Bagian 26 - PHUJANBANTALA

70 4 0
                                    

Paginya ada sidang mendadak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Paginya ada sidang mendadak. Nyai Adicara memandu para lare winih menuju Ruang Sidang Utama. Selama berjalan ke sana mereka menjumpai prajurit-prajurit yang tampak siaga. Jumlahnya cukup banyak. Beberapa prajurit bersenjata tombak dan tameng berbaris hilir-mudik.

Tak lama mereka segera tiba di ruangan berbentuk setengah lingkaran itu. Sidang para menteri tersebut dipimpin oleh Mahapatih Parasara.

"Wahai para menteri, keadaan sedang mendesak, jadi aku mengumpulkan Anda semua di sini," ujar Mahapatih Parasara. "Aku juga mengundang para lare winih - Maharaja Mahagraha mengijinkan mereka untuk mengikuti sidang ini."

Para lare winih duduk mendengarkan di deretan bangku belakang.

"Desas-desus itu kelihatannya tidak main-main," lanjut Mahapatih. "Kita sedang diserang dari berbagai penjuru. Rakyat dibuat cemas dan ketakutan, dan bertanya-tanya apakah desas-desus tentang perebutan kekuasaan itu benar-benar sudah terjadi di sini."

Suasana hening sejenak. Para lare winih masih bersikap mendengarkan. Tampaknya mereka masih memerlukan beberapa waktu untuk dapat memahami apa yang sedang dibicarakan oleh Mahapatih Parasara.

"Kejadian terbaru adalah meledaknya gedung Graha Brana," lanjut Mahapatih Parasara lagi. "Gedung itu sangat penting, karena termasuk salah satu lambang kemakmuran Kerajaan Sanggabuana. Yah, kurasa saat ini berita tentang meledaknya gedung itu mestinya sudah tersebar luas, bahkan bisa saja sampai kerajaan di luar sana.

"Sebetulnya kami bertiga - Maharaja, aku, dan Panglima Turangga Seta - tidak terlalu peduli apa tanggapan kerajaan-kerajaan di luar Sanggabuana. Yang perlu diperhatikan justru tanggapan dari rakyat Sanggabuana sendiri, karena peristiwa inilah yang sedang dialami langsung oleh rakyat kita. Nah, aku ingin mendengar pendapat Anda semua."

Mahapatih berhenti berbicara, menyapukan pandangan ke seluruh Ruang Sidang Utama itu. Seorang menteri berkumis tebal dan berikat kepala hitam mengangkat tangannya.

"Silakan, Menteri Druwiksa. Sampaikan pandangan Anda," ujar Mahapatih Parasara.

"Kurasa, Tuan Mahapatih, sudah saatnya kita mengadakan upacara Phujanbantala, upacara penghormatan kepada bumi supaya tidak marah dan mengamuk. Kita semua tahu, cuaca sekarang aneh. Ada badai, serta hujan, padahal ini musim kemarau. Tak pernah kita mengalami hal seperti ini sebelumnya. Lalu munculnya makhluk-makhluk ganas yang selama ini belum pernah menampakkan diri, yang entah keluar dari mana, tahu-tahu menyerang penduduk tanpa bisa dicegah. Dan yang terbaru, seperti yang Tuan sampaikan, adalah gedung Graha Brana yang meledak tiba-tiba. Semuanya itu benar-benar aneh dan tidak masuk akal. Saya yakin ini semua bisa terjadi karena kita telah lama meninggalkan ajaran para leluhur. Jadi satu-satunya cara untuk mengatasinya adalah dengan mengadakan upacara Phujanbantala, upacara yang dengan lancang telah lama kita tinggalkan."

Terdengar gumaman-gumaman dari para menteri.

Mahapatih Parasara memerhatikan mereka dengan raut wajah bersungguh-sungguh. Lalu seorang menteri lain mengangkat tangan.

HINGGILOKA Legenda Sang Putri Merah [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang