#77; Meriang

577 98 23
                                    


Mingyu melatakan kepalanya di atas meja. Kepalanya pusing, badannya panas dan terasa lemah. Ingin rasanya dirinya izin pulang cepat, tapi ia urungkan mengingat ada ulangan harian hari ini.

Jungkook, teman sebangkunya hanya mengernyitkan keningnya. Wajah Mingyu terlihat pucat.

"ANJIR! TANGGAL BERAPA SEKARANG INI WEH!?" Jungkook meraih ponsel miliknya dan membuka aplikasi kalender.

"Kenapa heboh banget sih, Kook." Jaehyun memutar tubuhnya ke belakang. Perutnya sudah terasa lapar dan ia harus menunggu ketiga temannya yang masih duduk di bangku masing-masing.

"Gyu. Lo ngapa lem—LO MERIANG?!" Jaehyun berdiri dari posisi duduknya. "Jungkook! Eunwoo! Ini udah berapa lama sampai dia meriang?!" panik Jaehyun yang membuat Eunwoo menghitung dengan jarinya.

"Sepuluh hari," jawab Eunwoo santai.

"SEBELAS ANJIR! BUKAN SEPULUH!" Jungkook membenarkan perkataan Eunwoo.

"Lo jangan ngitung sama hari keberangkatannya," balas Eunwoo. "Telepon cepat! Bahaya ini kalau sampai meriang berhari-hari. Mana dia pulang masih lusa lagi."

Jaehyun memutar kedua bola matanya malas. "Di sana udah tengah malam anjir! Kayak enggak tahu Rosé aja, kalau tidurnya diganggu bisa diamuk kita."

"Masalahnya Mingyu udah masuk fase meriang. Bahaya! Bisa-bisa dia demam langsung." Jungkook mencari nomor Rosé dan segera melakukan panggilan. Namun, nomor Rosé tidak dapat dihubungi.

"Mampus! Enggak bisa ditelepon," ujar Jungkook.

Mingyu mencoba duduk dengan sekuat tenaga. "Ini cuman meriang doang. Kalian jangan berlebihan."

"MASALAHNYA MERIANG LO, KALAU LAGI RINDU SAMA ROSÉ ITU BEDA SAMA MERIANG BIASA MALIKA!"

***

Rosé turun dari taksi yang ditumpanginya. Lomba tingkat internasional yang diikutinya lebih cepat dari apa yang direncanakan. Hari telah sore, namun dirinya memilih untuk menuju rumah sang kekasih.

"Dia pasti sekarang sedang bergelut dengan selimut dan kompresan. Kalau enggak gue kerok, meriangnya enggak akan sembuh-sembuh."

Rosé menarik koper-koper miliknya dengan susah payah. Seandainya kekasih tinggi hitamnya itu tidak memiliki penyakit meriang yang didasarkan karena tingkat rindu kekasihnya itu sudah diambang batas, alias merindukan kasih sayang.

Jam masih menunjukkan pukul empat sore dan itu tandanya, Mingyu hanya seorang diri dan hanya ditemani Bi Minah di rumah. Jennie—kakak Mingyu—pasti sedang berkencan dengan Wonwoo. Kedua orang tua Mingyu sudah dipastikan masih berada di tempat bekerja mereka.

Rosé mengetuk pelan pintu kediaman keluarga Kim. Tidak lama Bi Minah membuka pintu dan menyambutnya dengan ramah. Setelah dipersilakan masuk, Rosé langsung menuju kamar Mingyu.

Dibukanya pelan pintu kamar bertuliskan "Kamar Aming" untuk melihat si pemilik kamar. Dan benar saja, Mingyu sudah terbaring dengan selimut tebal dan pereda panas yang Rosé tahu merk Dadah Demam.

Langkah Rosé pelan menuju tempat tidur Mingyu yang kemudian dirinya duduk dipinggir. Tangannya masuk ke dalam selimut untuk mencari tangan besar kekasihnya itu.

Senyumnya mengembang ketika menggenggam tangan Mingyu yang terasa panas. Diusapnya tangan itu, hingga menimbulkan pergerakkan.

"Rosé? Kamu sudah pulang?" tanya Mingyu meyakinkan.

Rosé mengangguk. "Aku langsung ke sini dari bandara. Kamu langsung aku kerok?"

Mingyu mengangguk. Mengubah posisinya menjadi duduk dan membuka bajunya. "Aku rindu sama kamu, Rosé."

Rosé tersenyum dan mendekati wajahnya ke wajah Mingyu. "Aku juga rindu sama kamu, Mingyu," balasnya dengan memberikan satu ciuman di pipi kanan kekasihnya. "Berbalik agar aku bisa kerokin kamu."

Rosé mengambil koin logam dan minyak angin. Hanya itu yang berada di dalam tasnya. Seandanya ada bawang merah, pasti akan lebih baik.

Mingyu merasakan tangan Rosé mulai mengoleskan minyak kayu putih pada punggungnya. Dan tidak lama, sebuah koin dapat dirasakan mulai bergerak. Terasa biasa saja, hingga suara rintihan terdengar. "Aduh! Sakit! Sakit! Sakit! Pelan-pelan, Sayang."

Rosé memukul keras punggung Mingyu. "Kalau sakit harus gimana?"

Mingyu menggingit bibirnya keras ketika kembali merasakan gesekan antara koin dengan kulit punggungnya. Matanya terpejam, menahan rasa sakit. Hingga akhirnya ....

"Sa-sayang Rosé! Sa-sa-sayang Rosé! Aduh! Aduh! Sa-sayang Rosè! ADUH!!!!! SA-SA-SAYANG ROSÉ!"

***

11 September 2020

Admin Aries

1001 Kisah Munroses ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang