Ruang Rembuk, atau ruang berunding itu tidak terlalu luas, hanya berisi meja besar yang dikelilingi sejumlah bangku, sebuah papan hitam yang dipajang di dinding, serta sebuah rak kayu berisi tumpukan klaras dan tabung-tabung tinta. Aroma tinta sana menguar di udara.
Mahapatih Parasara didampingi oleh seorang wanita berbadan tinggi langsing. Wanita itu mengenakan kebaya dan celana panjang longgar. Rambutnya disanggul kecil di puncak kepalanya, dihiasi setangkai kembang mentul tiruan. Wajahnya berbedak tebal sehingga agak sulit ditebak umurnya. Ia membawa beberapa lembar klaras yang dijepit pada papan kecil, dan seperangkat alat tulis.
"Selamat malam, Anak-anak," kata Mahapatih Parasara sambil menyapukan pandangan pada sepuluh anak yang duduk mengelilingi meja besar. "Selamat datang di Istana Hinggiloka. Malam ini adalah malam pertama kalian dikumpulkan secara bersama-sama. Aku ucapkan sekali lagi, selamat datang di Istana Hinggiloka, istana Kerajaan Sanggabuan. Namaku Parasara, aku sebagai Mahapatih di sini, selaku tangan kanan Maharaja Mahagraha."
Mahapatih berhenti sebentar, lalu melanjutkan, "Kalian semua berjumlah sepuluh orang, merupakan perwakilan dari masing-masing Kerajaan Bagian serta satu wakil dari daerah ceceruk. Nah, perlu kalian ketahui, kalian telah dipilih dengan cermat semenjak lama. Kalian bukanlah anak-anak biasa. Ya, itu memang benar. Setelah diamat-amati, kalian adalah anak-anak istimewa. Hal ini, misalnya bisa dilihat dari gerak-gerik kalian. Meskipun baru berumur sekitar sepuluh tahunan, namun ucapan, tata kalimat, dan tingkah laku kalian telah melebihi anak-anak pada umumnya. Gerak-gerik kalian jauh lebih dewasa dibanding anak-anak biasa. Secara pribadi, hal ini membuatku terkesan.
"Nah, Maharaja pun menganugerahkan gelar untuk kalian semua. Gelar kalian adalah lare winih, yaitu sebutan untuk anak-anak pilihan Maharaja Mahagraha, yang akan dididik, dipersiapkan, dan dibekali dengan hal-hal tertentu, untuk kelak menjadi penerus pemerintahan Kerajaan Sanggabuana.
"Oh ya, apakah kalian sudah saling berkenalan? Belum kenal semua? Baiklah, barangkali aku perlu menyebutkan nama kalian satu-persatu, beserta kerajaan asalnya."
Mahapatih membuka lipatan klaras yang dipegangnya.
"Baiklah, kita mulai saja. Yang pertama Tobil Kadaluwarsa, dari Kerajaan Kelateng Alas. Kerajaan Bagian ini merupakan batas utara wilayah Sanggabuana. Silakan angkat tanganmu, Tobil."
Seorang anak laki-laki mengangkat tangannya.
"Baik. Berikutnya Laksmi Larasati, dari Kerajaan Tanjungnawa. Kerajaan ini merupakan Kerajaan Bagian termuda dan letaknya di pesisir pantai selatan. Kerajaan Tanjungnawa ini sekaligus merupakan batas selatan wilayah Sanggabuana. Silakan Laksmi, angkat tanganmu."
Laksmi yang berkulit hitam manis itu mengangkat tangannya.
"Kemudian Mayang Srini, dari Kerajaan Ngesti Ageng. Kerajaan ini merupakan batas barat Kerajaan Sanggabuana."
Mayang Srini mengangkat tangannya.
"Selanjutnya Dibal Patigaman, dari Kerajaan Jati Gendani, dan Mijil dari Kerajaan Curug Santer. Kedua kerajaan ini berada di batas timur Sanggabuana."
Dibal Patigaman mengangkat tangannya dengan gerakan tegas, disusul oleh seorang anak laki-laki lain.
"Itulah tadi perwakilan dari Kerajaan-Kerajaan Bagian di batas utara, batas selatan, batas barat, dan batas timur. Selanjutnya dari wilayah lainnya ada Andhaka, dari Kerajaan Swarnapati, letaknya di bagian tengah agak ke utara. Kemudian ada Giwangkara, dari Kerajaan Gowok Gading, serta Arumdalu dari Kerajaan Sada Aren, dua kerajaan ini letaknya cukup dekat dengan Ibukota Sanggabuana."
KAMU SEDANG MEMBACA
HINGGILOKA Legenda Sang Putri Merah [LENGKAP]
FantasyLasih, anak perempuan berusia sepuluh tahun, diundang ke Istana Hinggiloka oleh Maharaja Mahagraha. Di sana ia diperlakukan istimewa oleh Sang Maharaja, melebihi anak-anak lain yang juga diundang. Maka beredar selentingan Lasih sesungguhnya anak kan...