"Suatu hubungan itu banyak kurangnya, makanya berdua biar saling tanggung jawab untuk melengkapi."
.
.
.
Rose tidak mengerti dengan jalan pikir kekasihnya. Ia mempunyai pacar seperti tidak punya pacar. Ada tapi tidak terlihat. Menyebalkan. Sangat-amat-menyebalkan. Rose berdiri di hadapan Mingyu dengan setumpuk amarah. Bahkan Mingyu tidak menyadari kehadirannya dan terlampau fokus dengan laptop dan sepasang telinga yang sudah terpasang earphones.
"Loh kamu, Yang? Udah lama?"
Setelah bertanya Mingyu kembali fokus dengan kerjaannya. Rose mengambil kursi di depan Mingyu, masih memerhatikan Mingyu. Setelah menyadari kehadirannya pun, Mingyu masih mengabaikan Rose. Ia menarik laptop dan menatap Mingyu sebal.
"Ros …." Mingyu mendekatkan kembali laptopnya. Dan kembali larut pada benda pipih itu.
Merasa jengah dengan sikap Mingyu, Rose mengikis jarak antara mereka, mendudukan diri di sebelah Mingyu. "Gyu." Mingyu membalas dengan berdeham. "Kamu tahu nggak sih? Aku punya pacar, tapi kayak nggak punya pacar."
"Ros …." Mingyu memusatkan perhatian pada sang kekasih.
"Aku belum selesai ngomong," tandas Rose cepat. Ia tidak bisa menahan emosi lebih lama lagi. Atau lebih tepatnya unek-unek yang selama ini ia simpan.
"Temen-temen aku pergi kondangan sama pacarnya, makan-makan sama pacarnya, foto-foto sama pacarnya, pergi ke acara-acara formal sama pacarnya, sementara aku selalu sendirian. Kamu ada, tapi kamu nggak ada." Jeda sejenak untuk mengatur napas yang memburu. "Aku tahu kamu nggak nyaman di keramaian. Kamu nggak suka ketemu sama banyak orang. Kamu yang sibuk, kamu yang banyak kerjaan. Masa iya sih kamu nggak bisa luangin waktu sedikit buat aku?"
Oh, Rose tidak akan membiarkan Mingyu mengambil alih pembicaraan mereka. Tidak akan memberi kesempatan pada Mingyu, sebelum Rose selesai dengan unek-uneknya. "Kamu ke mana saat aku butuh kamu? Kamu ada di mana saat aku ngajak kamu? Kamu cuma iya-iya aja, tapi hasilnya? Kamu nggak datang."
Melihat Rose yang mulai dikuasai emosi, Mingyu merapihkan barang-barangnya dan memasukannya ke tas. "Kita bicara di atas, yuk." Karena Mingyu tahu membahas hal ini bukan lah yang mudah.
Cofe yang dirintisnya semasa kuliah ini bersama sahabat karibnya——Jung Jaehyun, mempunyai dua lantai. Lantai teratas ia gunakan sebagai area privasinya. Bukan seperti sebuah kamar, melainkan serupa dengan ruang santai kebanyakan.
Selama langkah kakinya menaiki anak tangga satu per satu, Rose tidak bisa untuk menghentikan laju emosi yang terlanjur memuncak. "Setiap kali kamu bilang iya, aku selalu berharap, tahu nggak? Setiap kamu bilang mau berusaha, aku selalu nunggu hasil usaha kamu. Tapi, kenyataannya apa? Nggak ada hasil sama sekali. Iya lah nggak ada hasil, kamu niat aja enggak. Aku makin ke sini makin nggak ngerti sama kamu. Kamu tuh sebenarnya sayang nggak sih sama aku?"
Mingyu menghentikan langkah. Ia berbalik menghadap Rose. Sementara Rose masih menatap Mingyu dengan kesal. "Aku nggak bercanda, ya. Aku serius." Rose melihat Mingyu masih menggenggam tangannya. Lalu melepaskannya. "Nggak usah pegang-pegang."
"Hey." Mingyu menghadapkan Rose ke arahnya. "Aku minta maaf sama kamu."
Matanya menyipit tak habis pikir, kemudian Rose melengos terlebih dahulu. Mingyu cepat-cepat mengikutinya. "Kamu tuh selalu kayak gini. Minta maaf terus, minta maaf terus, tapi ujung-ujungnya kamu selalu balik lagi ke awal. Aku nggak mau kamu kayak gini terus. Aku capek, tahu nggak?"
KAMU SEDANG MEMBACA
1001 Kisah Munroses ✓
FanfictionHanya berisi cerita pendek/random Mingyu dan Rose ❤️