"Kakang Gadung Lelono?" ujar Kinanthi Maheswari heran melihat siapa yang muncul.
Saat itu Menteri Kinanthi, Nyai Adicara, dan para lare winih masih berada di Ruang Primpen. Dan Gadung Lelono, Pimpinan Pasukan Khusus Kerajaan Sanggabuana itu, tiba-tiba masuk.
"Ada apa, Kakang?" tanya Sang Menteri.
"Rayi, diluar sedang kacau," kata Gadung Lelono. "Aki Guru berpesan agar kalian semua tetap berada di Ruang Upiksa, atau di Ruang Primpen ini juga tidak apa-apa, yang penting jangan keluar ruangan."
"Memangnya apanya yang kacau?" tanya sang istri itu sambil meringis memegangi perutnya.
Gadung Lelono tergopoh-gopoh menghampiri Menteri Kinanthi. Tepat pada waktunya, lelaki itu berhasil menangkap tubuh istrinya yang nyaris ambruk.
Kinanthi Maheswari didudukkan di lantai.
"Apakah sudah waktunya kau melahirkan?" tanya Gadung Lelono. Nadanya bingung dan cemas.
"Tidak. Tak apa-apa Kakang. Kurasa aku hanya kelelahan. Kata Ki Waskita masih sekitar seminggu lagi."
"Kau yakin, Rayi?"
Kinanthi Maheswari mengangguk-angguk.
"Ada apa Kakang ke sini?" tanya Menteri Kinanthi.
"Aku hendak mengambil denah terbaru ruang bawah tanah Istana Hinggiloka. Kami sangat memerlukannya sekarang. Di mana kausimpan denah itu?"
"Bisa saya bantu untuk mengambilkannya?" sela Nyai Adicara menawarkan.
"Ya, Nyai Adicara. Ada di laci atas meja kayu itu. Terima kasih, Anda baik sekali," ujar Kinanthi Maheswari, lalu kembali meringis memegangi perutnya.
Gadung Lelono yang biasanya tenang saat ini terlihat bingung dan cemas atas keadaan istrinya itu.
Sementara itu Nyai Adicara cepat mengambil denah yang dimaksud. Ia mengambil gulungan dari laci lalu membentangkannya. Tiba-tiba ia tersenyum, dan berkata, "Terima kasih. Benda inilah yang sudah lama kucari-cari."
Orang-orang yang mendengarnya memandang heran Nyai Adicara.
Gulungan itu cepat-cepat dimasukkannya ke dalam baju kebayanya, lalu ia mencabut kembang mentul tiruan di sanggulnya dan dengan sigap Nyai Adicara menarik lengan Pandan Selasih.
"Kurasa semua tahu apa yang akan terjadi bila ada yang bergerak," ujarnya sambil menempelkan pangkal kembang itu di leher si Baju Merah. Ternyata pangkal kembang tadi adalah mata pisau belati.
Semua yang melihatnya terkesiap kaget.
Gadung Lelono sudah akan membuka mulutnya, tapi Nyai Adicara berkata tegas, "Tetap diam semuanya! Jangan ada yang bergerak! Atau... atau belati ini akan menusuk leher Pandan Selasih!"
Semuanya terbelalak. Tindakan Nyai Adicara benar-benar mengejutkan mereka.
Nyai Adicara melangkah mundur sambil menarik Lasih sebagai perisainya. Ia meninggalkan Ruang Primpen melewati pintu rahasia yang terhubung dengan Ruang Upiksa.
Dibal segera beranjak, namun Gadung Lelono buru-buru mencegahnya.
"Tunggu! Jangan tergesa-gesa bertindak. Wanita itu sedang menyandera Lasih. Jika kau salah langkah, nyawa Pandan Selasih jadi taruhannya."
Maka semuanya hanya bisa melihat kejadian itu tanpa kuasa bertindak apa-apa.
Sementara itu di luar, di puncak menara tertinggi, Panji Pataka tengah mendampingi Pangeran Arcapada yang sedang mengerahkan kekuatan Mangsa Buana, atau kekuatan mengendalikan cuaca. Angin berembus amat kencang, membuat kain panji-panji di ujung atap-atap menara berkelebatan kian-kemari.
KAMU SEDANG MEMBACA
HINGGILOKA Legenda Sang Putri Merah [LENGKAP]
FantasyLasih, anak perempuan berusia sepuluh tahun, diundang ke Istana Hinggiloka oleh Maharaja Mahagraha. Di sana ia diperlakukan istimewa oleh Sang Maharaja, melebihi anak-anak lain yang juga diundang. Maka beredar selentingan Lasih sesungguhnya anak kan...