Darulintang tenggelam, persis di bawah deburan air terjun Grojogan Sungsang. Gadung Lelono, Sang Pangeran, dan Durgandari masih terhenyak kaget melihat kejadian itu. Kemudian Sang Pangeran tampak bersiap-siap terjun ke air.
"Tahan Pangeran Arcapada! Tetap di tempat Anda, saya yang akan terjun!" seru Gadung Lelono.
Pimpinan Pasukan Khusus itu segera menceburkan diri ke dalam sungai. Ia menyelam melawan arus yang mengalir deras dari danau ke dalam gua.
Saat ini mereka sudah berada di dalam gua di belakang air terjun. Suasana agak remang-remang, hanya diterangi oleh sinar matahari yang masuk melalui celah-celah dinding gua.
"Demi Yang Mahakuasa, semoga Darulintang tidak apa-apa," kata Sang Pangeran cemas.
"Tadi Darulintang menggunakan kibasan Sapubayu, untuk menyibak tirai air terjun. Hanya dia lare winih yang mampu menggerakkan benda-benda dari jarak jauh, tanpa menyentuhnya. Tapi kibasan itu tidak bekerja dengan baik. Apa yang terjadi?" kata Durgandari setengah berkata pada dirinya sendiri.
Gadung Lelono muncul ke permukaan, namun tidak bersama Darulintang. Ia hanya mengambil napas sesaat untuk kemudian menyelam lagi. Sementara di pinggir sungai Pangeran Arcapada dan Durgandari memandang dengan gelisah.
Selama beberapa saat hanya terdengar deburan air terjun dan desau aliran air sungai.
"Kurasa sebaiknya aku ikut menyelam," kata Sang Pangeran bersiap-siap terjun ke sungai. Namun tiga sosok kepala lebih dahulu muncul ke permukaan air. Mereka Gadung Lelono, Darulintang, dan seorang anak laki-laki berambut keriting.
"Oh, itu ada Warugunung!" seru Pangeran Arcapada. Ia dan Durgandari segera membantu mengentaskan Darulintang ke darat.
Darulintang batuk-batuk, memegangi perutnya, kemudian memuntahkan banyak air.
"Darulintang, syukurlah kau selamat," kata Durgandari. "Dan kau, Warugunung. Mengapa tiba-tiba kau bisa muncul bersama Darulintang dan Paman Gadung Lelono?"
Anak laki-laki yang baru muncul itu nyengir.
"Kau tahu kan, aku lare winih dengan kemampuan bisa bernapas di dalam air," katanya. "Aki Guru menugaskan aku untuk menunggui jalan masuk ke gua ini. Sebenarnya aku sudah melihat kedatangan kalian tadi. Namun karena kalian bukan musuh, maka aku tidak keluar untuk menghalangi kalian semua memasuki gua."
"Seharusnya kau tetap muncul saja untuk menyambut kami!" rajuk Durgandari.
"Bagaimana keadaanmu, Nak?" ujar Gadung Lelono pada Darulintang.
"Aku sudah tidak apa-apa, Paman. Hanya sedikit sakit kepala karena menghirup banyak air lewat hidung," kata Darulintang lemah, terbatuk, dan memuntahkan air lagi. "Terima kasih kalian telah menolongku."
"Kami kaget sekali tadi, karena tiba-tiba kau tercebur ke danau," ujar Pangeran Arcapada. "Syukurlah Paman Gadung Lelono bertindak cepat dan beruntung pula karena ternyata ada Warugunung."
Beberapa saat semuanya berdiam diri. Darulintang juga tidak muntah lagi, hanya satu dua kali terbatuk. Tampaknya tak ada yang perlu dikhawatirkan lagi mengenai kejadian ini. Lalu dengan agak terbata Darulintang mengungkapkan keheranannya akan kemampuan Sapubayu-nya yang mendadak melemah - jika tidak mau dibilang lenyap.
Gadung Lelono, Pangeran Arcapada, dan Durgandari saling pandang, sementara Warugunung tampak terkesiap.
"Tahukah kalian, aku juga merasakannya," kata Warugunung yang berkulit hitam dan berambut keriting itu. Wajahnya tampak bingung. "Akhir-akhir ini aku tidak bisa menyelam terlalu lama. Memang aku masih bisa bernapas di dalam air, namun lama-lama dadaku seperti tertekan. Terasa sesak. Lalu aku akan muncul ke permukaan air untuk menghirup udara lagi."
"Hmm, kekuatan Darulintang dan Warugunung sepertinya melemah?" ujar Pangeran Arcapada. "Bagaimana dengan kekuatan kita, Durgandari?"
Durgandari meraba sepasang senjata serupa trisulanya dengan jari agak gemetar.
"Kuharap tidak," bisik anak perempuan itu.
"Kurasa hal seperti ini harus segera disampaikan kepada Aki Guru," kata Gadung Lelono. "Di manakah beliau, Warugunung?"
"Mereka, Aki Guru dan para lare winih yang lain, ada di dekat telaga besar," sahut Warugunung.
"Masih jauhkah tempatnya?" tanya Gadung Lelono lagi.
"Paman, apakah Paman Gadung Lelono baru sekali ini ke sini?" sela Pangeran Arcapada. "Kukira Paman sudah terbiasa dengan tempat ini."
Gadung Lelono tersenyum dan menggeleng.
"Saya memang tahu letak Grojogan Sungsang, tapi baru sekali ini saya masuk ke dalam gua-nya. Nah, jadi ke mana kami harus menemui mereka, Warugunung?"
"Kalian terus saja menyusuri tepian sungai ini. Nanti kalian akan tiba di sebuah danau atau telaga yang cukup besar, namanya Telaga Muara. Aki Guru dan yang lainnya berada di sekitar sana. Aku sendiri masih tetap berjaga di sini sampai Aki Guru memanggilku untuk bergabung."
Akhirnya merekapun berpisah. Gadung Lelono, Pangeran Arcapada, Darulintang, dan Durgandari melanjutkan langkah mereka, meninggalkan Warugunung yang masih bertugas jaga di Grojogan Sungsang.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
HINGGILOKA Legenda Sang Putri Merah [LENGKAP]
FantasyLasih, anak perempuan berusia sepuluh tahun, diundang ke Istana Hinggiloka oleh Maharaja Mahagraha. Di sana ia diperlakukan istimewa oleh Sang Maharaja, melebihi anak-anak lain yang juga diundang. Maka beredar selentingan Lasih sesungguhnya anak kan...