Mereka masih menempati hotel yang sama. Bedanya, kini mereka satu kamar. Berada di ruangan yang sama dengan Rose tidak pernah terpikirkannya sama sekali. Bergantian dengan Rose, Mingyu pun sudah membersihkan diri. Matanya kini melihat Rose sudah berbaring lengkap dengan selimut yang menutupi hampir sebagian tubuhnya. Mingyu mendekati Rose dan melihat perempuan itu sudah terlelap.
“Sekarang kau bisa sandarkan segala lelahmu. Ceritakan tentang apapun, aku akan mendengarkan. Jangan pernah merasa sendiri lagi, Ros, ada aku yang tidak akan pernah pergi.”
Tentang segala lika-liku dalam hidupnya, Mingyu tidak pernah menyangka jika Rose bisa bertahan sampai sekarang. Rose yang selalu diabaikan, dihina, dan bahkan sempat mengalami pelecehan oleh kakaknya sendiri. Terlalu rumit untuk Mingyu memahami, tapi ia hanya ingin menyingkirkan awan kelabu itu. Sudah cukup Rose bergelut dengan kepelikkan yang membelit, sudah saatnya ia terlepas dan bahagia. Tentunya menciptakan bahagia bersama seumur hidup. Sebab tak perlu bersama selamanya. Selamanya terlalu lama, bagi Mingyu cukup seumur hidup saja.
Dari sisi samping dan saat terlelap dengan wajah damainya, Rose terlihat jauh lebih cantik. Ia merapihkan anak-anak rambut yang menutupi sebagian wajah Rose. Melihat Rose yang seperti ini membuat Mingyu sangat tenang. Tidak ada lagi air mata, tidak lagi binar yang menyakitkan, dan tidak ada lagi hati yang terluka. Mingyu berharap ke depannya, ia bisa mengganti segala luka yang sempat tertoreh. Setidaknya, tidak akan ada lagi kisah yang melukai hari-hari istrinya.
Mingyu bangkit. Hari ini sangat melelahkan. Namun, ada sesuatu yang harus ia urus untuk mempersiapkan hal-hal yang tidak terduga. Setelah mengenakan jaket, Mingyu keluar untuk bertemu dengan Daniel. Mereka membuat janji temu di salah satu caffee shop milik Jungkook. Setelah hampir tiga puluh menit mengendarai motorya, Mingyu akhirnya sampai.
“Aku hanya berhasil mendapatkan ini.”
Mingyu menerima sebuah amplop cokelat dari Daniel dan membukanya. Ia membaca dengan detail beberapa lembar kertas itu. Akhirnya, Mingyu menceritakan kerumitan yang terjadi hingga dia membutuhkan bantuan para sahabatnya ini.
“Terima kasih. Ini cukup membantuku.”
Mingyu tiba sampai rumah hampir menjelang pagi. Rencananya, hari ini ia akan membawa Rose menuju ke rumahnya. Masih ada waktu hingga matahari terbit. Mingyu bisa memejamkan matanya sebentar. Rose masih terlelap dalam mimpinya. Semoga mimpi buruk tidak pernah menyambangi dalam lelapnya. Setelah mengganti pakaian, Mingyu memosisikan diri di samping Rose.
Mingyu bahagia menjadi bagian dalam hidup Rose. Dan sebuah kebahagiaan tidak perlu dipamerkan kepada dunia. Mingyu pernah membaca, ‘ketika kau melakukan usaha untuk mendekati cita-citamu, di waktu yang bersamaan cita-citamu sedang mendekatimu. Alam semesta bekerja seperti itu.’ Saat ini Mingyu sedang berjuang untuk melepaskan segala hambatan-hambatan yang mengikat mereka. Cita-citanya hanya ingin menghabiskan sisa umurnya bersama Rose, meskipun Mingyu tahu hidup dalam sebuah pernikahan tidak lah mudah. Akan ada banyak kerikil-kerikil yang menghadang mereka. Paling tidak, seluruh keluarga, baik keluarganya maupun keluarga Rose merestui mereka agar semesta pun juga merestui perjalanan mereka.
Saat membuka mata, Mingyu mendapati Rose sudah tidak ada di sampingnya. Seketika Mingyu bangun dan mulai mencari keberadaan Rose. Dan menemukannya sedang bergulat di dapur. Mingyu tersenyum tenang. Rose tidak berlari. Ia hanya takut jika Rose belum bisa menerimanya. Namun, melihat Rose dengan andalnya berperang dengan alat dapur, mampu meredamkan kepanikan Mingyu.
Mingyu memang sengaja membeli persediaan bahan makanan saat mulai tinggal di sini. Ia lebih menyukai masakan sendiri daripada membeli di luar. Mingyu menopang dagu sembari memerhatikan Rose. “Aku tidak tahu sejak kapan kau pintar memasak.”
KAMU SEDANG MEMBACA
1001 Kisah Munroses ✓
FanfictionHanya berisi cerita pendek/random Mingyu dan Rose ❤️