Bagian 28 - ARCAPADA: KESEMBRONOAN YANG BERBUNTUT PANJANG

76 4 0
                                    

Ayahanda Maharaja Mahagraha mengatakan bahwa penampilan Pandan Selasih yang serbamerah itu memang atas kehendak Maharaja sendiri. Tapi untuk penutup wajahnya, itu adalah permintaan dari Nyai Sirih, nenek Lasih. Namun kedua hal itu sama-sama tak kuketahui alasannya. Ayahanda Maharaja belum berkenan menjelaskannya padaku.

(Sejujurnya aku penasaran, seperti apa wajah Pandan Selasih. Sejak pertama kali kami bertemu di perpustakaan, anak perempuan itu memang menarik perhatian dan penuh rahasia).

Oh ya, aku belum lama ini baru kembali dari Moksa Praja, tempat aku dan para lare winih (kelompok pertama) melakukan geladi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Oh ya, aku belum lama ini baru kembali dari Moksa Praja, tempat aku dan para lare winih (kelompok pertama) melakukan geladi. Sebenarnya aku ingin sekali melupakan nama itu - Moksa Praja. Aku tidak ingin mengingat-ingatnya lagi, karena setiap kali mengingatnya, aku akan terkenang pada satu peristiwa mengenaskan yang terjadi di sana. Dan hal itu membuatku amat berduka.

Aku akan bercerita sedikit tentang hal itu. Di sana aku cukup dekat dengan seorang anak perempuan bernama Ayu Kemuning. Dia sangat cantik, anak perempuan tercantik yang pernah aku kenal. Matanya indah berbinar bagaikan kilauan batu mulia. Rambutnya yang hitam panjang, sangat memesona saat mengalun diembus angin. Namun di balik kelembutan sikapnya, ternyata dia sangat ganas dalam memainkan jurus-jurus pedangnya! Apalagi ada rangkaian jurus bernama jurus Pedang Kitir, jurus-jurus pedang dahsyat yang telah diciptakan oleh Ayu Kemuning sendiri. Ia bisa berjumpalitan di udara sambil memutar-mutar cepat pedangnya bagaikan baling-baling. Sungguh suatu jurus yang sangat mencengangkan.

Ayu Kemuning benar-benar telah membuatku terpesona!

Satu hal yang penting, Ayu Kemuning yang amat jelita itu ternyata satu-satunya lare winih yang tidak jelas asal-usulnya. Apalagi orang tua atau walinya juga tidak hadir saat anak-anak lain mendapat kunjungan. Dan sayangnya semua hal tentang Ayu Kemuning malah menjadi kasak-kusuk tersendiri di antara para lare winih, khususnya yang perempuan. Yah, aku heran, mengapa anak-anak perempuan condong menjadi jahat terhadap sesamanya, terutama kepada mereka yang lebih cantik. Maksudku, jika Ayu Kemuning tidak semenarik itu, rasanya kasak-kusuk tadi tidak akan separah itu.

Puncaknya terjadi saat kami semua berkumpul di tebing danau lumpur pijar. Karena salah paham, seorang lare winih perempuan bernama Durgandari menyerang Ayu Kemuning. Durgandari yang memiliki sepasang senjata serupa trisula kembar itu menyerangnya membabi-buta, dan aku tak mengerti mengapa Ayu hanya menghindar saja tanpa berusaha melawan. Dan kemudian satu senjata Durgandari berhasil menancap di punggung tangan Ayu Kemuning. Darah merah segar menyembur. Tapi ternyata tidak cukup sampai di situ, Durgandari kemudian menendang Ayu Kemuning hingga anak perempuan cantik itu terjungkal jatuh ke dalam danau lumpur pijar di bawah sana.

Aku benar-benar terguncang sekali dan ingin bisa melupakan peristiwa itu. Namun aku juga tidak bisa menyalahkan Durgandari sepenuhnya atas kejadian itu karena tampaknya memang hanya salah paham. Bahkan Ayahanda Maharaja, dan Aki Guru atau Panji Pataka yang memimpin pelatihan di sana, juga tidak menyalahkannya. Maka aku berusaha melupakan tempat itu dengan cara mengalihkannya pada hal-hal yang lain.

HINGGILOKA Legenda Sang Putri Merah [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang