Jaga hati, mata, mulut juga jari kalian ~~~
*************************************************"Teressa?"
Cewek itu menoleh ragu pada si pemilik suara. Barra, berdiri tak jauh darinya. Senyum merekah di wajah tampan pria itu. Dengan langkah santai ia menghampiri Teressa lalu duduk di kursi kosong di samping Teressa pada ruang tunggu itu.
"Sendirian?" tanya Barra langsung. Pria itu menatap ke sekeliling mereka. Mencari siapa pun yang mungkin datang bersama Teressa.
"Sama Sheila dan Reina. Mereka lagi ke toilet," jawab Teressa. Sial! Cewek itu jelas lupa kalau rumah sakit yang mereka datangi adalah rumah sakit tempat Barra praktek. Pantas aja dia bisa ketemu Barra seperti ini. Untungnya ini bukan rumah sakit milik keluarga suaminya!
Harusnya dia pura-pura tidak mengenal Barra lalu mengabaikan pria itu. Karena suasana di antara mereka terasa canggung, mengingat ini adalah pertama kalinya mereka bertemu kembali sejak kejadian di Malang waktu itu.
"Oh, i see...," respon Barra sembari menganggukkan kepala. "Siapa yang sakit di antara kalian?"
"Nggak ada yang sakit kok," jawab Teressa lagi. Barra terdiam. Dia memperhatikan penampilan Teressa dari ujung kepala hingga ke ujung kaki.
"Siapa di antara Sheila dan Reina yang hamil?" tanya Barra yang membuat kedua bola mata Teressa membulat maksimal.
"Maksud kamu?"
"Iya, aku tanya siapa di antara kalian yang hamil? Seperti yang kamu bilang tadi, nggak ada yang sakit di antara kalian tapi kalian tetap datang ke rumah sakit ini. Untuk apa? Medical check up? Kalian nggak akan menunggu di sini. Dan udah jelas, salah satu di antara kalian sedang mengantri dokter kandungan," jelas Barra sembari menunjuk 3 ruang praktek dokter kandungan yang berada tak jauh dari tempat mereka duduk.
"Oh, dan yang pasti itu bukan kamu. Nggak ada perubahan di tubuh kamu yang menunjukkan kamu sedang hamil," tambah Barra lagi yang semakin membuat Teressa syok.
"Barra?"
"Hai, Sheila dan Reina...," sapa Barra langsung begitu Sheila dan Reina telah kembali dari toilet.
"Oh, jadi Sheila...," gumam Barra begitu pandangannya menangkap perut buncit Sheila.
"Kamu, dokter di sini?" tanya Reina penasaran melihat penampilan Barra yang rapi dengan jas snelli.
"Iya. Aku hanya seorang dokter anak yang bekerja rumah sakit perusahaan," jelas Barra. Sebuah pernyataan litotes. Reina melirik Teressa sekilas. Cewek itu jelas sadar kalau Barra tengah menyindir secara halus Teressa.
"Wow... nggak nyangka kalau Barra ternyata seorang dokter anak," sahut Reina lagi dengan senyum sopan.
"Jadi... Sheila akan melakukan konsultasi kandungan?" tanya Barra.
"Iya. Dengan dokter Laras,"
"Baiklah kalau gitu... aku harus kembali bekerja. Sampai jumpa lain waktu," pamit Barra. Pria itu kemudian menghampiri Teressa.
"Sampai jumpa lain waktu, Teressa...," bisik Barra pada cewek itu. Ia tersenyum sekilas sebelum kemudian melenggang pergi.
"Teressa, sorry... Harusnya aku nggak ajak kamu, aku nggak tahu kalau Barra kerja di sini," ucap Sheila langsung.
"It's okay... aku juga lupa kalau dia kerja di sini," sahut Teressa. "It's okay... nggak apa-apa,"
***
Tristan menatap pada punggung Teressa yang membelakanginya. Istrinya itu tidak menyadari kehadirannya. Tatapan pria itu menajam, menyadari bahwa Teressa tengah melamun. Terlihat dari posisi Teressa yang diam di depan air wastafel yang mengalir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Girls ! [COMPLETED]
General Fiction3 wanita dipertemukan secara tak sengaja. 3 wanita dengan cerita mereka. 3 wanita dengan masalah menyangkut satu hal yang sama : CINTA. . . BIJAKLAH DALAM MEMILIH BACAAN !! . . . kehaluan lainnya dari author . Vote and Comment sangat dipersilahkan