Ia tidak pernah membenci pada sebab-sebab Tuhan menghadirkannya ke dunia. Ia juga tidak pernah bertanya perihal apa yang nanti akan terjadi pada dirinya. Dicaci, dibuang, atau bahkan dimusnahkan dari muka bumi ini sekalipun, ia tidak peduli. Atau jika ada rencana Tuhan yang bisa melenyapkan dirinya dari dunia ini, ia bahkan rela tak mau menunggu waktu lama. Lagi pula seumur hidupnya---selama 25 tahun hidup---ia tidak mempunyai rencana-rencana---atau orang bilang dengan impian dan ambisi. Tidak ada, kehidupannya tidak semenarik itu.
Sayup-sayup rungunya mendengar pertikaian dari lantai bawah. Seiring kakinya menuruni anak tangga, suara-suara yang beradu itu semakin jelas didengar. Seandainya ada jalan lain menuju dapur, ia akan memilih jalan itu daripada harus bersinggungan dengan mereka. Namun, ia salah mengira, perdebatan itu justru terjadi di meja makan, alih-alih ruang tamu. Semakin tak mudah baginya untuk menghindari mereka.
"Bagaimana kalau Rose aja, Yah? Dia juga anak Ayah, 'kan?"
Meskipun namanya ikut turut dalam pembicaraan-entah apa, ia tetap menuju tujuannya. Ke dapur untuk menuntaskan dahaga. Rose mengambil gelas, lalu membuka kulkas dan menuangkan air putih.
"Ros, kau mau?"
Setelah meneguk hingga tersisa setengah gelas, Rose menatap seseorang yang baru saja bertanya padanya. Park Seung Heon, orang yang telah menyumbangkan marga pada namanya. Ia berdiri di depan kulkas, menatap anggota keluarga Park dengan bingung. Tidak tahu apa-apa dan tiba-tiba ditawari sesuatu. Rose tersenyum miring. Lucu sekali ya keluarga ini.
"Menikah dengan cucu rekan bisnis ayah."
Sampai sini, Rose mengangguk mengerti. Jadi, ia hanya sebagai umpan agar bisnis keluarga ini tetap lancar. Juga sebagai pengganti Park Soo Young, karena kakaknya itu sudah mempunyai kekasih, tentu saja sang kakak tidak mau mengikuti ajang perjodohan ini. Lagi, Rose meneguk minumnya hingga tandas, kemudian meletakkan gelas pada tempat cucian piring yang kotor. Rose berlalu begitu saja tanpa perlu menjawab pertanyaan dari sang ayah.
"Roseanne Park! Tak bisa kah kau sopan sedikit dengan ayahmu?"
Langkahnya berhenti ketika menginjak anak tangga ketiga. Suara dari perempuan yang sudah memasuki usia senja itu mengusik rungunya. Rose tetap bergeming pada posisinya, memunggungi mereka.
"Tak bisa kah kau berguna untuk keluarga ini?" Namanya Park Seul Mi, nyonya besar dalam keluarga ini.
Genggaman tangan Rose pada pegangan tangga mengerat. Kini ia berbalik, tetapi tetap di tempatnya berdiri. Rose tersenyum. Senyum yang dipaksakan. Tak ada ketulusan dari raut wajahnya yang datar. "Masih menganggapku anak? Baru mengingat kalau ada anak Ayah yang bernama Rose?" Bahkan untuk memanggilnya dengan sebutan ayah saja, lidah Rose tidak terbiasa. Lidahnya mendadak kelu.
"Rose, tolong hargai Ayah." Kalimat yang meluncur dari bibir Park Chanyeol, hanya disambut dengan senyum remeh dari Rose. Baiklah. Mari mengikuti alur yang akan terjadi pada keluarga ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
1001 Kisah Munroses ✓
FanfictionHanya berisi cerita pendek/random Mingyu dan Rose ❤️