Bagian 68 - JALMATIRON

45 3 0
                                    

Pangeran Arcapada dan Gadung Lelono berjalan menuju Bangsal Atmaja. Namun tiba-tiba Sang Pangeran berhenti melangkah.

"Aku ingin menjumpai Lasih, Paman Gadung Lelono," kata Pangeran Arcapada. "Apakah sekarang ia berada di Bangsal Atmaja juga?"

"Tidak, Pangeran. Pandan Selasih masih dirawat di Griya Tamba. Ia masih memerlukan perawatan khusus," sahut Gadung Lelono. "Tentu saja ia masih tetap dikawal, oleh tiga orang prajurit."

"Kalau begitu aku akan menemuinya sebentar," kata Sang Pangeran.

Gadung Lelono mengernyit sedikit, lalu mengangguk.

"Baiklah, Pangeran. Eh... saya akan mengantar Anda ke sana," ujarnya agak ragu.

Di Griya Tamba Lasih masih duduk di ranjang, bersandar pada tumpukan bantal. Wajahnya tampak datar saja, tidak menggambarkan perasaan sakit atau perasaan-perasaan lainnya. Seseorang tengah duduk di samping ranjang. Dia adalah Nyai Kapti.

"Pangeran Arcapada?" ujar Nyai Kapti bernada heran. "Dan Anda, Tuan Gadung Lelono? Kalian ingin menjenguk Pandan Selasih?"

Pangeran Arcapada dan Gadung Lelono mengangguk.

"Kami baru saja berbicara mengenai beberapa buku di perpustakaan," lanjut wanita tua itu. "Kukatakan pada Lasih, tak perlu memaksakan diri untuk membaca. Yang paling penting Lasih harus pulih dulu kesehatannya."

Lasih terlihat diam saja.

"Maaf, Nyai Kapti, dan Paman Gadung Lelono," ujar Pangeran Arcapada. "Aku ingin berbicara berdua dengan Pandan Selasih. Dapatkan kami ditinggalkan berdua saja?"

Nyai Kapti dan Gadung Lelono saling pandang, lalu keduanya mengangguk. Keduanya segera keluar ruangan. Pangeran Arcapada juga meminta tiga orang prajurit pengawal agar bergeser ke dekat pintu. Prajurit-prajurit itu patuh.

Pangeran Arcapada menatap Lasih.

"Apakah keadaanmu sudah lebih nyaman?" tanya Sang Pangeran.

Pandan Selasih mengangguk.

"Oh ya, kurasa tadi Laksmi ingin mengobatimu, Lasih. Dia hendak menyentuh lukamu. Tapi mengapa kau menepisnya?" ujar Pangeran Arcapada.

"Saya hanya... tak ingin ada orang yang menyentuh luka saya," sahut Lasih lirih.

"Mengapa?"

"Tidak apa-apa, Pangeran. Saya masih merasa terguncang," sahut anak perempuan itu. "Rasanya saya perlu menenangkan diri dengan membaca buku, atau melakukan sesuatu yang santai."

Pangeran Arcapada memandangi anak perempuan itu beberapa saat.

"Memangnya buku apa yang ingin kaubaca?"

"Kitab Undang-Undang Kerajaan Sanggabuana. Tapi menurut Nyai Kapti, itu sama sekali bukan bacaan santai. Katanya lebih baik saya tidur saja."

"Ya ampun, Lasih. Kau ingin membaca buku semacam itu? Kurasa Nyai Kapti benar, lebih baik kau berbaring saja. Buku-buku semacam itu tidak akan membuatmu merasa santai."

Anak perempuan berbaju merah-merah itu mengedarkan pandangan dengan hati-hati.

"Saya senang Pangeran datang lagi kemari. Seperti sebuah kebetulan saja," bisik Pandan Selasih.

Pangeran Arcapada memerhatikan Pandan Selasih. Kelihatannya Lasih ingin mengatakan sesuatu yang penting.

"Terus terang aku khawatir sekali dengan keadaanmu, Lasih. Makanya aku menjengukmu lagi."

Lasih tersenyum sejenak, seakan mengucapkan terima kasih, tapi lalu wajahnya berubah menjadi bersungguh-sungguh. Kemudian anak itu menyingsingkan sedikit kain merah yang membebat kepalanya yang terluka.

HINGGILOKA Legenda Sang Putri Merah [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang