Bagian 71 - TEROMPET TEMPUR

43 3 0
                                    

Para penghuni Istana Hinggiloka masih berkumpul di Bangsal Atmaja. Seorang prajurit bergegas mendatangi bangsal itu. Melihat pakaiannya, prajurit yang datang ini salah seorang Ketua Regu.

Prajurit penjaga membukakan pintu jeruji.

"Perhatian! Perhatian semuanya!!" seru si Ketua Regu yang datang.

Orang-orang segera berpaling kepadanya.

"Perhatian semuanya! Saat ini benteng Istana Hinggiloka sudah dikepung. Kemungkinan besar pasukan yang tengah mengepung itu di bawah pimpinan Ludira Mahalaya."

Orang-orang saling pandang. Keadaan yang mengkhawatirkan itu terjadi juga sekarang. Istana Hinggiloka tengah dikelilingi musuh!

Sebagian besar menyadari, orang-orang yang berada di Bangsal Atmaja bukanlah prajurit, jadi mereka nyaris tanpa daya dan hanya bisa menunggu saja apa yang bakal menimpa mereka. Mereka saling bergumam dengan wajah-wajah cemas.

Tiba-tiba terdengar suara terompet mendengung keras dari luar bangsal.

Prajurit Ketua Regu tadi berseru lagi,

"Terompet tempur sudah ditiup. Mereka sedang bergerak menyerang kita!"

Orang-orang mau tak mau terkesiap.

"Di mana para lare winih? Tahukah Bibi, Nyai Kapti?" ujar Pangeran Arcapada.

"Kalau tidak salah semuanya sedang berkumpul di Ruang Rembuk," sahut Nyai Kapti.

"Terima kasih, Nyai. Kalau begitu saya akan ke sana sekarang," kata Sang Pangeran, tampak tergesa.

Setengah berlari Pangeran Arcapada melewati kerumunan orang-orang menuju Ruang Rembuk Bangsal Atmaja.

"Pangeran Arcapada, ada apa?" tanya Andhaka menyambut.

"Kalian semua mendengar suara terompet tadi? Itu tanda pertempuran sudah dimulai."

"Pertempuran?!" ujar para lare winih terkejut.

"Benar. Benteng Istana Hinggiloka sudah dikepung musuh. Dan mereka sudah bergerak menyerang," sahut Pangeran Arcapada. "Apa rencana kalian?"

"Rencana? Aki Guru meminta kami agar selalu berkumpul," kata Andhaka lagi. "Tapi tidak ada pesan lainnya."

"Kalau begitu tak ada salahnya kita bersiap-siap," ujar Sang Pangeran.

"Pangeran, saya rasa, sebaiknya seseorang memimpin kita karena Lasih tidak ada," kata Laksmi Larasati.

Pangeran Arcapada menyapukan pandangan pada para lare winih.

"Saya memilih Anda untuk memimpin kami, Pangeran," lanjut Laksmi Larasati.

"Saya juga, saya memilih Anda, Pangeran," sambung Andhaka cepat.

"Saya juga," sambung Mayang Srini pula.

Dan lare winih yang lain kelihatannya tak ada yang keberatan.

Pangeran Arcapada tertegun. Ia sebenarnya tidak bermaksud agar mereka menunjuknya sebagai ketua. Namun rasanya tak banyak waktu lagi untuk merasa tidak enak.

"Baiklah kalau begitu," ujar Pangeran Arcapada. "Ayo kita ke depan, ke dekat pintu jeruji. Kita lihat keadaannya, mungkin kita bisa berbuat sesuatu."

Maka Laskar Lare Winih itu bergerak cepat. Mereka segera meninggalkan Ruang Rembuk itu. Tak lama mereka tiba di dekat pintu jeruji. Saat itu terdengar sayup-sayup suara denting senjata yang saling beradu. Datangnya dari luar benteng.

"Semoga para prajurit di luar sana bisa menghadapi serangan itu, mencegah mereka masuk ke dalam pekarangan istana," kata Pangeran Arcapada.

"Aku yakin bisa," kata Andhaka. "Prajurit Kerajaan Sanggabuana terkenal hebat. Apalagi di bawah pimpinan Panglima Turangga Seta. Kurasa tak mudah untuk menaklukkan mereka."

HINGGILOKA Legenda Sang Putri Merah [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang