39. Reina

512 111 10
                                    

Mereka mengabadikan banyak momen di padang savana, pasir berbisik juga kawah Bromo. Tertawa dengan riang menikmati setiap keindahan yang disuguhkan oleh semesta di hadapan mereka.

Namun, Reina bisa melihat dengan jelas kecanggungan yang ada di antara Teressa dan Barra. Secara terang-terangan, Teressa terus menggandeng lengan Sheila dan memilih berjalan bersama cewek itu daripada bersama Barra. Sebisa mungkin, ia tidak membiarkan Barra untuk berada di dekatnya lagi.

Barra juga sadar dengan situasi yang ada. Ia membiarkan tindakan Teressa tersebut dan lebih memilih untuk mengekori beberapa langkah di belakang cewek itu.

"Mau ke pantai Balekambang nggak?" celetuk Yossi tiba-tiba saat mereka sudah menuju ke lereng Bromo bersiap untuk pulang.

"Berapa lama ke sama?" tanya Reina.

"Tiga atau empat jam mbak. Kalau mau lihat sunset masih keburu," jawab Danna.

Reina tertawa pelan. "Oke... sunrise di gunung lalu sunset di pantai. We really enjoy the beauty of life...,"

"Kalau capek sih kita langsung aja pulang ke Malang. Tapi kalau mau, yah aku anterin," ucap Yossi.

"Mau!" sahut Reina langsung. "Eh, tapi yang lain gimana? Aku sih masih mau main...,"

"Lanjut... buat Reina seneng mah ikut aja aku," celetuk Sheila.

"Ihhh... jangan gitu dong. Masa cuma buat aku aja. Kalau yang lain capek yah nggak apa-apa kita langsung pulang,"

"Mau kok, Reina... semua masih semangat. Toh, yang nyetir Yossi sama Barra. Kita mah tinggal santai aja tau-tau udah sampai,"

"Baiklah... langsung menuju ke Balekambang buat hunting sunset yah...," ucap Yossi yang langsung direspon dengan teriakan setuju oleh Reina-Sheila-Danna, karena Teressa dan Barra masih dalam mode membisu.

***

Reina sangat bersyukur karena Sheila dan Teressa mau menuruti keinginannya untuk pergi berlibur seperti ini. Dan yang membuat dirinya semakin bersyukur adalah cara Sheila dan Teressa yang memahami dirinya tanpa harus ia ceritakan lebih dulu. Seperti memiliki telepati, Sheila dan Teressa tahu kalau pergi ke Malang adalah cara Reina untuk 'kabur' dari Kiano.

Iya, Reina memang 'kabur' dari Kiano. Dan satu kebetulan yang pas, saat ia dan Kiano bertengkar sebelum Reina berangkat ke Malang. Sebuah pertengkaran disebabkan oleh masalah sepele, Kiano tidak mengizinkan Reina pergi tanpa dirinya. Sayangnya Kiano tidak tahu kalau sejak awal memang itulah tujuan Reina, pergi tanpa Kiano.

Bertengkar dengan Kiano memang sering terjadi. Tapi biasanya, salah satu diantara mereka akan memilih untuk mengalah lebih dulu hanya karena tidak tahan dengan keadaan tak saling menyapa. Berbeda dengan kali ini. Baik Reina maupun Kiano, tidak ada yang ingin lebih dulu mengalah. Masing-masing dari mereka masih betah untuk tidak menjadi orang pertama yang menyapa lebih dulu.

Tak ada serbuan pesan dari Kiano, tidak ada juga usaha Reina untuk sekedar menanyakan keadaan cowok itu. Tak ada telepon dari Remi yang menjadi perantara pesan maaf Reina-Kiano layaknya tukang pos. Tak ada komunikasi dalam bentuk apapun diantara Reina dan Kiano. Meski rindu dengan jelas menghantam dan menyesakki dada Reina, tapi cewek itu ingin sekali ini saja menang melawan sifat ketergantungannya terhadap Kiano.

Girls ! [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang