#26; Purple Rain [4/4]

993 139 81
                                    

Now playing : Davichi—Days Without You

.

.

.

Kamu tidak tahu rasa diperlakukan layaknya persinggahan..

Yang hanya memberimu bahu di kala luruh..

*****


Andai pertemuannya tidak berada dalam kawasan segitiga yang menyatukan Rose, Mingyu, dan Mina, mungkin ia tidak akan terkurung di dalamnya. Andai pada celah rintik hujan yang mempertemukan mereka pernah berbisik bahwa hati dia  sudah ada pemiliknya, Rose tidak akan mau memupuk asa dalam perasaannya. Hati tidak pernah menuntut pada siapa ia telah diambil alih, yang Rose tahu ia jatuh pada pandangan pertama dan seterusnya.

Perhatiannya semakin samar. Pun kedekatan mereka semakin merenggang. Genggaman tangan tak pernah menemui hangat lagi. Tutur kata cinta jarang terucap. Angan-angan masa depan mulai terlepas. Kebersamaan perlahan mulai sirna, tapi perasaan yang ada enggan enyah.

Kemarin adalah hari di mana ia tidak mau mengulangnya kembali. Hari yang kembali menggoreskan luka. Hari yang mengacaukan hati. Hari yang semakin meyakinkannya tentang masa depan hubungan mereka. Rose mengembuskan napas. Kemarin memang hari yang cukup melelahkan untuknnya. Lelah fisik sekaligus hati. Namun, ia belum mau berhenti sekarang.

Hari kedua dari serangkaian acara puncak sekaligus menjadi hari terakhir kegiatan HUT sekolahnya. Hari ini tidak secerah hari kemarin. Matahari bersembunyi dibalik gumpalan awan mendung. Semoga saja hari ini tidak turun hujan agar yang datang ke sini tidak terganggu. Tugas Rose kali ini tidak lagi menjadi seksi dokumentasi. Ia menemani Eunha di sebelah panggung festival band. Hari ini yang memeriahkan acara festival adalah kelompok band dari luar sekolah.


“Ros, Mingyu kok nggak bisa dihubungin, sih?”

Tiba-tiba saja Kak Daniel dan beberapa anggota band sekolahnya datang ke tempatnya. Ia mengerutkan dahi, mengingat kembaki kapan terakhir ia berhubungan dengan Mingyu. “Aku dari kemarin nggak chat-an sama dia, Kak. Jadi, aku nggak tahu.”

“Band kita tampil ke berapa, Ros?” tanya Dokyeom, drummer band sekolahnya.

Rose memeriksa kertas yang berisi  urutan tampil peserta di tangan. “Dua nomor lagi nyampe, Kak.”

“Tuh kan!” teriak anggota yang paling cantik, Jiho. Ia memasang muka kesalnya. “Tuh anak ke mana sih? Dari pagi nggak keliatan loh. Ditelpon nggak diangkat-angkat dari tadi. Eh, sekarang malah nomornya nggak aktif. Kampret tuh Keling!”

Semenjak kesehatan Mina menurun dan otomatis harus absen dari latihan band, akhirnya digantikan oleh Jiho. Mina sendiri yang meminta mengundurkan diri. Tampaknya, cewek itu sedang ada masalah. Ketara sekali dari aura wajah Mina yang muram.

Rose tidak tahu jika menghubungi Mingyu sesulit ini. Setelah kejadian kemarin, ia tidak lagi menghubungi Mingyu. Cowok itu juga tidak mengabarinya. Rose memang berharap Mingyu akan menghubunginya terlebih dahulu atau sekadar meminta maaf pun tidak apa. Namun, dari semalam hingga detik ini, tidak ada satu pun chat yang masuk dari Mingyu.

Ia juga tidak ingin kesalahpahaman yang terjadi di antara mereka berlarut. Hanya saja, masih ada yang harus Rose prioritaskan, adalah kelancaran jalannya acara HUT sekolah. Jadi, Rose pikir menunda hingga acara selesai adalah hal yang baik. Namun, Rose lupa bahwa tak semuanya berjalan dengan perkiraannya.

“Lo punya nomor nyokapnya nggak?” tanya Kak Daniel lagi pada Rose. “Coba tanyain deh tuh anak di rumah apa enggak.”

Rose tidak pernah merasa punya nomor ibunya Mingyu, meskipun beberapa kali ia menyempatkan main ke sana. Namun, ia tetap memeriksa kontak ponselnya. Takut-takut Rose lupa. “Kalu ibunya nggak ada, “ katanya sambil menelusuri ponsel. “Tapi punya nomor adiknya.”

1001 Kisah Munroses ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang