Bagi Pandan Selasih, perjalanan naik kereta kuda itu terasa tak berujung. Rombongannya menembus jalan-jalan gelap yang panjang. Tapi anak itu mengakui dalam hati, bahwa ia memang nyaris tak pernah pergi dari Desa Larang Dubang, maka ia merasa perjalanan itu seakan tidak berkesudahan baginya.
Gadung Lelono telah menyuruhnya untuk tidur, namun anak perempuan itu bersandar saja di bangkunya tanpa bisa memejamkan mata.
"Saya tidak mengantuk, Paman," kata Pandan Selasih, setelah untuk kesekian kalinya Gadung Lelono memersilakannya beristirahat tidur.
Akhirnya mereka menjumpai suatu persimpangan jalan. Jalan yang lurus tampak menanjak, sedangkan jalan ke kanan dan ke kiri tampak datar saja.
"Kita akan ke kanan, Nak. Kita akan mampir sebentar di wilayah Kerajaan Gowok Gading," ujar Gadung Lelono. "Prajurit-prajurit yang terluka itu harus segera mendapatkan pertolongan lebih lanjut."
Pandan Selasih mengangguk. Gadung Lelono lalu menarik tali kekang, membelokkan arah kuda-kuda penarik kereta itu ke kanan.
"Apakah Kerajaan Gowok Gading bersahabat dengan Kerajaan Sanggabuana, Paman?" tanya Pandan Selasih.
"Hmm... apakah kau belum pernah mengenal tentang Tata Praja, Nak? Maksudku, tentang Kerajaan Sanggabuana beserta batas-batas wilayahnya?" Gadung Lelono balik bertanya.
Anak perempuan itu menggeleng.
"Tata Praja itu sebuah pengetahuan mengenai pengelolaan sebuah kerajaan. Juga pengetahuan mengenai wilayah-wilayah, batas-batasnya, dan seluk-beluk berbagai daerah," ujar Gadung Lelono. "Nah, Kerajaan Sanggabuana itu suatu kerajaan yang besar, terdiri atas sembilan Kerajaan Bagian. Ya, ada sembilan Kerajaan Bagian di Kerajaan Besar Sanggabuana itu. Salah satunya adalah Kerajaan Gowok Gading."
Pandan Selasih mengangguk kecil.
"Yang saya tahu, saya tinggal di Desa Larang Dubang. Desa itu berada di wilayah Kerajaan Sanggabuana," ujar Pandan Selasih. "Tapi saya tidak tahu, Desa Larang Dubang itu termasuk wilayah Kerajaan Bagian yang mana."
"Desa Larang Dubang tidak masuk Kerajaan Bagian manapun," sahut Gadung Lelono.
Pandan Selasih mengernyit heran.
"Maksud Paman?"
"Ya, Desa Larang Dubang memang berada di wilayah Kerajaan Sanggabuana, namun tidak termasuk Kerajaan Bagian manapun. Desa Larang Dubang berada di suatu tempat tersendiri yang disebut daerah ceceruk," kata Gadung Lelono. "Begini, Nak. Kerajaan Sanggabuana, jika diibaratkan sebagai sebuah lingkaran, Kerajaan Sanggabuana adalah lingkaran yang besar. Di dalam lingkaran besar itu ada lingkaran-lingkaran lain yang lebih kecil. Lingkaran-lingkaran kecil itu sebagai Kerajaan-Kerajaan bagian. Nah, tentu, di sela-sela antara lingkaran-lingkaran kecil itu ada wilayah yang kosong. Wilayah itulah yang disebut dengan daerah ceceruk. Nah, untuk Desa Larang Dubang, ia berada di salah satu bagian kosong atau daerah ceceruk tadi. Jadi, desa itu memang termasuk ke dalam wilayah Kerajaan Sanggabuana, tetapi tidak masuk ke Kerajaan Bagian manapun. Sudah paham, Nak?"
Pandan Selasih mengangguk lambat-lambat.
"Saya baru tahu bahwa Kerajaan Sanggabuana memiliki sembilan Kerajaan Bagian. Juga ada wilayah-wilayah yang disebut daerah ceceruk," ujar Pandan Selasih. "Lalu ada berapa jumlah daerah ceceruk di Kerajaan Sanggabuana, Paman?"
"Ada banyak daerah ceceruk, Nak. Namun hanya beberapa saja yang berpenghuni. Kebanyakan daerah-daerah ceceruk itu berupa wilayah kosong yang keadaan alamnya sulit dihuni oleh penduduk, misalnya jurang berbatu-batu, atau bukit-bukit padas, rawa-rawa, serta daerah-daerah semacam itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
HINGGILOKA Legenda Sang Putri Merah [LENGKAP]
FantasyLasih, anak perempuan berusia sepuluh tahun, diundang ke Istana Hinggiloka oleh Maharaja Mahagraha. Di sana ia diperlakukan istimewa oleh Sang Maharaja, melebihi anak-anak lain yang juga diundang. Maka beredar selentingan Lasih sesungguhnya anak kan...