15. Reina

515 124 35
                                    

Reina baru akan mematikan lampu tidur saat terdengar ketukan pada pintu kamar hotelnya. Awalnya Reina mengabaikan ketukan tersebut, tapi lama-lama semakin cepat ketukannya terdengar. Hingga dengan terpaksa cewek itu beranjak untuk mengecek penyebab ketukan tersebut.

Cewek itu berjinjit dan mengintip melalui kaca intip pada pintu tersebut. Pada lubang itu tampak jelas sosok Kiano yang berdiri di luar kamar hotelnya. Tangan Reina pun langsung membuka kunci dan memutar knop pintu.

"Rei... tidur di kamar gue aja sih... susah tidur nih..," ucap Kiano langsung saat wujud Reina muncul di hadapannya.

"Kenapa? Takut?"

Kiano menyunggingkan cengirannya. "Hehehe... tau aja dah... yuk, tidur kamar gue aja,"

"Nggak ah... kamar elo jauh banget di lantai lima terus di ujung lagi...,"

Kiano mendorong tubuh Reina pelan hingga memberikan akses baginya untuk masuk ke dalam kamar cewek itu. Kemudian cowok itu langsung menutup pintu dan menguncinya.

"Yaudah... gue yang tidur di sini," sahut Kiano yang sudah berjalan menuju tempat tidur.

"Siapa yang kasih izin elo?" protes Reina.

"Elo nggak kasih izin, tapi elo juga nggak akan tega ngebiarin gue begadang...," sahut Kiano. Cowok itu sudah berbaring dengan selimut menutupi tubuhnya hingga leher. "Iya kan?"

Reina memutar kedua bola matanya. Ia berjalan mendekati tempat tidur lalu berbaring pada sisi kosong di samping Kiano. Melihat Reina yang sudah berbaring, dengan sigap Kiano menyelimuti sahabatnya itu.

"Gue peluk yah?" tanya Kiano yang sudah bersiap memeluk pinggang ramping Reina.

"Kalau gue bilang jangan, masih peluk nggak?" Reina balik bertanya.

"Masih lah...," sahut Kiano tanpa berpikir lebih dulu. Kemudian cowok itu menarik tubuh Reina dan memeluk pinggang ramping cewek itu. "Kalau udah gini, gue bisa tidur nyenyak, Rei...," ucap Kiano dengan mata terpejam. Hidung cowok itu mengendus harum buah peach pada rambut Reina.

Nggak bakal bisa kabur kalau gini, batin Reina. Cewek itu menghembuskan napas pelan. Ia menatap pada dada bidang Kiano yang ada di depannya. Satu lengan Kiano menjadi tumpuan bagi kepalanya, dan satunya lagi melingkar sempurna pada pinggangnya. Jemari Reina terulur menyentuh puncak kepala Kiano. Perlahan, ia mengelus puncak kepala tersebut dan memainkan rambut coklat Kiano. Meski hasrat untuk kabur cukup tinggi, tapi keinginan untuk tetap berada di dekat Kiano jauh lebih tinggi lagi. Karena itulah pada akhirnya Reina tetap bertahan seperti ini, menahan sakit seorang diri.

***

Hari ini mereka pergi ke Universal Studios. Pagi-pagi sekali, Kiano membangunkan Reina dan merengek minta ditemani main ke Universal Studios. Cowok itu bilang mau 'napak tilas' jaman mereka 'kabur' dulu. Alhasil, setelah sarapan mereka langsung mengejar mrt yang akan mengantar mereka ke Harbour Front station.

Karena hari ini adalah weekend, keadaan mrt saat ini cukup penuh. Hingga Reina dan Kiano terpaksa berdiri. Reina bersandar pada tiang dan menghadap Kiano yang satu tangannya berpegangan pada ring dan tangan lainnya melindungi Reina. Atau lebih tepatnya 'mengurung' Reina serta memastikan cewek itu tidak terdorong oleh penumpang lainnya.

"Kenapa sih elo senyum-senyum?" tanya Reina mulai risih melihat Kiano yang sejak tadi terus menahan senyum.

"Emang gue nggak boleh senyum? Senyum tuh ibadah, Rei...," sahut Kiano.

"Ya pasti ada alasannya elo senyum. Dari pagi juga senyum terus kagak berhenti. Mulai nggak waras yah elo?" cela Reina.

Kiano memanyunkan bibirnya. Menunjukkan ekspressi ngambek yang sangat tidak cocok pada wajah garang cowok itu. "Gue tuh lagi seneng aja... udah lama gini kita nggak main macem bocah...,"

Girls ! [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang