Bagian 19 - PAGI YANG BERKABUT

81 5 0
                                    

Pagi telah tiba. Pandan Selasih membuka matanya. Teman-teman satu kamarnya tampaknya belum ada yang bangun. Perlahan anak itu turun dari ranjang. Ia memerhatikan sebentar ranjangnya. Selimut, seprai, dan bantalnya semuanya berwarna merah menyala, juga gaun tidurnya. Anak perempuan itu menghela napas.

Lasih memakai sandal kamarnya. Warnanya merah pula. Lalu ia melangkah menghampiri jendela. Di luar gumpalan-gumpalan tipis kabut putih turun berlahan, membungkus menara-menara istana, serta pepohonan di sebidang taman di sebuah sudut.

Pandan Selasih memandangi taman itu, dan sesaat kemudian terhanyut lamunan. Ia melamun tentang dirinya yang saat ini berada di dalam Istana Hinggiloka, istana Kerajaan Sanggabuana. Ia juga melamunkan neneknya, desanya, dan perjalanannya dari Desa Larang Dubang ke istana, serta pertemuannya dengan kenalan-kenalan baru, hingga pagi yang berkabut ini.

Sepasang mata berbulu lentik di wajah cantik Lasih menerawang. Tapi sesaat berikutnya ia terjaga. Ia melihat sesuatu di taman itu.

Tampak seseorang berjalan melintasi taman. Seorang anak laki-laki seumuran Lasih, dengan ikat kepala keemasan, mengenakan pakaian longgar seperti pendekar. Anak laki-laki itu menggerak-gerakkan tangan, kaki, serta badannya.

Siapa dia? Batin Lasih. Kelihatannya dia sedang berolahraga pagi.

Lasih terus mengamatinya.

Setelah beberapa saat menggerak-gerakkan badan, anak laki-laki tadi berdiri tegak, lalu dia mulai bergerak lagi dengan cepat dan tangkas: memukul, menendang, menangkis, serta melompat. Kelihatannya dia sedang berlatih gerakan-gerakan bertarung.

Lasih berusaha menajamkan pandangannya. Ia mencoba mengenali wajah anak laki-laki itu, namun jaraknya cukup jauh untuk dapat mengamati wajahnya dengan jelas, apalagi kabut tengah berarak, membuat wajah anak itu tampak agak kabur. Apakah dia salah seorang lare winih kelompok kedua, atau yang lainnya?

Rasanya si anak laki-laki sangat menikmati apa yang sedang dilakukannya, mengingat cuaca masih dingin berkabut, tapi dia tetap bergerak dengan bersemangat. Umumnya orang-orang merasa enggan keluar ke halaman pada saat cuaca demikian.

Setelah memeragakan beberapa gerakan lagi, anak laki-laki itu kembali berdiri tegak. Mungkin hendak melakukan gerakan bertarung berikutnya?

Perlahan kedua kakinya saling menjauh, badannya direndahkan, kedua telapak tangannya terkepal dan dirapatkan ke pinggangnya. Lalu pelan-pelan, kepalan tangannya dibuka, dan melakukan gerakan seperti mendorong. Dan segera saja kabut yang membungkus dirinya mulai menyingkir dan menjauh. Bahkan kabut yang berarak itu menyebar seperti terkena tiupan angin.

Dalam beberapa kejap kemudian udara disekitar anak itu tampak bersih tak berkabut. Semuanya menyingkir terembus angin.

Pandan Selasih yang melihatnya terkesiap.

Dia bisa menghalau kabut? Batin Lasih takjub. Sepertinya dia bisa menciptakan hembusan angin, atau sesuatu, sehingga gumpalan-gumpalan kabut itu tertiup menjauh darinya.

Tiba-tiba kabut yang menyebar itu menyatu kembali, menyatu dengan cepat, dan berembus balik ke arah si anak laki-laki. Si anak laki-laki tampak kaget, seolah tidak menyangka hal itu akan terjadi. Kedua kakinya goyah dan mendadak tubuhnya terlempar ke belakang, terjatuh ke permukaan kolam di belakangnya. Anak itu tercebur keras, dan air kolam pun memercik ke segala arah.

"Kau sudah bangun Lasih?" terdengar sapaan di belakang Pandan Selasih.

Lasih terkesiap dan menoleh.

"Eh, Laksmi. Kau membuatku kaget," ujar Lasih pada si hitam manis itu.

"Sedang menikmati keindahan taman?" tanya Laksmi kemudian. Ia ikut melongok ke luar jendela. "Tapi cuaca tengah berkabut, bukan? Apakah kau menyukai kabut, Pandan Selasih? Tapi, hei, siapa itu yang sedang berenang di kolam taman? Pagi-pagi dingin begini apakah tidak tambah menggigil?"

Pandan Selasih pun melihat ke kolam. Anak laki-laki tadi terlihat berenang ke pinggir. Lalu dengan badan gemetar, mungkin amat kedinginan, dia naik ke darat. Setengah berlari anak laki-laki itu lalu meninggalkan taman tersebut.

"Dia tidak sedang berenang, Laksmi," kata Pandan Selasih. "Awalnya dia sedang berolahraga pagi, tahu-tahu jatuh terjengkang ke dalam kolam. Kau tahu siapa dia?"

Laksmi menggeleng.

***

HINGGILOKA Legenda Sang Putri Merah [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang