Pandan Selasih menutup lembar terakhir buku yang dibacanya. Malam ini ia telah menyelesaikan membaca lima buah buku tentang Graha Brana, buku-buku yang dipinjamnya dari perpustakaan sore tadi. Nyala api senthir di atas meja kecilnya tampak meliku-liuk.
"Wah, minyaknya hampir habis. Untunglah aku sudah selesai membaca," gumam anak perempuan itu. "Aku harus menuangkan minyak lagi."
Anak perempuan itu turun dari ranjangnya yang berseprai warna merah. Ia mengedarkan pandangan dan tertegun melihat tempat-tempat tidur yang lain kosong. Mayang Srini, Arumdalu, dan Laksmi Larasati tidak ada di ruangan itu.
"Ke mana mereka?" gumamnya heran.
Tampak pintu kamar dalam keadaan terbuka. Perlahan ia menghampirinya dan melongok ke luar. Koridor di depan ruang tidur itu sepi, agak remang-remang, hanya diterangi obor kecil yang dipasang di dinding luar kamar.
Pandan Selasih menajamkan pandangannya. Di ujung koridor tampak seseorang sedang mematung sambil menatap dinding. Lasih merasa mengenalnya.
"Itu kan Laksmi? Apa yang sedang dilakukannya?"
Lasih melangkah hati-hati menghampiri Laksmi. Ternyata anak perempuan itu sedang memerhatikan cicak-cicak di dinding.
"Laksmi?" sapa Pandan Selasih.
Si hitam manis itu tidak menoleh, pandangannya tetap terpaku ke arah dinding.
"Apa yang sedang kau lakukan di sini?"
"Mengikuti cicak," sahut Laksmi pelan, menerawang. "Tadi cicak ini ada di kamar, lalu menuju ke sini."
Alis Lasih berkerut. Untuk beberapa saat ia tidak tahu harus berbuat apa.
"Kau... untuk apa kau mengikuti cicak?" ujar Lasih kemudian.
Laksmi menggeleng.
"Aku tidak tahu, Lasih. Aku tiba-tiba merasakan dorongan yang kuat untuk memerhatikan cicak, lalu mengikutinya."
Pandan Selasih bingung. Sepontan ia mencubit lengannya sendiri. Rasanya cukup sakit. Jadi, ia merasa yakin dirinya tidak sedang bermimpi.
"Maaf, Laksmi. Menurutku kau sangat aneh. Untuk apa kau memerhatikan dan mengikuti cicak-cicak itu?"
"Kau juga aneh, Lasih. Kupikir tadi kau sedang membaca buku. Tapi kau membuka-buka lembaran buku itu begitu cepat, seolah-olah hanya membaca satu huruf saja tiap halamannya. Begitukah caramu membaca? Kau juga aneh, Lasih."
Laksmi Larasati berkata sambil terus menatap cicak-cicak di dinding. Keadaannya seperti orang setengah sadar.
Pandan Selasih terkesiap. Ia memang membaca buku tadi, benar-benar membaca, dan merasa tak ada yang aneh. Namun rupanya Laksmi telah memerhatikannya. Benarkah ia terlihat seperti sedang membuka-buka cepat halaman buku saja?
KAMU SEDANG MEMBACA
HINGGILOKA Legenda Sang Putri Merah [LENGKAP]
FantasyLasih, anak perempuan berusia sepuluh tahun, diundang ke Istana Hinggiloka oleh Maharaja Mahagraha. Di sana ia diperlakukan istimewa oleh Sang Maharaja, melebihi anak-anak lain yang juga diundang. Maka beredar selentingan Lasih sesungguhnya anak kan...