Bagian 64 - DI SEBUAH RUMAH PERISTIRAHATAN

48 5 0
                                    

Rumah peristirahatan besar itu berada di tebing yang terjal, warnanya sewarna tanah, beratap joglo yang tinggi dan lebar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rumah peristirahatan besar itu berada di tebing yang terjal, warnanya sewarna tanah, beratap joglo yang tinggi dan lebar. Tebing itu berbatasan persis dengan laut. Ombak yang bergulung-gulung tampak mengempas kaki tebing, mencipratkan air yang tinggi.

Sepasang lelaki dan perempuan setengah baya duduk di telundakan pendopo rumah itu, memandang ke laut lepas. Angin berembus kencang, mempermainkan rambut panjang si lelaki, dan kerudung panjang si perempuan. Hari telah senja. Tak berapa lama lagi matahari akan tenggelam di cakrawala laut.

"Dinda Ratu Sharon," kata si lelaki, "ke mana anak kita Sekarani pergi? Tak baik seorang anak perempuan pulang setelah matahari terbenam."

Ratu Sharon, yang berkulit putih dan berhidung amat mancung itu tersenyum.

"Aku percaya pada Sekarani, Kanda Karakha. Anak kita itu cukup patuh pada peraturan, meskipun ia seorang anak tunggal dan baru berumur sepuluh tahun," ujar Sang Ratu. "Kurasa sebentar lagi dia datang."

Karakha terdiam. Matanya mengikuti arah terbang seekor burung camar yang melintas, kemudian lelaki itu memandang kembali laut yang berwarna biru tua kehijauan.

"Apakah Dinda sungguh-sungguh akan membantu Maharaja Mahagraha, raja Kerajaan Sanggabuana di seberang lautan sana?" ujar Karakha datar.

Ratu Sharon tidak langsung menjawab. Ia malah menghela napas.

"Kita berhutang nyawa dua kali pada Maharaja Mahagraha," kata Ratu Sharon kemudian. "Lagipula bantuan itu bukan atas nama pribadi, melainkan semata-mata bentuk kerjasama antara kerajaan kita, Kerajaan Sabrang Segara, dengan Kerajaan Sanggabuana."

Karakha terdiam lama.

"Memang, apa yang akan kukatakan ini kedengarannya memalukan," kata Karakha akhirnya. "Tapi terus terang aku tidak nyaman jika Dinda masih menjalin urusan dengan Maharaja Mahagraha."

Ratu Sharon mengerutkan dahinya yang putih dan halus itu.

"Kita bukan sepasang anak remaja lagi, bukan?" ujar Sang Ratu hati-hati. "Tak perlu ada rasa 'tidak nyaman' itu."

"Aku tahu, aku hanya sebagai suami seorang ratu di Kerajaan Sabrang Segara ini," sahut Karakha. "Aku tidak punya kuasa apa-apa."

Ratu Sharon menghela napas pendek.

"Masalah seperti itu tak perlu diungkit-ungkit lagi. Sudah bertahun-tahun kita menghindari pembicaraan semacam ini. Sudah bertahun-tahun pula kita tidak membahasnya. Dan sejak kita menikah, kita berjanji tidak akan mempermasalahkan kedudukan itu, bukan?" ujar Ratu Sharon dengan nada sabar. "Aku percaya Kanda tidak sungguh-sungguh mengatakan hal tadi."

Karahka seolah tersadar akan sesuatu.

"Oh... maafkan aku Dinda Ratu. Maafkan aku," kata Karakha menyesal. "Aku tidak seharusnya mengatakan hal itu. Itu semua... karena aku sangat mencintaimu, Dinda Ratu."

Ratu Sharon menatap Karakha lurus-lurus.

"Selama ini hubungan kita dengan Maharaja Kerajaan Sanggabuana itu telah terjalin dengan baik sekali, Kanda. Bahkan telah melewati batas-batas resmi kenegaraan. Jadi... ah, aku yakin, sebetulnya Kanda tidak keberatan tentang bantuan itu. Jadi, sebenarnya apa yang Kanda pikirkan?"

"Aku mendapat kabar yang cukup buruk mengenai Maharaja Mahagraha," kata Karakha setelah terdiam beberapa saat. "Beberapa ekor burung merpati kita telah kembali ke istana. Mereka membawa gulungan-gulungan pesan di kakinya. Ada satu pesan yang membuatku tak percaya. Maharaja Mahagraha dikabarkan mempunyai seorang anak tidak sah. Ya, anak tidak sah! Bayangkan, Dinda. Calon besan kita tersangkut masalah seperti itu. Padahal Maharaja Mahagraha dikenal amat menjunjung tinggi moral, bukan?"

Ratu Sharon mengernyitkan alis.

"Apakah ada buktinya?" ujarnya perlahan.

"Ada," sahut suaminya. "Anak tidak sah itu bahkan tinggal di Istana Hinggiloka. Kabarnya anak itu bahkan diperlakukan dengan amat istimewa. Misalnya, anak perempuan itu diharuskan berpakaian dan berpenampilan serbamerah, dan hal lainnya."

"Demi Yang Mahakuasa," ujar Ratu Sharon terbelalak. "Aku tidak percaya, Kanda. Ini... ini pasti ada yang tidak beres. Mungkin hanya semacam fitnahan saja. Kanda tahu, kudengar tak lama lagi akan diselenggarakan pemilihan raja-raja Kerajaan-Kerajaan Bagian di sana. Kalau tak salah namanya Pesta Windon."

"Tapi apa hubungannya isu itu dengan Pesta Windon?"

"Kurasa ada calon-calon tertentu pada pesta itu yang cukup akrab dengan Maharaja Mahagraha. Jika ada isu buruk tentang Maharaja yang beredar di masyarakat, pasti akan berimbas pada para calon itu. Masyarakat akan cenderung tidak memilihnya. Mereka akan memilih calon yang lain yang tidak begitu dekat dengan Maharaja. Dan hal itu sama sekali tidak baik untuk kedudukan Maharaja Mahagraha. Dengan kata lain, rakyat dari Kerajaan-Kerajaan Bagian tidak terlalu mendukung lagi pemerintahan Maharaja Mahagraha bila pilihan seperti itu terjadi. Hal ini sangat tidak menguntungkan. Hal ini membuka peluang pihak-pihak tertentu untuk bisa mengkudetanya dengan lebih mudah."

Karakha tertegun.

"Kuharap isu tentang anak tidak sah itu tidak benar," ujar Karakha lambat-lambat.

"Sebetulnya tak seorangpun bisa lepas dari kesalahan. Termasuk kita, tentu saja. Tapi jika kesalahan itu sudah melanggar garis keturunan, masyarakat kita tidak bisa menerimanya. Masyakarat kita Kerajaan Sabrang Segara, Kerajaan Sanggabuana, dan banyak kerajaan-kerajaan lain, sangat memuja orang-orang yang bersih," kata Ratu Sharon setengah merenung.

Karakha memandang ke angkasa. Wajahnya berubah lega.

"Nah... itu mereka datang. Sekarani dan Buranggi," tunjuk lelaki itu. "Aku selalu suka melihat bagaimana caranya mereka menukik turun dari udara."

"Ah, sayang sekali kita belum pernah berjumpa Pangeran Arcapada, ya?" ujar Ratu Sharon, ikut memandang ke angkasa. "Menurut Sekarani, Sang Pangeran amat tampan dan rendah hati. Aku senang jika mereka benar-benar berjodoh. Dan aku masih yakin bahwa Maharaja Mahagraha dan Permaisuri Batari Prameswari adalah calon besan yang baik dan bersih."

***


Selanjutnya: Bagian 65 - BAHAYA YANG DEKAT

HINGGILOKA Legenda Sang Putri Merah [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang