Bagian 59 - HALANGAN YANG SERAGAM

49 3 0
                                    

"Kita akan memeriksa apakah denah-denah ini akurat atau tidak," kata Pandan Selasih.

Saat itu para lare winih dan seorang prajurit pengawal Lasih berkumpul di ujung telundakan batu menurun menuju ruang bawah tanah. Beberapa dari mereka menggenggam batang obor, dan beberapa yang lain membawa denah dari klaras.

"Aku sudah membagi kalian menjadi tiga kelompok, masing-masing beranggota tiga orang. Kelompok pertama akan menyusuri lorong utama, kelompok kedua memeriksa sayap kanan, dan kelompok ketiga memeriksa sayap kiri. Tugas kalian adalah memastikan apakah lorong-lorong yang kalian telusuri telah sesuai dengan denah yang ada pada kita atau tidak. Berilah tanda silang bila tidak sesuai. Nah, apakah bisa dimengerti?"

Para lare winih mengangguk-angguk.

"Lasih, kita semua yang memeriksa berjumlah sembilan orang, atau tiga kelompok. Berarti masih tersisa satu orang, yaitu kau. Lalu, kau sendiri mau ke mana?" tanya Andhaka.

Pandan Selasih tersenyum.

"Aku sedang menikmati rasa nyaman menjadi seorang ketua," ujarnya nyengir. "Aku tinggal main perintah saja, semuanya akan dikerjakan oleh kalian semua."

Para lare winih yang lain terbelalak. Sebelum rasa kaget itu berubah menjadi rasa marah dan tersinggung, Lasih buru-buru menambahkan.

"Tidak tidak tidak... " ujarnya dengan muka bersungguh-sungguh. "Aku hanya bercanda saja. Tentu saja aku akan sibuk seperti kalian juga. Aku akan mencari jalan menuju ruang bawah tanah di tingkat bawah, atau ruang-ruang amat rahasia. Kurasa agak sulit, tapi mungkin saja aku akan berhasil."

"Kau? Hanya berdua saja dengan prajurit pengawalmu?" tanya Mayang Srini agak tajam. "Kurasa kau membutuhkan cukup orang untuk melakukannya."

"Segera setelah kalian selesai memeriksa, kalian bergabunglah bersamaku," sahut Lasih. "Tapi, untuk saat ini, aku akan memeriksanya bersama dengan... nah, itu dia datang."

Seseorang bergegas menghampiri para lare winih. Dia adalah Pangeran Arcapada. Sang Pangeran segera tiba. Wajahnya yang ramah menyiratkan sebuah tanya.

"Saya sudah selesai membagi tugas, Pangeran," ujar Pandan Selasih. "Mereka sudah mengerti apa yang harus dilakukan, sedangkan Anda bersama saya dan prajurit pengawal akan mencari jalan menuju ruang-ruang rahasia di tingkat bawah."

"Kuharap kita semua melakukannya dengan senang hati," kata Pangeran Arcapada.

"Tentu, Pangeran," sahut Pandan Selasih dan lare-lare winih yang lain.

"Oh ya, jika aku meniup peluit, semuanya harus berkumpul kembali di sini, di telundakan batu," lanjut Pandan Selasih. "Jadi, perhatikan isyarat itu dariku."

Semuanya mengangguk.

Maka kemudian rombongan itu berpencar untuk melaksanakan tugas masing-masing.

"Terima kasih, Pangeran. Anda berkenan memenuhi undangan saya," kata Pandan Selasih.

"Sama-sama, Lasih. Sebagai warga baru, aku belum sempat menjelajahi seluruh ruang bawah tanah Istana Hinggiloka ini. Undanganmu adalah kesempatan baik bagiku. Lagipula aku seorang lare winih juga, bukan?"

Pandan Selasih tersenyum. Setelah menunjukkan salah satu lorong pada denah yang dipegangnya, anak perempuan berpakaian serbamerah itu memberi isyarat agar Pangeran Arcapada dan prajurit pengawal bergerak sesuai arahannya. Lasih memegang denah, sementara si Prajurit menggenggam obor. Mereka mulai melangkah menyusuri lorong tadi.

Sebenarnya Pandan Selasih mempunyai rencana tersendiri dengan mengundang Pangeran Arcapada. Ia berharap Sang Pangeran akan menunjukkan jalan menuju ruang bawah tanah di tingkat bawah. Barangkali saja Pangeran itu tahu. Memang, Lasih mengakui siasat seperti ini cukup licik, namun Lasih tidak mempunyai pilihan lain, karena Mahapatih Parasara sendiri tidak berkenan menunjukkan jalan itu.

HINGGILOKA Legenda Sang Putri Merah [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang