□□□ Curiga? □□□
Bel pulang sekolah telah berbunyi sejak beberapa menit yang lalu, membuat para siswa - siswi mulai berbondong - bondong keluar dari kelas mereka.
" Van lo pulang bareng siapa? "- anggi melirik vania yang sibuk memasukkan buku - buku nya ke dalam tas " Sama, kayaknya sama kak rafi deh "- vania tersenyum malu - malu
" Seneng banget sih lo bisa deket sama si rafi "- pikir anggi
" Gue juga gak tau kenapa bisa seseneng ini deket sama kak rafi "- jawab vania begitu lirih
" Udah lah, gue rasa vanya udah berhasil ubah dia jadi lebih baik lagi deh, gue harap lo bahagia, buktiin kalo usaha vanya selama ini ga sia sia buat bikin lo bahagia "- celetuk anggi, vania mengangguk samar
" Lo beruntung van " - anggi tersenyum tulus
" Emang ini adalah kesempatan biar lo bisa bahagia, gue bakalan bener - bener selalu dukung apapun keputusan lo, jemput kebahagiaan lo van, lo harus bahagia "- anggi menepuk pundak vania, ia tau apa saja yang harus di hadapi dulu, sekarang anggi berharap jika takdir akan memihak pada vania.
" Nah kan tu pangeran lo udah dateng "- seru anggi melihat rafi yang menunggu vania didepan pintu kelas
" Um, gue pulang duluan ya "- pamit vania pada anggi " iya, lo harus ati - ati waktu ngomong sama dia van "- peringat anggi
" Oke siap "- vania berjalan mendekat kearah rafi, mendapati jika lelaki itu tengah tersenyum kearahnya
" Hai van "- sapa rafi
" Hai juga "- sapanya balik
" Mau langsung pulang atau jalan dulu? "- tawar rafi
Vania berfikir sejenak, saat ini ia sudah tinggal bersama ayah, ibu sheril dan saudara kembar nya, mereka meminta agar vania berhenti bekerja, jadi ia tak akan mondar - mandir dan kekurangan untuk menghabiskan waktunya bukan.
" Aku ikut aja "- ucp vania kikuk
" Aku? "- tnya rafi menatap vania dengan tatapan tak percaya kala menyadari jika gadis itu mengenakan logat aku dan kamu lagi sekarang
" Um, Gue maksudnya "- elak vania menunduk, ia takut jika berbohong seperti ini, tapi vanya sudah mengingatkan padanya jika harus tetap menyembunyikan hal ini, jadi mau tak mau ia harus menyembunyikannya, seharusnya ia memang harus mengganti logat bicaranya.
" Oke yaudah gausa nunduk "- pinta rafi menaikkan dagu vania, membuatnya reflek mendongak " Gue lebih suka saat lo berani natep mata gue van "- ujar rafi
Beruntunglah karna kawasan sekolah sudah sepi, tak ada yang melihat aksi keduanya yang tengah berduaan dikawasan sekolah ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
R A V A N I A [ SEGERA TERBIT ]
Novela Juvenil[ BEBERAPA PART TELAH DIHAPUS ] Lelah ? Jika ia bisa berhenti , maka ia ingin sekali segera berhenti dari kehidupan yang begitu melelahkan ini . Adakah bahu yang siap memberikan dirinya ketenangan ? ia sudah terlalu sabar menghadapi ini semua . Ni...