Bagian 81 - TAK ADA RAHASIA LAGI

51 3 0
                                    

Pangeran Arcapada berpikir-pikir, sambil melangkah perlahan menyusuri Jalur Naga, bersama Pandan Selasih dan prajurit pengawal

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pangeran Arcapada berpikir-pikir, sambil melangkah perlahan menyusuri Jalur Naga, bersama Pandan Selasih dan prajurit pengawal. Sang Pangeran memikirkan tentang Pandan Selasih yang kelihatannya dapat memerintah Satwatiron meskipun hanya lewat pikiran!

Pangeran Arcapada segera teringat sepasang lare winih kembar dari kelompok pertama, yaitu Manggar dan Mlathi. Kembar laki-laki dan perempuan itu juga mempunyai kemampuan saling berbicara lewat pikiran. Dan kalau tidak salah, sekarang mereka juga bisa saling mengirimkan dan menerima pikiran dari jarak jauh. Sungguh menakjubkan! Jadi jika Pandan Selasih dapat berhubungan dengan Satwatiron hanya lewat pikiran, dan dalam jarak cukup jauh, hal ini sebenarnya tidak terlalu mengherankan.

Pikiran Pangeran Arcapada berlanjut. Ia berpikir, berdasarkan pengetahuannya, selama ini khasiat 'wajah bertuah' yang dimiliki Pandan Selasih hanya berlaku terhadap Satwatiron saja, tidak kepada manusia. Rasanya hal ini bukan kebetulan, namun semacam aturan main. Yah, dalam hal ini Pandan Selasih dan Satwatiron adalah sama-sama makhluk buatan yang dihasilkan dari suatu rekayasa di mana salah satu bahan utama-nya adalah batu karang Tosan Taranggana. Mestinya khasiat batu karang itulah yang menjadi penghubung antara pikiran Lasih dengan para Satwatiron itu. Dan tampaknya derajat manusia buatan lebih tinggi dari satwa buatan, sehingga si manusia bisa memberi perintah kepada para satwa itu, baik lewat kata-kata maupun pikiran. Jadi, Pandan Selasih bukannya memiliki 'wajah bertuah', melainkan hanya merupakan hubungan antara sesama makhluk hasil rekayasa saja.

Hal lain segera memasuki kepala Pangeran Arcapada. Ia teringat kecurigaan Mijil tentang burung-burung Dok Wisanaka yang hanya menyerang Menteri Druwiksa dan Nyai Kapti. Mengapa hanya mereka berdua yang diserang? Apa hubungannya dengan Pandan Selasih? Ya, Sang Pangeran tahu, Menteri Druwiksa sering berselisih pendapat dengan Pandan Selasih. Sedangkan Nyai Kapti pernah dipertanyakan oleh Pandan Selasih tentang peran-nya di istana. Wanita tua itu ditengarai seolah-olah sedang merencanakan sesuatu terhadap anak perempuan itu. Ya, semuanya terasa jelas sekarang, bahwa Menteri Drwuiksa dan Nyai Kapti sama-sama sebagai 'musuh' Pandan Selasih sehingga hanya mereka berdualah yang diserang oleh Dok Wisanaka.

Pangeran Arcapada merasa terguncang mendapati pemikiran-pemikiran yang menyerbunya seperti itu.

Sebuah teriakan mendadak membuyarkan pikiran Pangeran Arcapada. Teriakan itu terdengar tertahan di belakang Pandan Selasih dan Sang Pangeran. Itu suara prajurit pengawal mereka, yang terlonjak dan jatuh tersungkur nyaris menimpa kedua lare winih itu.

Pangeran Arcapada berpaling dan terkejut. Terlihat di belakang mereka kawanan Wirukecu, atau trenggiling-trenggiling bersisik biru mengilap, berbondong-bondong mengikuti langkah mereka. Satwatiron itu, kemungkinan besar telah menyengat si prajurit hingga tumbang.

"Prajurit itu... kau... kaukah yang memerintahkan Wirukecu itu untuk menyengatnya?" tanya Pangeran Arcapada tergagap. Tanpa sengaja pertanyaan itu terdengar seperti tuduhan.

"Apa maksud Anda?" Lasih bertanya balik dengan nada waspada. Alisnya berkerut.

Pangeran Arcapada tidak langsung menyahut. Ia berlutut memeriksa napas prajurit pengawal itu.

"Demi Yang Mahakuasa," gumam Pangeran Arcapada bergetar. "Prajurit ini sudah mati."

Pandan Selasih diam dan wajahnya tanpa emosi.

"Lasih, seperti inikah perbuatanmu? Menyuruh Wirukecu-Wirukecu untuk menyengat prajurit tak berdosa ini hingga mati?"

Pandan Selasih tampak tidak merasa bersalah.

"Bukankah kita sekarang jadi terbebas dari pengawalan yang menyebalkan ini?" ujar si Baju Merah itu ringan.

Pangeran Arcapada ternganga.

"Jadi... jadi benar kau yang telah membunuhnya? Dan kau... kau membunuh orang tanpa ada rasa bersalah sedikit pun?" ujar Pangeran Arcapada tak percaya. "Apakah ini bukan pembunuhan yang pertama kali?"

"Menurut Anda bagaimana?" kata Lasih tenang.

"Lasih?! Apakah itu berarti kau jugalah yang telah membunuh Rahajeng Kanthilsari, wanita pesohor itu? Kau memerintahkan makhluk Dindang Patrem, kodok besar yang bersenjata mengerikan itu untuk merobek dadanya dan membetot jantungnya?"

Pandan Selasih tertawa hambar. Tiba-tiba ia melemparkan penutup-kepala bertanduk dua pada kawanan Wirukecu. Benda itu meletup, meledak mengeluarkan bunga-bunga api, lalu terpental membentur dinding dan jatuh berkelontang ke lantai terowongan. Asap putih menguar, dan tampaknya benda itu sudah tidak bisa digunakan lagi.

"Rasanya aku sudah tidak punya rahasia lagi. Kurasa kau sudah tahu semuanya," kata Lasih dingin. Anak perempuan itu tidak lagi menyebut Pangeran Arcapada dengan sebutan hormat, melainkan menyebutnya 'kau'.

Pangeran Arcapada terguncang. Sejumlah pikiran yang telah menyerbu kepalanya tadi, terasa tepat pada kenyataannya.

"Tapi mengapa, Lasih? Mengapa kau melakukan itu semua?"

"Hmm, Druwiksa dan Kapti. Mereka pantas menerimanya karena telah membuatku jengkel. Seharusnya kau tak perlu menyelamatkan mereka dengan air rendaman Tosan Taranggana," ujar Pandan Selasih. "Juga Rahajeng Kanthilsari. Dia menghinaku, menyindirku sebagai anak tidak sah. Nenek sihir sialan itu telah menerima akibatnya. Apalagi dia ingin menjadi ratu wanita pertama. Tidak! Akulah yang akan menjadi ratu wanita pertama. Dan tak ada yang bisa menghentikan aku sekarang."

Lasih diam sesaat, kemudian berseru, "Wirukecu! Pagari anak laki-laki ini. Pagari dengan kuat, dan ikutilah aku!"

Trenggiling-trenggiling bersisik biru mengilap itu patuh. Mereka mengelilingi Pangeran Arcapada seperti pagar pembatas. Kemudian mereka menggiring Pangeran Arcapada yang masih terguncang batinnya, mengikuti Pandan Selasih yang berjalan di depan.

***


Selanjutnya: Bagian 82 - KISAH NYAI SIRIH

HINGGILOKA Legenda Sang Putri Merah [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang