#40; Everythingoes [3/4]

530 76 17
                                    

kalau ada yang lupa alurnya silahkan baca ulang :))


*****

Di masa lalu, saat diriku telah bosan dengan rasa sakit..

Setiap hari ku berdoa..Agar aku bisa menjadi orang dewasa yang lebih baik..
Dan setiap hari aku bertahan..
Karena manusia dan rasa sakit, keduanya akan mati suatu hari nanti..

Hadapilah angin itu agar kau terbiasa..
Karena kau tak bisa selamanya dalam mimpi..
Daripada harus berkata omong kosong dan membual tak masuk akal..
Berharap lah agar ini semua berlalu seperti angin..

Ketika hujan, semua akan berlalu..

*****

Akhir-akhir ini kepalaku hampir pecah. Lepas kejadian minggu lalu, Jaehyun uring-uringan, nggak bisa dikabarin sama sekali. Aku telepon nggak diangkat, di-chat juga boro-boro dibalas, dibaca aja enggak. Dan momen terkampret-sial tingkat dewa adalah Eunwoo datang terus ke sini setiap aku pulang. Udah aku ketus-in juga tetap aja Eunwoo nggak jera. Teman-temanku di sini yang melihatnya pun tidak bisa berbuat banyak. Mereka hanya bisa membantuku untuk kabur dari Eunwoo.

Kayak sekarang misalnya, aku dan Jiho sudah siap melakoni adegan drama ke sekian kali supaya aku nggak bisa pulang bareng Eunwoo.

"Ji, pasang muka meyakinkan, ya?" bisikku saat melihat Eunwoo sudah duduk manis bersandar di badan mobil. Keren sih, tapi maaf, aku rada ngeri kalau berhubungan sama Eun-kampret-gila-woo ini.

Jiho hanya mengangguk. Setelahnya, cewek itu pasang muka galak. Nggak salah pilih orang ternyata, aku yakin Jiho bisa melumpuhkan Eun-kampret-gila-woo itu. Syukur-syukur cowok gila itu kapok dan nggak bisa datang ke sini lagi.

"Hai, Ros." Sapaan dari Eunwoo hanya kubalas sekenanya. Kalau Jiho sih nggak sama sekali berekspresi. Aku terkikik geli dalam hati melihat Jiho. Aura-aura Jiho ini udah persis mau bunuh orang. Semoga saja Si Cowok Gila itu peka.

"Ngapain lo ke sini lagi?"

Cooolll. Jiho nggak pakai basa-basi lagi. Langsung menyerang Eunwoo. Hahaha. Aku yakin malam ini akan menang lagi, seperti malam-malam yang lalu.

"Jemput Ros." Eunwoo tersenyum lagi padaku. Balasanku hanya melengos dan memasang muka tak kalah jutek. "Aku mau ngajak Rose makan malam lalu nonton."

Aku heran sama Si Kampret Gila ini. Setiap kali ditanya Eunwoo akan menjawab dalam nada suara yang tenang. Tidak merasa terintimidasi apalagi merasa bersalah. Maksudku, seharusnya Eunwoo sadar setiap penolakanku itu menunjukkan rasa tidak suka padanya. Dia juga tidak merasa bersalah atas batalnya pernikahan dengan alasan yang tidak logis. Gimana aku tahu dia nggak merasa bersalah? Dia tiap hari datang ke sini dengan muka tenang-tenang aja.

"Terus lo pikir, Rose mau pergi sama lo gitu?"

Manji! Mantap djiwa! Jiho memang jago kalau masalah persinisan begini. Aku harus ambil kursus dengannya. Siapa tahu di lain waktu aku ketemu cowok seperti Eunwoo lagi nggak perlu bantuan dari teman-temanku. Ide yang bagus.

"Kita nggak bakalan tahu kalau Rose belum kasih keputusannya. Jadi, gimana?" Eunwoo mengalihkan tatapannya ke arahku. "Kamu mau pergi sama aku, 'kan? Aku janji kita nggak bakalan pulang di atas jam sepuluh. Gimana?"

Tentu saja aku jawab, "Nggak mau. Aku ada acara sendiri sama Jiho. Aku udah janji mau nemenin dia beli baju buat kencan." Jiho memelototiku. Dia setuju atau nggak sih dengan alasan sepihak ini? Tersenyum juga iya, melotot juga iya. Kan aku bingung. Akhirnya, Aku balas tersenyum saja sambil berkata, "Iya, 'kan?"

1001 Kisah Munroses ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang