Pagi harinya para lare winih mulai bertugas. Ada enam anak yang disebar, ditempatkan pada enam menara utama bersama prajurit-prajurit penjaga menara. Sisanya; dua orang berada di menara tertinggi, dan sepasang anak lagi ditugaskan sebagai pendamping penyambut tamu di pendopo utama. Ya, hari ini Istana Hinggiloka akan kedatangan tamu-tamu dari Kerajaan-Kerajaan Bagian Sanggabuana. Para tamu itu adalah para calon peserta Pesta Windon.
Sepasang lare winih yang bertugas mendampingi penyambut tamu adalah Pandan Selasih dan Dibal Patigaman. Para penyambut tamu itu berseragam kuning gading, kecuali Pandan Selasih yang tetap berpakaian merah-merah.
"Kau cantik sekali, Lasih," ujar Dibal.
"Apakah tidak ada hal lain yang bisa kau bicarakan?" ujar Pandan Selasih datar.
"Oh, tentu ada," sahut Dibal nyengir jahil. "Apa yang ingin kau bicarakan? Apakah tentang Pesta Windon?"
Sebetulnya Lasih tidak terlalu suka menanggapi Dibal. Namun tampaknya Dibal tahu tentang banyak hal, sehingga Lasih akhirnya terpaksa menyerah.
"Kapan Pesta Windon akan diadakan?" tanya anak perempuan itu setenang mungkin.
"Beberapa bulan lagi," kata Dibal. "Tentu asyik melihat siapa-siapa calon pesertanya."
"Memangnya kau tahu siapa saja pesertanya? Kau tahu siapa saja tamu yang akan datang nanti?"
Dibal menggeleng singkat.
"Tidak. Tapi tenang saja, Lasih. Kau lihat lelaki yang membawa klaras lebar itu? Yang berdiri di dekat pintu masuk itu? Nah, dia yang akan menyebutkan nama-nama tamu yang datang nanti. Semacam sambutan ucapan selamat datang. Kita dengarkan dia saja nanti."
Pandan Selasih mengangguk kecil. Ia cukup penasaran, seperti apa tamu-tamu itu.
Alunan suara musik gamelan mengudara, mengiringi acara pagi itu.
Seorang lelaki jangkung bermahkota melangkah masuk, diikuti dua orang lelaki lain; yang seorang tampaknya sudah berumur, sedangkan yang satunya masih cukup muda.
"Selamat datang Prabu Handakara dari Kerajaan Tanjungnawa. Selamat datang Arya Geluh dan Raden Asmara, dari Kerajaan Tanjungnawa," ujar lelaki penyambut tamu.
Lasih dan Dibal menangkupkan tangan di dada, menyambut tamu yang pertama itu. Para penyambut tamu lainnya melakukan hal yang sama pula. Ketiga tamu tadi melangkah memasuki lorong yang menuju Ruang Singgasana.
"Dua orang yang di belakang itu sepertinya calon raja baru Tanjungnawa," bisik Dibal. "Agak lucu ya, mereka bertiga kan saling bersaing. Kupikir mereka akan datang sendiri-sendiri."
"Mereka dari Tanjungnawa? Itu kan kerajaan asal Laksmi, bukan?" ujar Pandan Selasih sepontan.
"Ya, benar," sahut Dibal.
Tamu berikutnya membuat Dibal tersenyum lebar.
"Selamat datang Prabu Bomantara Patigaman dari Kerajaan Jati Gendani."
Seorang lelaki bertubuh tinggi besar, dengan muka merah, muncul. Mahkota bulat yang dipakainya terlihat kekecilan. Pandangan matanya tampak menyepelekan para petugas penyambut tamu. Tapi ketika melihat Dibal ia tersenyum lebar.
"Ayahanda," ujar Dibal.
Lelaki itu mencondongkan tubuh besarnya ke arah Dibal dan berkata lirih,
"Siapa anak perempuan ini? Pacarmu? Cantik sekali."
"Tentu, Ayahanda. Namanya Pandan Selasih," sahut Dibal.
"Pandan Selasih? Nama yang indah," ujarnya sambil mengedipkan mata pada anak lelakinya yang terlalu percaya diri itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
HINGGILOKA Legenda Sang Putri Merah [LENGKAP]
FantasyLasih, anak perempuan berusia sepuluh tahun, diundang ke Istana Hinggiloka oleh Maharaja Mahagraha. Di sana ia diperlakukan istimewa oleh Sang Maharaja, melebihi anak-anak lain yang juga diundang. Maka beredar selentingan Lasih sesungguhnya anak kan...