Meta

64K 7.7K 101
                                    

Kepergian Erlan benar benar membuat Meta kecewa. Entah kenapa gadis kecil itu merasa bahwa ia sangat kehilangan sosok pria besar nan pemarah yang sekarang telah mengembalikanya ke tampat asalnya.

Meta bukanya tak ingin menangis melihat punggung lebar Erlan yang meninggalkanya tapi ia benar benar tak bisa menangis. Menurutnya menangis tak akan membantunya. Toh kalau dia menagis hingga guling guling pun Erlan tidak mungkin membawanya kembali.

"Heh! Bocah!" sentak Wanita paru baya bernama Merry itu yang sifatnya berubah seketika saat Erlan meninggal Yayasan itu.

Meta tak menghiraukan panggilan dari bibi 'Tersayangnya' itu. Ia malah berjalan masuk kedalam Rumah Panti
itu tanpa izin terlebih dahulu.

"Kau tuli hah?!" Meta hanya menutar bola matanya dan tetap berjalan masuk.

"Yaak! Aku bicara pada mu! Jawab aku!" sentak Merry

"Apa sih bibi? Aku lelah." jawab malas meta.

"Sini!" Merry menarik pergelangan tangan Meta untuk masuk keruang tamu.

"Jangan tarik tarik bisa ga sih! Sakit tau!" Meta mencoba melepasan cengkalan dari tanganya. Tentu saja itu sia sia wanita itu lebih besar dan kuat tentunya dari dia.

"Duduk!" Meery mendudukan Meta dengan paksa di sebuah kursi pelastik. Dan si empunya hanya diam sambil memengang pergelangannya yang sakit.

"Aku bertanya pada mu!"Meta menyipitkan matanya memandang Merry dengan kesal.

"Apa! Dari tadi kau terus bilang ingin bertanya! Bilang saja kenapa sih!"bentak Meta.

Merry menatap Meta sambil berdecak pinggang dengan ekspresi geram. Gadis kecil didepanya semakin hari semakin kurang ngajar.

"Kauu! Aish! Dengar kenapa kau kembali kesini,hah!?" tanya Merry menatap tajam lawan bicaranya.

"Kenapa aku kesini?" Meta menaikan sebelah alisnya. Menatap wanita didepannya dengan mengolok.

"Lalu kalau aku tidak kesini aku kemana? Aku tinggal disini kok." lanjut Meta.

"Hah.. Sejak kapan kau tinggal disini,hah?!"

"Mau ku beritahu tanggal,bulan,dan tahun berapa aku kesini? Heumm wanita tua memang pelupa."

Merry benar benar kehilangan kendali atas emosinya. Dari mana bocah kerdil itu belajar bahasa seperti itu.

Plak.

Sebuah tamparan melesat tepat di pipi kanan Meta. Meta memegang pipinya yang memerah.Gadis kecil itu mencoba untuk tidak menangis walau terlihat jelas matanya sudah berkaca kaca.

Hey bung Meta tetaplah anak kecil!

"Belajar dari mana kau bicara seperti itu pada ku!"

Meta menatap Merry dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Kau. Aku belajar dari kau!" Meta menundukan wajahnya, berusaha keras untuk tidak menetaskan air yang ada di matanya.

"Dengar. Kami membawa mu pergi bukan untuk kembali lagi kesini Tau!" Meta menatap Merry dengan kebigungkan. Ia tak sadar bahkan tak mengerti apa yang dikatakan Merry.

Wft! Papa?!  |ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang