"Jadi begitukah penjelasannya?" ujar Mayang Srini bersungguh-sungguh.
Malam itu empat anak perempuan itu sedang duduk-duduk di kamar tidur. Kamar mereka cukup luas, langit-langitnya tinggi, dan ada empat buah ranjang dekat dinding. Sisa ruangannya dipergunakan sebagai semacam tempat duduk-duduk atau bersantai, dengan jengkok-jengkok kecil yang empuk.
Pandan Selasih mengangguk.
"Ya, aku hanya berpura-pura saja tidak punya sopan-santun," kata Pandan Selasih, mengaku dengan nada gemas. "Soalnya Dibal sudah kurang ajar, beberapa kali dia menendang kakiku di bawah meja makan. Berani sekali dia. Dia harus kubuat malu!"
Arumdalu dan Laksmi langsung tertawa geli.
"Kupikir..." kata Laksmi di sela-sela tawanya, "kupikir kau benar-benar tidak tahu tata-krama, Lasih. Ternyata kau hanya bersandiwara saja! Soalnya Dibal itu kelihatannya sangat menaksir dirimu. Lalu ternyata kau adalah seorang anak perempuan urakan dan liar. Tentu saja dia sangat malu!"
Ucapan Laksmi langsung disambut tawa keras Arumdalu. Badannya yang gemuk sampai terguncang-guncang. Mata Pandan Selasih menyipit - mestinya ia tengah nyengir di balik penutup wajahnya. Sementara Mayang Srini malah sedikit cemberut.
"Tapi mengapa kau mengorbankan aku, Lasih?" tukas Mayang Srini. "Tukar-menukar lauk yang sudah berada di piring? Apalagi sudah dimakan sebagian? Itu sungguh menjijikkan!"
"Kupikir kau tidak akan marah, Mayang. Setelah aku jelaskan keadaan sebenarnya," ujar Pandan Selasih. "Kita saling berteman, bukan? Saat itu, aku benar-benar membutuhkan seseorang yang bisa membantuku, dan karena kau duduk di sebelahku maka aku memilihmu. Sekali lagi, maafkan aku."
"Ayolah, Mayang," sela Laksmi. "Kita harus kompak dan saling menolong, bukan? Coba kau ingat-ingat perkenalanmu dengan Dibal tadi. Kulihat si Pangeran itu malah terkesan meremehkanmu. Berbeda sekali caranya ketika Dibal mengajak Lasih berkenalan. Kau seharusnya malah berterima kasih karena Lasih telah berhasil membuat muka Pangeran itu menjadi merah karena malu."
Setelah diam sejenak, tiba-tiba Mayang Srini tersenyum.
"Ya, ternyata setelah dipikir-pikir hal itu cukup menggelikan," ujarnya. "Lupakan saja Lasih, kau tak perlu meminta maaf padaku. Laksmi benar, tak boleh ada yang memperlakukan kita dengan buruk."
Tapi meskipun Mayang Srini sudah memaafkan Pandan Selasih, namun Mayang Srini masih menghindari bertatapan mata langsung dengan Pandan Selasih. Semenjak awal, semenjak tiba di Istana Hinggiloka, Mayang Srini memang selalu menjaga diri seperti itu. Hal ini bisa saja menimbulkan tanda tanya bagi Arumdalu dan Laksmi saat ini. Beruntung saat itu pintu kamar diketuk dari luar. Arumdalu membukakan pintu, lalu berkata pada seseorang, "Sekarang? Baiklah, kami segera datang. Terima kasih."
Setelah pintu ditutup ia berkata lagi, "Teman-teman, Mahapatih Parasara meminta kita semua berkumpul di Ruang Rembuk Bangsal Atmaja. Sekarang juga."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
HINGGILOKA Legenda Sang Putri Merah [LENGKAP]
FantasyLasih, anak perempuan berusia sepuluh tahun, diundang ke Istana Hinggiloka oleh Maharaja Mahagraha. Di sana ia diperlakukan istimewa oleh Sang Maharaja, melebihi anak-anak lain yang juga diundang. Maka beredar selentingan Lasih sesungguhnya anak kan...