Mingyu tidak ingin menjadi cucu yang durhaka. Namun, kalimat yang baru saja keluar dari mulut sang kakek, sungguh membuat Mingyu ingin mengutuk pria tua itu. Anggap saja Mingyu sudah gila karena berani menantang pria yang berkuasa-sang kakek.
"Kakek tidak sedang bercanda." Lagi, kalimat itu terlontar dengan santainya. Pria tua itu kembali menghisap cerutu, lalu mengembuskan asapnya melalui hidung dan mulut. "Dia tidak berguna, untuk apa diambil."
"Rose bukan barang, Kek," desis Mingyu. Tangannya mengepal kuat, menahan amarah yang siap meledak. Mingyu jarang sekali adu mulut dengan sang kakek. Justru ia sering menuruti dan tak banyak bicara.
Ia berusaha tenang sedari tadi. Jiwanya bergejolak ketika mendapati kedatangan sang kakek ke rumahnya. Tepat setelah ia mengantar Rose pulang, sang kakek sudah duduk di singgasananya. Ia kira sang kakek hanya sekadar berkunjung. Namun, kabar buruk yang diterimanya. Pembatalan perjodohan. Untuk suatu alasan yang-bahkan-Mingyu masih merabanya, saat itu juga ia ingin memberontak.
"Terserah kau saja lah." Pria tua itu mengibas-ibaskan tangan. Lalu bibir yang mengeriput itu kembali mengisap lilitan tembakau. "Oh iya, Tzuyu belum mau menerima perjodohan ini. Jika kau ada waktu, kau bisa lah bertemu dengannya. Atau kita perlu makan malam bersama? Sepertinya itu bukan ide yang buruk."
Napas Mingyu sudah terputus-putus. Batinnya tertawa membaca skenario yang sudah disusun sang kakek untuk selanjutnya. "Apa semudah itu, Kek?" Tanpa sadar giginya sudah bergeretak. Nada suaranya mati-matian ia tahan setenang mungkin. Ini bukan waktu yang tepat untuk meledakkan amarahnya, meskipun menghadapi pria tua itu tidak mudah.
Sesaat kakeknya mengerutkan dahi. Mampu membaca raut kebingungan sang kakek, Mingyu melanjutkan perkataannya, "Sepertinya kita juga perlu makan malam bersama dengan keluarga Park. Bukankah memutuskan hubungan sepihak bukan tindakan yang baik?"
"Oh, tenang saja." Pria tua itu mematikan puntung rokok. Kemudian beralih mengambil ponsel di saku celananya. "Pagi tadi aku sudah berbicara dengan Park Seung Heon. Dia juga setuju untuk membatalkan perjodohan ini."
Batinnya semakin tertawa. Lalu ketakutan-ketakutan itu menyentak pikiran Mingyu. Tentang gadis itu. Tentang janji yang terlanjur ia ucap. Tentang hati yang sudah diberi harap. Bagaimana dengan Rose? Shit! Mati-matian ia tahan agar sumpah-serapah tidak keluar dari mulutnya.
"Semudah itu ya, Kek? Semudah itu Kakek membatalkannya."
"Jangan bermain dengan menggunakan hati. Kau masih mau menjadi pemimpin Hermia Group, bukan? Kau harus mencari calon istri yang potensial untuk membangun karirmu. Siapapun istrimu, kau hanya perlu menerimanya. Dia yang menguntungkan, yang akan menjadi teman hidupmu."
Ya, seperti itu lah pandangan kakeknya tentang suatu pernikahan. Tak boleh melibatkan hati dan mencari yang paling menguntungkan. Ketika Mingyu mulai lelah dengan segala ambisi sang kakek, Mingyu akan kembali diingatkan tentang tujuannya saat ia berani mengajukan diri sebagai calon pemimpin Hermia Group. Merekatkan kembali hubungan ayah dan anak yang mulai merenggang. Ayahnya memilih jalan sendiri-sebagai pilot, dan sang kakek tak pernah memberi restu. Sebab itu, tak pernah sekalipun sang kakek melibatkan ayahnya dalam acara keluarga. Sebab itu pula, Mingyu mengorbankan diri agar keluarganya tidak terasingkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
1001 Kisah Munroses ✓
FanfictionHanya berisi cerita pendek/random Mingyu dan Rose ❤️