#34; Snowdrop

903 121 4
                                    


===========

"Meskipun kau hidup dalam celah yang sempit, tetapi kau masih punya harapan."

============






Butiran uap air di udara bagaikan kapas yang membeku perlahan menjamah bumi, menyentuh apapun yang dilewati olehnya, menutupi dan menimbun. Manusia berbondong-bondong membungkus tubuhnya dengan pakaian yang tebal dan mengurangi aktivitas yang memungkinkan memakan waktu lebih lama di luar.

Itu tidak berlaku bagi pria yang sedari tadi berdiam. Memandang hamparan kapas putih yang semakin lama semakin membentuk komunitas. Suasana sepi sekaligus hawa dingin yang menelusup sangat menenangkan jiwanya.

"Tidak seharusnya kau berada di sini." Suara seorang gadis mengepung selaput indra pendengarnya. Pria itu tetap bergeming, memilih menatap fenomena alam di hadapannya.

"Udara dingin dan kau tetap memakai pakaian tipis." Mempersingkat jarak, gadis itu membagi pakaian tebal yang dikenakannya dengan pria itu.

"I'm fine, Roseanne Park."

Hening. Kedua sepasang anak manusia ini berkelana dengan pikirannya masing-masing. Rose paham bahwa pria di sampingnya sedang tidak baik. Wajahnya yang putih pucat, matanya yang sayu, tatapannya yang kosong bukanlah suatu pemandangan yang menyenangkan. Rose menangkup tangan kanan pria itu, menyalurkan ketenangan sekaligus kehangatan.

"Kau tidak sendiri, Kim Mingyu. Aku dan keluargamu tetap mendukungmu." Gadis itu mengulas senyum. Harapan yang gugur bisa kembali seperti semula. Ia berharap demikian.

Rose masih tetap memandang Mingyu dari samping. Dulu, pria ini sangat hangat. Dulu, pria ini mau berbagi kebahagiaannya. Pria yang humoris. "Kau masih punya mimpi-mimpi yang lain. Kau masih bisa bermain musik, menciptakan lagu, atau bernyanyi--"

"Tapi, aku tidak bisa bergerak menggunakan kakiku. Aku tidak sempurna lagi. Mereka akan menilaiku dengan berbeda, menatapku dengan tatapan kasihan, karena aku tidak sempurna lagi."

Letupan emosi yang hampir memuncak berusaha Mingyu tahan. Ia tidak bisa mengumbar atau berbagi seluruh kerapuhannya sekarang pada gadis yang berstatus sebagai kekasihnya. Ia tidak mau dilihat sebagai lelaki yang lemah dan rapuh.

Rose memeluk Mingyu dari samping. Menenangkan prianya dari segala amarah yang membelenggu. Menyandarkan kepalanya pada bahu Mingyu dan mengurung tubuh kekar itu dengan kedua tangannya. "Kau masih sempurna untukku. Kau masih Mingyu yang dulu. Kau masih priaku yang selalu mau mengumbar tawanya, masih mau berbagi pada mereka yang membutuhkan. Apanya yang berbeda?"

Mingyu sebaik itu. Lalu kenapa Tuhan memberikan ujian seberat ini pada kekasihnya? Dan kenapa manusia selalu terpaku dengan kata 'sempurna'? Bahkan kesempurnaan itu sendiri hanya milik Sang Pencipta Semesta.

Sebelum Mingyu menanggapi, Rose bergegas melanjutkannya, "Aku tidak mencintaimu karena fisik. Karena saat bersamamu, aku tidak merasakan sekat yang biasa aku rasakan pada pria mana pun. Kau masuk pada duniaku dan aku juga masuk pada duniamu. Duniaku dan duniamu berbaur menjadi satu menciptakan dunia kita."

Gadis itu memberi ruang sela antar mereka. Kemudian ditangkupkannya wajah Mingyu agar mengarah kepadanya. Sebelum mata kelamnya fokus pada netra hitam Mingyu, Rose melihat sebuah bunga yang begitu cantik tumbuh dan mekar di antara tumpukan butiran salju. "Coba kau lihat itu."

Mingyu menoleh ke arah belakang, di mana Rose menunjuknya. "Bunga?"

Rose mengangguk dan mendekatkan dagunya pada bahu sang kekasih. Dan dari sini Mingyu bisa melihat bahwa Tuhan masih begitu baik padanya. Mingyu masih bisa merasakan ketulusan yang gadisnya salurkan. Melihat Rose dari sedekat ini, sadar gadisnya masih berada di sampingnya hingga saat ini, Mingyu tersadar Tuhan tak mengambil hal berharga lainnya.

"Snowdrop. Nama bunga itu snowdrop." Mingyu mengalihkan atensinya pada bunga putih yang tumbuh sendirian saat suara Rose menelusup ke selaput indra pendengarnya.

"Disaat bunga lain tumbuh pada musim semi atau gugur, bunga cantik itu memamerkan keindahannya saat musim dingin. Saat titik terbeku justru snowdrop tumbuh cantik. Dan seakan-akan memberi harapan kalau masih akan ada yang bisa bertahan melewati musim yang dingin ini. Sesuai filosofinya yang berarti harapan." Rose menegakkan tubuhnya kembali. Melingkarkan tangannya pada tubuh Mingyu. Seolah memberi kehangatan di tengah hawa dingin yang menerpa mereka. Bersandar pada punggung Mingyu yang kokoh adalah salah satu kesukaannya.

"Snowdrop seperti berkata pada kita, 'meskipun kau hidup dalam celah yang sempit, kau masih punya harapan'."

Mingyu mengurai, berbalik menatap pada gadisnya. Memenjarakan wajah mungil sang gadis dengan kedua tangan, memandang lekat-lekat dan menyalurkan ketulusan satu sama lain. "Aku masih punya harapan." Kemudian mengecup sudut bibir Rose selama beberapa detik.

Sepasang kekasih ini saling mengumbar senyum. Pandangan yang saling meneduhkan, perasaan yang saling menguatkan. Mereka sama-sama bersyukur Tuhan mempertemukan mereka yang kemudian berbuah pada perasaan yang sama.

"Kita masih punya harapan. Harapan yang gugur bisa kembali, bukan? Layaknya musim, kau harus kembali bersemi."

Mingyu masih punya list-list yang belum terlaksanakan. Pria bermata minimalis itu masih mempunyai keinginan besar, selain hidup bersama dengan gadisnya; mendirikan rumah singgah bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Meskipun kakinya sudah tidak berfungsi lagi, Mingyu masih mempunyai sepasang kaki yang senantiasa menuntun langkah untuk mencapai asanya. Roseanne, ia akan menggenapi langkah Mingyu yang pincang.

Gadisnya benar, tak seharusnya ia memupuskan harapannya sendiri dan tidak bersyukur terhadap Tuhan. Ia masih diizinkan untuk bernapas, berbicara, dan yang terpenting bersama dengan Rose. Gadis itu tetap menemaninya, berada di sampingnya, dan menyadarkannya. Lantas, pantaskah Mingyu masih memusuhi Tuhan?

Manusia memang terlalu dramatis dalam menjalani kehidupan. Asalkan mereka mau menikmati hidup, Mingyu yakin tidak ada yang namanya orang putus asa dan berujung mengakhiri hidup. Bahwa Tuhan tidak sejahat itu pada kaum yang taat kepada-Nya. Bahwa Tuhan masih memberi kesempatan untuk umat-Nya berharap meskipun hidup dalam celah tersempit pun. Hanya pandai-pandai manusia bagaimana melihat harapan dalam celah tersempit. Bahwa Tuhan memang adil.

Mingyu pun percaya dengan keadilan Tuhan.

=FIN=

«26 Mei 2019»

-sirius🌞

1001 Kisah Munroses ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang