Bagian 70 - PANGERAN ARCAPADA BERTANYA

44 3 0
                                    

Setelah menjenguk Pandan Selasih serta menghadiri pertemuan dengan Maharaja Mahagraha dan beberapa orang lainnya, Pangeran Arcapada akhirnya masuk ke Bangsal Atmaja. Pagar jeruji besi terlihat membara dan mendengung-dengung samar. Kilat-kilat kecil memercik di sela-sela jerujinya. Bangsal itu kembali dipenuhi orang. Mereka bergerombol-gerombol di beberapa tempat, saling berbicara dengan suara rendah. Banyak dari mereka yang mengipas-ngipas karena udaranya terasa panas dan pengap.

Sang Pangeran melihat Nyai Kapti duduk berdampingan dengan Kinanthi Maheswati, Menteri Keilmuan dan Kecanggihan. Menteri Kinanti sedang mengipas-ngipas juga karena kegerahan, sedangkan Nyai Kapti tampak sibuk menulis-nulis sesuatu di lembaran-lembaran klaras.

"Boleh saya bergabung Bibi, Nyai Kapti?" tanya Pangeran Arcapada.

"Silakan, Nak," sahut Menteri Kinanthi dan Nyai Kapti serentak.

Pangeran Arcapada duduk bersila.

"Saya baru menjenguk Lasih lagi di Griya Tamba," ujar anak laki-laki itu.

"Bagaimana keadaannya?" tanya Kinanthi Maheswari.

"Lasih masih memerlukan istirahat, Bibi."

"Mengejutkan sekali anak perempuan itu, ya?" ujar Nyai Kapti lirih. "Aku tidak mengira dia seorang Jalmatiron. Demi Naga Laut. Ada Jalmatiron di antara kita!"

Pangeran Arcapada tertegun. Rupanya Nyai Kapti dan Kinanthi Maheswari termasuk yang sudah mengetahui soal jati diri Lasih.

"Saya sendiri diberitahu langsung oleh Pandan Selasih mengenai hal itu," ujar Pangeran Arcapada. "Dan dia kelihatannya cukup tegar."

Nyai Kapti dan Kinanthi Maheswari mengangguk-angguk.

"Putri Merah dan Pandan Selasih. Mereka sama-sama berpenampilan serbamerah, namun dengan alasan yang berbeda" kata Nyai Kapti seperti sedang berbicara pada dirinya sendiri. "Putri Merah berpenampilan begitu karena ia menyukai warna merah, sedangkan Pandan Selasih berpenampilan merah-merah dengan tujuan menyamarkan warna darahnya kalau-kalau ia terluka. Ah, Maharaja Mahagraha memang mempunyai selera bercanda yang unik."

"Oh ya, saya ingin tahu, apakah nenek Pandan Selasih yang bernama Nyai Sirih itu sudah ditemukan?" tanya Pangeran Arcapada. "Saya rasa dia yang paling tahu asal-usul Lasih. Mungkin saja dia juga tahu siapa yang telah menciptakan anak itu."

Nyai Kapti dan Kinanthi Maheswari saling berpandangan.

"Ada kabar Nyai Sirih selamat dari ledakan rumah panggungnya di Desa Larang Dubang tempo hari," ujar Kinanthi Maheswari. "Aku senang sekali mendengarnya. Semoga dia bisa datang ke istana ini secepatnya, sekalian untuk menangani aku melahirkan. Nyai Sirih itu dukun bersalin yang hebat, Nak. Dia memiliki ramuan khusus sehingga bisa memperlancar kelahiran dan mengurangi rasa sakit, bahkan kata Ibundamu, Permaisuri Batari Prameswari, hampir tidak ada rasa sakit sama sekali. Hebat, bukan? Ah, pengalaman pertama melahirkan ini mendebarkan sekali bagiku. Hmm, tahukah kau Nak, jika nanti yang lahir bayi laki-laki, aku dan Kakang Gadung Lelono sepakat untuk memberinya nama Radyan Aruna Digdaya. Tapi kalau yang lahir anak perempuan, kami akan menamakannya.... Eh, mengapa aku jadi membicarakan nama-nama calon anakku. Apa yang sedang kubicarakan tadi?"

"Kata Bibi, Nyai Sirih selamat," ujar Pangeran Arcapada.

"Oh ya, mengenai Nyai Sirih yang kata orang selamat. Baru-baru ini Kakang Gadung Lelono berkunjung ke Perguruan Akik Merah pimpinan Aki Gludug Watu. Kabar terbaru adalah saat ini Nyai Sirih ada bersama Ludira Mahalaya. Wah, kami lantas berpikir apakah ada kerjasama tertentu di antara mereka? Ludira Mahalaya sudah jelas berniat mengkudeta Maharaja Mahagraha, namun apa yang dilakukan oleh Nyai Sirih di sana? Berniat mengkudeta juga? Rasanya tidak. Dugaan kuatnya adalah keduanya saling kenal hanya untuk suatu urusan tertentu."

"Urusan tertentu?" ujar Pangeran Arcapada mengernyit. "Apakah urusan yang berhubungan dengan Pandan Selasih?"

"Ya ampun, kau pintar sekali, Pangeran Arcapada," puji Kinanthi Maheswari tulus. "Ya, kemungkinan besar, hubungan antara Nyai Sirih dan Ludira Mahalaya memang terkait dengan Pandan Selasih. Tapi kita belum bisa menduga-duga lebih jauh apakah kaitan tersebut, karena kita harus menghindari campur aduk antara dugaan dan kenyataan. Jadi, saat ini, sebatas itulah yang aku tahu."

Pangeran Arcapada tampak berpikir-pikir. Tiba-tiba ia malah ingat pertanyaan Pandan Selasih mengenai siapa diri Nyai Kapti sebenarnya. Apa peran wanita tua itu, apakah sekadar Kepala Perpustakaan biasa atau ada sesuatu yang lain? Namun Sang Pangeran bingung bagaimana harus memulainya.

"Nyai Kapti, menurut Nyai, seperti apa hubungan antara Nyai Sirih dengan Pandan Selasih?" tanya Pangeran Arcapada akhirnya.

Nyai Kapti menatap Pangeran Arcapada sejenak.

"Saya sebetulnya percaya bahwa Lasih adalah cucu Nyai Sirih," ujar Nyai Kapti lirih. "Tapi setelah terungkap kenyataan bahwa Lasih seorang Jalmatiron, saya menjadi bingung."

"Kalau tidak salah, Lasih sering datang ke perpustakaan. Apakah Nyai sering berbicara juga dengannya?"

"Saya pernah mengobrol beberapa kali dengan Lasih," kata Nyai Kapti sambil merapikan tumpukan klaras di tangannya. "Saya pernah bertanya beberapa hal mengenai kebiasaan sehari-hari neneknya itu. Saya bahkan meminta Pandan Selasih untuk memeragakan bagaimana neneknya mengerjakan beberapa pekerjaan rumah tangga. Ya, hal-hal semacam itu saja. Kalau tentang hal lainnya, misalnya nama desa tempatnya berasal, atau nama neneknya, saya rasa semua orang juga sudah tahu."

"Apakah Lasih pernah bertingkah aneh?" tanya Sang Pangeran.

"Aneh bagaimana?" sahut Nyai Kapti tampak tak mengerti.

"Mungkin Lasih pernah mengeluhkan sesuatu?"

Nyai Kapti diam sebentar, tampak heran dengan pertanyaan-pertanyaan Pangeran Arcapada.

"Ah, Lasih pernah berdebat dengan Menteri Druwiksa di depan saya, di Ruang Pustaka. Tapi saya rasa itu bukan hal luar biasa dibanding saat pertama kali mereka berdebat di Ruang Sidang Utama. Saya rasa Pangeran, berdasarkan yang saya lihat, semuanya biasa-biasa saja."

Pangeran Arcapada mengangguk-angguk. Ia berpikir, sejauh ini Nyai Kapti juga berlaku wajar-wajar saja. Jadi, apa maksud Lasih mengatakan Nyai Kapti bukan sekadar Kepala Perpustakaan biasa? Maka Pangeran Arcapada memutuskan untuk lebih mengawasi Nyai Kapti.

***


Selanjutnya: Bagian 71 - TEROMPET TEMPUR

HINGGILOKA Legenda Sang Putri Merah [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang