"Astaga dingin banget," rutuk Reina sembari mengeratkan windbreaker-nya lebih erat lagi untuk menghangatkan tubuh. Ia juga mengeratkan scarf yang melilit leher hingga menyembunyikan sebagian wajahnya.
"Tapi pas udah pagi, bakal sumuk juga," sahut Sheila yang sibuk menggosokkan telapak tangan lalu menghangatkan wajahnya.
"Mbak, ayo naik ke atas. Udah ramai itu orang. Nanti nggak kebagian tempat buat lihat sunrise," ajak Yossi yang sudah berjalan mendahului menuju tempat melihat sunrise.
Reina dan Sheila bergandengan lengan untuk saling membantu menghangatkan tubuh. Jangan tanya Teressa bagaimana, karena ada Barra yang sudah lebih siaga berjalan di samping cewek itu. Bahkan saat naik ke puncak pun, Reina dan Sheila berjuang berdua saja saling menolong, karena Yossi sibuk membantu Danna begitupula dengan Barra yang fokus menjaga Teressa.
"Hati-hati, mbak...," ucap Yossi sembari menerangi jalan setapak dengan lampu senter. Cowok itu mengulurkan tangannya dan membantu Sheila-Reina naik ke titik akhir yang mereka jadikan tempat untuk melihat sunrise.
"Duduk di sini aja, mbak... nggak begitu ramai," ucap Danna yang sudah melebarkan alas untuk duduk.
"Mau teh nggak mbak?" tanya Danna menawarkan teh hangat. Cewek itu sedang menuangkan segelas teh untuk pacarnya.
"Mau dong, lumayan biar angetan," sahut Sheila semangat. Danna pun segera menuangkan secangkir teh hangat untuk Sheila juga Reina.
"Mbak Teressa sama mas Barra mau teh hangat juga?" tawar Danna.
"Nanti aja, Danna...," sahut Teressa.
Reina dan Sheila saling menyenggol lengan sambil menahan senyum.
"Ada Barra sih jadi nggak perlu teh hangat," celetuk Sheila mengutarakan isi otaknya.
"Sssttt...," tegur Reina.
"Kamu... nggak ada yang mampirin ke sini, Reina?" tanya Sheila tiba-tiba.
"Hmm? Nggak," jawab Reina langsung. Cewek itu tertawa pelan.
"It's good that nobody disturbing my vacation like this,"
"And... that 'nobody' is the reason you decided to runaway like this?" tebak Sheila.
Reina menggeleng pelan. "Nggak kok...,"
"Jangan mengelak Reina... aku bisa lihat itu semua kok," Sheila tersenyum sembari menggenggam lembut tangan Reina. Menunjukkan pada Reina bahwa ia bisa berbagi sedikit cerita pada Sheila.
Reina tersenyum tipis. "You're right, he's the reason I'm running to Malang like this. Tapi... diri aku sendiri juga jadi salah satu alasan, aku... pengen meyakinkan hati aku, kalau aku tidak harus bergantung sama dia,"
"You can do it, Reina... you're an independent girl, so you can do everything by yourself," sahut Sheila meyakinkan.
"Mbak... Ayo ke sana, bentar lagi sunrise nih," ucap Yossi. Dengan segera, Reina dan Sheila pun beranjak menyusul Yossi yang sudah berdiri di tempat strategis untuk meyaksikan kehadiran matahari.
Sepuluh. Sembilan. Delapan. Tujuh. Enam. Lima. Empat. Tiga. Dua. Satu.
Garis bibir di wajah Reina melengkung sempurna menyambut kehadiran matahari dari balik awan bergulung. Ada perasaan tenang menyusup ke dalam hati cewek itu. Seolah, ada sedikit beban yang menguap dari tubuh cewek itu seiring dengan meningginya matahari di langit fajar tersebut.
"Reina, senyum...," titah Sheila mengarahkan kamera ke arah Reina.
"Emang beda yah kalau model profesional, senyum tipis aja udah mantul hasil fotonya," puji Sheila mengagumi potrait Reina pada kameranya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Girls ! [COMPLETED]
General Fiction3 wanita dipertemukan secara tak sengaja. 3 wanita dengan cerita mereka. 3 wanita dengan masalah menyangkut satu hal yang sama : CINTA. . . BIJAKLAH DALAM MEMILIH BACAAN !! . . . kehaluan lainnya dari author . Vote and Comment sangat dipersilahkan