Pangeran Arcapada membuka matanya. Ia segera tersadar bahwa dirinya tengah berada di tambang rahasia. Ia bangkit dan mengedarkan pandangan. Tampak lare-lare winih lain masih tidur. Namun tak terlihat adanya Pandan Selasih yang berbaju merah menyala. Sebetulnya hal ini wajar saja karena penampilan Lasih memang menyolok, sehingga cepat ketahuan jika dia tidak ada.
"Di mana Lasih?" gumam Pangeran Arcapada. "Para pekerja dan Aki Guru juga tidak tampak."
Pangeran Arcapada menghampiri obor ukur untuk memeriksa waktu. Telihat sisa minyak sudah berada di bawah garis waktu pagi. Artinya di luar sana matahari sudah terbit.
Sementara itu satu per satu lare winih terlihat mulai bangun serta membangunkan mereka yang masih tidur. Lalu dari sudut ruangan muncul Panji Pataka.
"Bagaimana tidur kalian? Kuharap kalian sudah cukup beristirahat," ujar lelaki tua itu dengan suaranya yang menyenangkan.
"Lasih tidak ada di antara kami, Aki," ujar Pangeran Arcapada.
Lare-lare winih yang lain saling pandang dan mendapati bahwa Pandan Selasih memang tak tampak batang hidungnya.
"Lasih sedang dirawat di Griya Tamba. Ia tadi terjatuh dari tangga dan kepalanya terluka," kata Panji Pataka dengan nada prihatin.
"Terjatuh dari tangga?" ujar Dibal ternganga. "Tangga di mana? Memangnya apa yang sedang dilakukannya?"
"Tangga di salah satu menara tengah," sahut Panji Pataka. "Kami belum tahu apa yang tengah dilakukannya di sana. Saat ini Lasih masih terlihat terguncang dan perlu waktu untuk memulihkan diri."
"Apakah kami bisa menjenguknya, Aki?" tanya Andhaka.
Panji Pataka mengangguk.
"Tentu," katanya. "Mari kita ke Griya Tamba."
Tak lama kemudian rombongan mereka tiba di ruang rawat Griya Tamba. Mereka disambut oleh Ki Waskita, si Kepala Tabib yang berhidung besar itu.
"Kalian ingin menjenguk si Putri Merah?" tanyanya ramah. Namun wajahnya yang jenaka itu tampak sedang bingung dan cemas.
"Apakah Lasih baik-baik saja, Ki Waskita?" tanya Pangeran Arcapada.
"Oh, silakan Anda lihat sendiri, Pangeran," sahut Kepala Tabib itu. "Silakan kalian semua masuk, namun harap tenang karena Pandan Selasih sedang dalam pemulihan."
Tiga orang prajurit pengawal tampak bersiaga di dalam ruang rawat itu. Lasih duduk di ranjang dan bersandar pada tumpukan bantal. Pandangannya lurus ke depan, tampak menerawang. Kepalanya dibebat kain berwarna merah, dan rembesan darah yang lebih gelap membasahi kain merah itu di beberapa bagian.
"Lasih, aku turut prihatin. Apakah kau sudah baik-baik saja?" ujar Laksmi Larasati, menghampiri si Baju Merah, menggenggam jemari tangannya.
Lasih diam saja. Ia seperti tidak menyadari bahwa para lare winih yang lain tengah berdiri di sekeliling ranjangnya.
"Apakah kepalamu masih terasa sakit?" ujar Laksmi lagi.
Kali ini Lasih mengangguk meskipun hanya anggukan sekilas.
Laksmi Larasati mengulurkan tangannya ke kepala Lasih, seperti hendak mengusapnya. Namun tangan Laksmi ditepis oleh si Baju Merah itu.
"Oh, maafkan aku Lasih, kalau telah membuatmu tidak nyaman," kata Laksmi lirih.
Suasana hening beberapa saat.
"Apa yang sedang kau lakukan tadi sehingga jatuh dari tangga, Lasih?" tanya Dibal.
Lasih hanya menggeleng lemah.
Para lare winih saling pandang. Tampaknya Pandan Selasih benar-benar masih terguncang hingga anak perempuan itu tidak mengucapkan apa-apa sama sekali.
"Kurasa kita perlu membiarkan Lasih beristirahat lagi," kata Pangeran Arcapada. "Dan kurasa kita juga harus bersabar sampai Lasih siap untuk menceritakan apa yang telah terjadi padanya."
Semuanya mengangguk setuju. Pangeran Arcapada lalu memberi isyarat agar semuanya meninggalkan ruang rawat itu. Saat itu para lare winih baru menyadari bahwa prajurit pengawal Lasih sekarang tidak hanya satu, melainkan ada tiga orang. Ya, tiga orang! Dan tampaknya semuanya berpikiran sama bahwa Pandan Selasih memang semakin lama semakin diistimewakan.
"Ah, si Putri Merah. Bahkan kain untuk membebat lukanya pun berwarna merah," gumam Mayang Srini.
***
Selanjutnya: Bagian 67 - MENCARI PETUNJUK
KAMU SEDANG MEMBACA
HINGGILOKA Legenda Sang Putri Merah [LENGKAP]
FantasyLasih, anak perempuan berusia sepuluh tahun, diundang ke Istana Hinggiloka oleh Maharaja Mahagraha. Di sana ia diperlakukan istimewa oleh Sang Maharaja, melebihi anak-anak lain yang juga diundang. Maka beredar selentingan Lasih sesungguhnya anak kan...