Masih di Ruang Upiksa.
Panji Pataka atau Aki Guru itu berpaling pada Kinanthi Maheswari. "Apakah mahkota itu sudah siap, Menteri Kinanthi?"
Kinanthi Maheswari mengangguk, lalu ia mendekat ke dinding dan menarik sebuah tuas. Terdengar bunyi mendengung seperti suara engsel logam. Lalu lantai di depan mereka bergeser perlahan, dan tampak telundakan menuju ruang bawah tanah.
"Mari kalian ikuti kami," ajak Panji Pataka.
Rombongan lare winih itu menuruni telundakan yang terbuat dari batu pualam putih.
Ruangan bawah tanah itu ternyata terang benderang. Sebuah kotak kaca besar di dinding tampak bersinar.
"Kalian beruntung, hari ini cuaca di luar cerah sehingga kotak kaca itu bercahaya terang pula," kata Panji Pataka. "Kotak itu meneruskan sinar matahari dari atas sana, sambung-menyambung hingga ke ruang bawah tanah ini. Inilah sebuah cara yang sederhana untuk memperoleh penerangan dari alam."
Para lare winih memandang dengan kagum.
Di tengah ruangan bawah tanah itu ada meja tinggi berkaki tunggal. Ada sebuah benda yang terselubungi kain sutera merah. Panji Pataka menarik kain itu sehingga tampaklah sebuah mahkota emas berkilauan. Bentuknya sangat indah, seperti bentangan sayap burung dok atau rajawali, bertaburkan batu-batu permata jernih kekuningan.
"Ini adalah mahkota yang kelak akan dipakai oleh Pangeran Arcapada," kata Panji Pataka. "Salah satu tugas kalian, para lare winih, adalah menjaga benda ini. Kalian siap?!"
Secara sepontan para lare winih berseru, "SIAP!"
"Bagus! Bagus sekali," ujar Panji Pataka, menyapukan pandangan pada para lare winih itu, lalu berkata lagi, "Di Kerajaan Besar Sanggabuana ini, setiap raja dibuatkan mahkota tersendiri, jadi bukan warisan dari raja sebelumnya. Hal ini berbeda dengan Kerajaan-Kerajaan Bagian, di mana mereka menggunakan mahkota secara turun temurun. Nah, ngomong-ngomong, mahkota ini telah dirancang dengan amat teliti dan hampir semua bagiannya terbuat dari emas."
Panji Pataka menyentuhkan jarinya pada batu permata pada mahkota itu. Dan, tiba-tiba saja batu permata itu memancarkan sinar berkilauan. Tak lama kemudian sinarnya meredup kembali. Panji Pataka mengulanginya lagi, dan kembali batu permata pada mahkota itu bersinar dan meredup.
"Batu permata ini bukan permata pada umumnya, melainkan berupa manikam selabrani. Manikam selabrani adalah jenis batu permata yang luar biasa. Salah satu keistimewaannya adalah bisa menyerap panas tubuh manusia dan memantulkannya kembali dalam bentuk sinar. Itulah makanya permata pada mahkota ini mengeluarkan sinar setelah kusentuh," ujar Aki Guru itu.
Para lare winih tampak terpesona. Panji Pataka membiarkan para lare winih mengagumi mahkota itu beberapa saat. Namun tiba-tiba Pandan Selasih mengangkat tangannya.
"Maaf, Aki Guru, saya ingin bertanya tentang mahkota itu," kata anak perempuan berpenampilan merah-merah itu. "Sepengetahuan saya, emas adalah jenis logam mulia yang bobotnya amat berat. Jadi, jika mahkota sebesar itu nyaris terbuat dari emas semua, apakah nantinya sang pemakai mahkota tidak merasa sangat terbebani?"
KAMU SEDANG MEMBACA
HINGGILOKA Legenda Sang Putri Merah [LENGKAP]
FantasyLasih, anak perempuan berusia sepuluh tahun, diundang ke Istana Hinggiloka oleh Maharaja Mahagraha. Di sana ia diperlakukan istimewa oleh Sang Maharaja, melebihi anak-anak lain yang juga diundang. Maka beredar selentingan Lasih sesungguhnya anak kan...