Bagian 62 - TAMBANG RAHASIA

53 4 0
                                    

Rrrrr.... rrrrr.... rrrrr...

Mereka yang berada di lorong buntu terperanjat. Suara itu terdengar dari arah lantai di bawah kaki-kaki mereka.

Tiba-tiba lantai ruangan di ujung dinding buntu bergeser ke samping. Disertai suara mendengung, seperti bunyi engsel logam, lantai itu terbuka perlahan, memperlihatkan anak tangga dari batu pualam menuju lantai bawah. Cahaya yang terang-benderang menyambut prajurit pengawal dan Laskar Lare Winih. Mereka semua terkesima.

Seseorang menaiki tangga batu pualam itu dan muncul di hadapan para lare winih. Sosok tersebut berambut dan berjenggot putih panjang, menggenggam tongkat hitamnya yang berkepala bulat.

"Aki Guru!" seru para lare winih senang. Betapa leganya mereka karena bayangan buruk terkurung dilorong buntu tidak menjadi kenyataan. Sebaliknya, mereka akhirnya senang, karena tampaknya mereka telah menemukan pintu menuju ruangan bawah tanah tingkat bawah.

"Aku tadi mengintip lewat lubang khusus. Tampaknya ada sedikit keributan di sini. Apa yang telah terjadi?" ujar Panji Pataka alias Aki Guru itu.

Segera saja para lare winih menceritakan apa-apa yang telah mereka alami.

Panji Pataka mengangguk-angguk.

"Hmm, kalau begitu Ludira Mahalaya memang tengah mengerahkan pasukan Satwatiron-nya untuk menguasai Istana Hinggiloka," ujarnya. "Wirukecu atau trenggiling-trenggiling bersisik biru itu pasti telah menggali lubang-lubang tersendiri sehingga mereka bisa melewati sumbatan-sumbatan lorong bawah tanah."

Lelaki tua berpakaian pendekar putih-putih itu lalu meniup peluit. Nadanya panjang dan pendek dengan pola-pola tertentu. Kedengarannya seperti isyarat rahasia.

Tak lama kemudian muncul tiga orang lelaki yang masing-masing memanggul tempayan berisi sesuatu. Panji Pataka menunjuk gundukan batu yang telah terbuka.

"Sumbat kembali lorong ini dengan batu-batu telur," ujarnya.

Maka tiga orang tadi membanjurkan cairan dari dalam tempayan ke puncak gundukan batu yang terbuka.

Terdengar suara meletup-letup. Batu-batu yang tersiram cairan itu tiba-tiba membelah-belah diri dan membentuk menjadi batu-batu telur yang sama. Kejadiannya cukup cepat, dan segera saja gundukan batu seragam yang menyerupai telur itu telah menyumbat kembali lorong tersebut hingga langit-langit.

Prajurit pengawal dan para lare winih terbelalak heran.

"Demi Yang Mahakuasa, apakah itu, Aki Guru?" tanya Pangeran Arcapada.

"Itu cairan manikam selabrani," sahut Panji Pataka. "Cairan khusus ini mampu menggandakan benda-benda yang tersiram cairan itu menjadi benda-benda yang serupa.

"Oh ya, jika pada awalnya kalian heran melihat lorong-lorong yang tersumbat oleh batu-batu yang seragam, penjelasannya adalah seperti tadi. Batu-batu itu digandakan dengan cara menyiramkan cairan manikam selabrani. Maka akan terbentuk batu-batu seragam yang banyak."

Para lare winih terpesona.

"Untuk menampung cairan manikam selabrani itu diperlukan wadah-wadah khusus seperti tempayan-tempayan tadi. Jika tidak, maka wadah-wadah itu sendiri yang akan tergandakan," lanjut Panji Pataka.

Para lare winih tertawa kecil.

Selanjutnya Panji Pataka bertindak cepat. Ia mengutus salah seorang dari tiga lelaki tadi untuk memberitahu Mahapatih Parasara dan Panglima Turangga Seta bahwa ruang bawah tanah telah berhasil ditembus oleh Wirukecu, salah satu jenis Satwatiron hasil rekayasa Ludira Mahalaya.

HINGGILOKA Legenda Sang Putri Merah [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang