai itu. Pria itu ikut memperhatikan matahari yang perlahan mulai berjalan ke ufuk barat.

"Maafin gue," ucap Tristan yang akhirnya memutuskan lebih dulu untuk bersuara.

"Pernikahan itu bukan bahan lelucon dan kalian tega bercanda di depan Tuhan waktu ucapin janji suci," Talita menghela napas berat.

"Gue kecewa banget sama elo... juga sama Teressa,"

"Maaf, Ta... ini semua salah gue. Teressa nggak salah. Gue yang maksa dia buat setuju sama pernikahan kontrak itu,"

Talita menggelengkan kepalanya. Ia menoleh pada Tristan. "Gue nggak mau cuma nyalahin elo atau Teressa... kalian berdua sama aja, sama-sama salah...,"

"Kalian berdua udah bohongin banyak orang. Kalian berdua udah bikin sakit hati Mama juga Bunda... nggak, bahkan kalian udah kecewain semua orang dengan tingkah kekanakan kayak gini," cerca Talita yang tidak bisa menahan rasa kecewanya.

"Kalau Bunda nggak mergokin kalian berantem, mungkin sandiwara kalian akan terus berlanjut sampai jatuh tempo. Kalian bakal bohong ke semua orang sampai tahun depan. Kok tega banget sih? Kenapa kalian kayak gitu?" protes Talita.

"Waktu Teressa cerita kalau elo ngelamar dia, gue sama sekali nggak curiga sedikit pun. Gue seneng banget kalau yang ngelamar adek gue, adalah orang yang gue percaya. Tapi ternyata... itu cuma kebohongan publik. Elo dan Teressa memainkan peran dengan apik,"

"Cara elo yang berusaha untuk jadi suami yang siaga buat Teressa... atau cara Teressa buat jadi istri yang nurut ke elo... bener-bener halus banget akting kalian... yang harusnya bikin gue curiga, karena nggak menemukan cacat dari pernikahan kalian yang terlalu sempurna itu,"

"Gue sama sekali nggak nyangka kalau ada cerita kayak gini... gue nggak nyangka kalian nutupin hal gila dibalik sebuah pernikahan suci," tutur Talita tak sedikit pun menutupi kekecewaannya.

"Maafin gue, Talita...," ucap Tristan yang kesekian kalinya. Hanya permintaan maaf yang sanggup ia ucapkan.

"Gue sayang banget sama Teressa... dia adik kesayangan gue, dan satu-satunya saudara yang gue punya. Dari kecil, Teressa selalu nurut sama gue. Dia ngikutin semua hal yang gue lakuin. Dia suka sama semua hal yang gue suka. Dia nggak pernah berontak sedikit pun. Selalu jadi anak penurut di keluarga gue," tutur Talita mengenang adik semata wayangnya itu.

"Kenapa Teressa?" tanya Talita. Wanita itu menatap Tristan saksama. "Elo kan deket sama banyak cewek, kenapa adek gue yang elo ajak buat sandiwara kayak gini?"

Tristan mengalihkan pandangannya dari wajah Talita. Pria itu sibuk mengarang kata untuk menjelaskan kebenaran yang ada, pada kakak iparnya itu.

"Jawab pertanyaan gue, Tristan... gue butuh kebenaran yang ada," pinta Talita menuntut.

"Karena elo, Ta...," ucap Tristan susah payah mengutarakan jawabannya.

"Maksudnya?"

"Karena elo... karena gue cinta sama elo," jujur Tristan.

Kedua bola mata Talita membulat sempurna. Ia menatap tak percaya pada Tristan dan sulit menerima jawaban yang diutarakan oleh pria itu.

Tristan menoleh pada Talita. Sudah waktunya ia mengutarakan perasaannya, meski terlambat seperti ini. "Gue jatuh cinta sama sahabat gue sendiri... sayangnya sahabat gue nggak punya perasaan yang sama kayak gue... dia udah terlanjur cinta sama calon suaminya,"

Girls ! [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang