87. Sheila

409 75 15
                                    

Shandy menatap tak percaya pada sambungan yang baru saja diputus oleh nanny Silvia. Otaknya masih mencoba mencerna kabar yang beberapa detik lalu diterima olehnya.

"Shandy?" suara lembut Ayunda berhasil mengembalikan kesadaran pria itu.

"What's wrong?" tanya wanita itu tampak khawatir melihat ekspresi kaget di wajah suaminya.

"Aku harus ke Verona sekarang juga," ucap Shandy. Tanpa menunggu respon dari Ayunda, pria itu menyiapkan beberapa barang yang perlu dibawanya.

"Verona? Ada apa? Kenapa harus sekarang?" tanya Ayunda yang jelas tidak rela membiarkan suaminya untuk pregi ke Verona secepat ini. Ini belum jadwalnya Shandy untuk ke sana.

"Sheila masuk rumah sakit," jujur Shandy.

Napas Ayunda tercekat. Ia terdiam memperhatikan tiap gerakan Shandy yang nampak terburu-buru. Wanita ingin melarang Shandy pergi, namun ia kehilangan kata untuk diucapkan. Hingga akhirnya, Shandy mengenakan long coat dengan tas yang sudah siap, berdiri di depannya.

"Aku ke Verona dulu yah," pamit Shandy sembari mengecup kening Ayunda. Belum sempat pria itu melangkah jauh, Ayunda berhasil menarik sisi long coat tersebut dan menahan pria itu pergi.

"Aku ingin ikut," cicit Ayunda dengan suara pelan.

Wanita itu menatap nanar pada suaminya. Tak tega melihat wajah memlas Ayunda, Shandy menarik tubuh istrinya ke dalam sebuah pelukan erat. Dikecupnya puncak kepala Ayunda.

"Please, Ayunda... not now, please," ucap Shandy pelan. Ia mengurai pelukannya namun masih tetap merengkuh pundak istrinya. Ditangkupnya wajah cantik Ayunda lalu dikecupnya bibir wanita itu. Sebuah kecupan yang lembut namun cukup lama.

"I've gotta go now, I'll be back soon," janji Shandy begitu selesai mengecup bibir istrinya. Tanpa menunggu protes lebih lanjut Ayunda, Shandy segera melangkahkan kakinya meninggalkan apartemen tersebut. Ia harus segera tiba di Verona secepatnya.

Ayunda mematung di tempatnya. Tubuhnya bergetar hebat menahan amarah. Kedua tangannya terkepal erat. Hingga akhirnya, yang bisa dilakukan Ayunda hanyalah menumpahkan air mata memperhatikan pintu yang tertutup di depannya. Rasa sakit ini adalah hal yang harus ditanggung olehnya. Rasa sakit ini adalah akibat dari pengorbanan yang terpaksa ia lakukan. Ini lah ketidakadilan yang harus diterima Ayunda. Sisi lain dari semua kebahagiaan yang selama ini selalu diberikan oleh Tuhan untuknya.

***

Yang dilihat Shandy begitu tiba di rumah sakit adalah sosok Reina dan nanny Silvia. Reina menatap tajam pria itu saat ia menghampiri nanny Silvia.

"Is she still there?" tanya Shandy pada nanny Silvia.

"Yes sir... been almost four hours, but the operation hasn't ended yet," jawab nanny Silvia.

"What happened? Kenapa bisa premature?"

"Nona Sheila mengalami stress ringan menyambut kelahiran bayinya tanpa kita tahu, sehingga memicu air ketuban pecah lebih awal," jelas nanny Silvia seperti yang didengarnya dari salah seorang perawat.

Shandy menyugar rambutnya dengan kasar. Pria itu menghembuskan napas berat. Ia menatap pintu ruang operasi yang masih tertutup rapat.

"You should have been in there," ucap Reina pelan namun terdengar ketus.

"Menemani Sheila berjuang melahirkan bayinya," timpal cewek itu lagi. Ia menoleh pada Shandy dan memberikan tatapan tak bersahabat.

"Sorry... perjalanan dari Milan ke Verona butuh waktu," ucap Shandy mengingatkan posisi dirinya yang tidak bisa tiba di Verona dalam waktu singkat.

Girls ! [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang