10. Teressa

864 152 20
                                    

"Morning, sayang...," Tristan mengecup pipi kiri Teressa. Pria itu baru saja kembali dari jogging dengan Ayah. Dan Teressa seperti biasa membantu Bunda menyiapkan sarapan.

"Eerrgghh...," terdengar geraman dari Tiara. "Polusi mata dan telinga banget sih pagi-pagi...," sindir Tiara.

Tristan mendengus geli mendengar komentar adiknya itu. "Iri banget sih yang jomblo... Buruan sana cari pacar," sahut Tristan. Pria itu mengambil duduk di depan adiknya.

"Idih... mending jomblo daripada cowoknya kayak elo, mas...,"

Sebelah alis Tristan terangkat. "Kenapa emang kalau kayak gue? Gue sayangnya berlebih loh buat istri,"

Tiara menggelengkan kepalanya dan mendengus sinis. "Saking berlebihnya... you treat her like a porcelain doll," gumam Tiara pelan.

Tapi sayangnya, Tristan masih bisa mendengar setiap kalimat dari adiknya itu. Ia membisu. Kedua matanya menatap tajam pada Tiara yang memberikan pandangan 'masa bodoh'-nya. Kalau saja tidak ada Teressa bersama mereka saat ini, entah apa yang akan dilakukan Tristan untuk mengajari adiknya itu agar lebih santun dalam bertutur kata. Beruntung Teressa tidak mendengar komentar bodoh adiknya itu.

"Mas... mau kopi atau teh pagi ini?" tawar Teressa menarik perhatian Tristan. "Atau mau perasan air jeruk?"

"Air jeruk aja," sahut Tristan. Ia sudah kehilangan selera untuk menikmati sarapan dengan damai. Teressa meletakkan segelas perasan air jeruk lalu duduk di samping suaminya itu. Cewek itu lalu menuangkan semangkuk sup jagung untuk suaminya.

"Eh mbak... baru inget nih. Minggu depan bisa kan dateng ke acara bakti sosial Tiara? Cuma kasih pidato bentar sama main bareng anak-anak di bangsal anak sana," ucap Tiara mengingat permintaannya beberapa hari yang lalu.

"Acara apaan?" tanya Tristan penasaran. Seingatnya Teressa belum mengatakan apa pun perihal undangan dari Tiara tersebut.

"Itu loh kelompok gue bikin acara satu hari maen bareng di bangsal anak. Yah ngehibur pasien anak yang ada di sana doang sih. Semacem nyanyi, bacain cerita, mewarnai bersama... pokoknya kegiatan yang bisa menghibur para pasien lah,"

"Kenapa Teressa harus ikut? Itu kan acara kalian... kalau soal pidato coba cari yang lain...," komentar Tristan.

Tiara memutar kedua bola matanya. "Temen-temen gue maunya mbak Teressa yang dateng. Just in case you don't know, your wife is really famous around children... karena terlalu sering ikut kegiatan amal bareng Bunda. Watch the news, dude... she's famous everywhere,"

"Tiara... yang sopan sama mas Tristan... kok bahasanya gitu," tegur Bunda yang kembali bergabung dengan mereka di ruang makan. Tristan tersenyum sinis sedangkan Tiara berdecih pelan.

"Oke... Teressa boleh ikut acara kamu. Tapi mas juga ikut...," ucap Tristan yang langsung menyantunkan tutur katanya. Berbeda dengan Tiara yang sama sekali tidak peduli dengan kehadiran Bunda. Karena cewek itu terlalu jengah dengan semua tingkah kakaknya yang sangat mementingkan image.

Tiara memelototi Tristan. "Please deh... nggak usah. Gue cuma butuh mbak Teressa. Dan kalau mas Tristan dateng, acara gue bisa berantakan karena temen-temen gue yang cewek pasti lebih fokus sama elo daripada sama acara nanti," protes Tiara.

Jelas saja, semua akan fokus pada Tristan Haryadi. Dokter muda yang baru saja mendapatkan gelar spesialis bedah dari Stanford Medical School. Dan lagi, tolong dicatat dan diingat, Tristan Haryadi adalah pewaris tahta keluarga Haryadi. Dan semua calon dokter, termasuk teman-teman Tiara, pasti mengenal Tristan Haryadi. Banyak dari mereka menjadikan Tristan Haryadi sebagai panutan bahkan mungkin menjadikan Tristan Haryadi sebagai pangeran berjas putih dalam imajinasi liar mereka.

Girls ! [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang