44. Teressa

629 139 23
                                    

Siap kan hati, mulut, juga jari kalian untuk mengumpat~~~~

************************************************

Untuk yang terakhir kalinya.

Kalimat itu yang terus diucapkan oleh batin Teressa berulang kali sejak mengiyakan ajakan Barra untuk bertemu. Hanya sekedar untuk menenangkan dirinya sendiri. Ia tahu kalau apa yang dilakukannya saat ini adalah sebuah kesalahan. Tapi tetap saja, ego di dalam dirinya menjerumuskan Teressa untuk pergi bersama Barra.

"Teressa," suara Barra dengan lembut memanggil nama cewek itu.

"Yuk turun... udah sampai nih,"

Teressa mengedarkan pandangannya keluar mobil. Barra mengajaknya mendatangi sebuah coffeehouse yang menyajikan pemandangan alam berupa perkebunan, gunung, dan desa. Dari kawasan parkirnya saja sudah sangat terasa suasana cozy yang disuguhkan oleh coffeehouse tersebut.

Barra membukakan pintu mobil untuk Teressa. Pria itu juga mengulurkan tangannya. Namun, kali ini Teressa tidak mengikuti egonya. Cewek itu memilih untuk mengabaikan uluran tangan tersebut. Barra hanya menyunggingkan senyum tipis mendapati penolakan dari cewek itu. Setidaknya, ia cukup bersyukur karena Teressa mau memenuhi permintaannya untuk pergi bersama.

Barra memesan meja di bagian outdoor. Ia ingin Teressa menikmati senja di sana. Pria itu dengan gentle menarik kursi untuk Teressa dan mempersilahkan cewek itu duduk.

"Mau pesen apa? Kopi hitam? Atau coffee latte? Di sini banyak macem kopi yang disajikan... dan rasanya sangat enak bagi penikmat kopi" tutur Barra dengan nada riang.

"Ah, aku tahu... Teressa suka sekali dengan coffee latte," timpal Barra lagi. Tangan cowok itu sibuk membolak-balik menu.

"Barra... aku ingin hot chocolate," ucap Teressa. Barra mendongakkan kepalanya dan menatap Teressa sesaat.

"Oh... Oke. Hot chocolate... tumben sekali,"

"Aku ingin sesuatu yang manis," sahut Teressa.

"Apa Teressa juga ingin seporsi waffle?"

"Iya. Aku juga ingin seporsi waffle tiramisu," jawab Teressa.

"Baiklah. Satu hot chocolate, satu waffle tiramisu, satu coffee latte double shot, dan fish and chips," pesan Barra pada seorang pelayan.

"Barra," panggil Teressa langsung begitu pelayan pergi. "Kamu pasti tahu kalau aku menyetujui ajakanmu untuk bertemu bukan secara cuma-cuma,"

"Aku tahu, Teressa," potong Barra. "Tapi... bisa kita tunda sebentar? Aku ingin menikmati hari terakhir di Malang bersama kamu sebelum besok aku harus kembali ke Jakarta dan menghadapi kenyataan yang ada,"

Teressa meneguk ludah membasahi kerongkongannya yang mendadak kering. Jemarinya memainkan ujung dress selutut yang dikenakannya. Cewek itu mengarahkan pandangannya ke arah lain sekilas lalu kembali menatap Barra. Teressa ingin segera memperjelas keadannya dengan Barra lalu melupakan semua hal yang terjadi selama di Malang ini.

Namun, di satu sisi pada sudut di hati kecil cewek itu, Teressa pun menginginkan hal yang sama. Ia juga ingin menikmati kebersamaan dengan Barra seperti ini sebelum nantinya mereka berdua harus menghadapi kenyataan yang ada masing-masing.

Sebuah helaan napas pelan meluncur dari bibir Teressa. Ia tahu bahwa apa yang diinginkannya adalah sesuatu yang salah. Tidak seharusnya keinginan itu terlintas di dalam benaknya.

Seorang pelayan kembali menghampiri meja mereka untuk mengantarkan pesanan. Tak ada obrolan diantara Barra dan Teressa. Keduanya sibuk menikmati minuman masing-masing. Dan pandangan mereka fokus pada senja yang perlahan mulai berganti malam.

Girls ! [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang