Gadung Lelono merunduk mengamati tanaman-tanaman parilang yang tampak hitam hangus. Lelaki itu mendadak terkesiap, lalu melompat mundur. Tentu saja para lare winih keheranan. Namun segera mereka bisa melihat penyebabnya.
Terdengar suara mendengung-dengung seperti bunyi gerombolan tawon. Lalu dari bekas-bekas tanaman yang hangus itu muncul sekumpulan serangga-serangga kecil. Mereka beterbangan dalam jumlah yang amat banyak. Dan jumlah mereka semakin bertambah dengan cepat. Bunyi dengungnya juga semakin keras.
Untuk beberapa saat sebenarnya para lare winih itu terpesona, karena serangga-serangga itu tampak berkelap-kelip memantulkan cahaya matahari. Warnanya berganti-ganti. Sebentar kuning keemasan, berubah merah menyala, hijau terang, juga biru. Bagaikan intan berlian yang tengah beterbangan dan bergemerlapan.
Namun mereka segera waspada karena Gadung Lelono telah melangkah mundur dan tampak bersiap-siap untuk berlari.
"Itu Muring Inten! Serangga-serangga terkutuk!" seru Gadung Lelono. Serta-merta lelaki itu bergegas membuka baju luarnya. Tampaknya ia tengah bersiap-siap menghalau dengan kibasan bajunya, jika serangga-serangga itu menyerangnya. "Lindungi diri kalian masing-masing. Kalian semua punya kekuatan. Ayo, kerahkan sekarang juga!"
Bersamaan dengan itu, serangga-serangga berkelap-kelip indah itu langsung bergerak seperti dikomando. Mereka datang bergelombang, mendengung-dengung, mengerubuti para lare winih.
Kejadiannya terasa begitu tiba-tiba, sehingga anak-anak itu nyaris tak sempat berbuat apa-apa. Terlihat tangan Arumdalu terjulur panjang menjadi sulur tanaman hijau, namun sulur itu langsung mengerut lagi karena gerakannya kalah cepat dengan serangan Muring Inten. Serangga-serangga itu langsung menempel di pakaian dan beberapa bagian badannya. Anak itu langsung menjerit kesakitan. Ia jatuh dan berguling-guling di tanah sambil berteriak-teriak.
Lare winih lainnya mengalami nasib serupa. Nyaris semuanya langsung berjatuhan, menjerit-jerit menahan sakit karena dihinggapi serangga-serangga tadi. Bahkan Pangeran Arcapada juga tak berdaya. Walaupun sebetulnya Sang Pangeran sempat mengerahkan kekuatan Mangsa Buana, menciptakan hembusan angin, namun hembusan itu hanya bisa menghalau Muring Inten beberapa kejap saja. Tampak sekali Pangeran Arcapada kurang cepat bertindak, bahkan tidak bisa mengambil cukup ancang-ancang. Akibatnya anak laki-laki itu juga berteriak-teriak kesakitan sambil berguling-guling di tanah.
Bagaimanapun juga, meskipun sudah diberi peringatan oleh Gadung Lelono, namun para lare winih itu belum cukup terlatih untuk menghadapi serangan yang datang dengan tiba-tiba seperti itu. Mereka berlarian kocar-kacir dan hampir semuanya roboh dengan mudah.
"Panas! Oh, panas sekali! Serangga keparat! Serangga terkutuk!"
Semuanya merasa kepanasan, termasuk Gadung Lelono. Kibasan bajunya tak banyak membantu. Badannya juga dihinggapi serangga-serangga itu yang meninggalkan banyak bekas gigitan.
Tampaknya gigitan serangga itu bagaikan tempelan bara api, terasa panas luar biasa. Pakaian mereka sampai hangus bolong-bolong. Bekas-bekas gigitannya langsung membuat kulit memerah dan melepuh seperti tepercik air mendidih. Semuanya terdengar berteriak kepanasan.
KAMU SEDANG MEMBACA
HINGGILOKA Legenda Sang Putri Merah [LENGKAP]
FantasyLasih, anak perempuan berusia sepuluh tahun, diundang ke Istana Hinggiloka oleh Maharaja Mahagraha. Di sana ia diperlakukan istimewa oleh Sang Maharaja, melebihi anak-anak lain yang juga diundang. Maka beredar selentingan Lasih sesungguhnya anak kan...