Suara gesekkan mobil terdengar berhenti sesaat Mia mendapatkan panggilan masuk dari Emily. Wanita itu segera menjawab panggilan dari Emily setelah menepikan kendaraannya.
"Ada apa, Emily?"
"Apa ponsel milik mendiang Angela ada bersamamu?"
"Tidak. Ponsel itu berada di dalam ruang kerjaku. Memangnya kenapa?"
"..."
"Emily?"
"Ya. Maksudku, tidak ada. Bolehkah aku masuk ke dalam ruang kerjamu?"
"Tentu. Kunci ruangan itu ada di ruang perpustakaan kecilku."
"Baik ma, terima kasih!"
Emily mengakhiri panggilan tersebut dengan kedua bola mata yang membulat. Dia menarik napas dengan dalam lalu berusaha bangkit dari kursi rodanya dan melangkah perlahan agar bisa masuk ke dalam ruang perpustakaan ibunya di lantai dua. Daniel yang berada di ruang keluarga, menoleh ke belakang sesaat dia melihat Emily menaiki anak tangga dengan sedikit terburu-buru.
Setelah beberapa menit Emily mendapatkan kunci ruang kerja ibunya, dia berjalan kembali menuruni anak tangga dan berhenti di depan ruangan tersebut. Dia menatap sejenak pintu itu dengan helaan napas. Pintu yang terbuka membuat kedua bola mata Emily langsung menjelajah ke seisi ruangan tersebut.
Pancaran cahaya matahari dari ventilasi udara membuat barang-barang hasil jerih payah Mia terlihat sempurna. Namun, jendela yang memiliki gorden berwarna merah tua itu sengaja tidak pernah dibuka oleh Mia agar tidak ada satupun orang yang dapat melihat barang tersebut dari luar.
Emily menutup pintu ruang kerja ibunya dengan rapat dan berjalan ke sembarang arah. Dia tidak tahu di mana ibunya menyimpan beberapa barang milik korban kecelakaan hingga Emily mengeluarkan ponselnya dari dalam saku celana untuk menghubungi nomor Angela kembali.
Sambungan itu terhubung hingga menyebabkan getaran pada sebuah benda yang membuat Emily langsung mempekakan kedua telinganya. Emily berjalan perlahan sampai di mana dia berhenti melangkah saat berhadapan dengan laci kayu bertingkat.
Perempuan itu segera menarik beberapa laci kayu hingga dia menemukan ponsel Angela dalam keadaan menyala dan terpampang jelas satu buah panggilan tidak terjawab darinya. Emily meraih ponsel tersebut untuk memeriksa riwayat panggilan. Betapa terkejutnya Emily saat melihat barisan kedua di ponsel tersebut adalah panggilan keluar selama 10 detik yang tertuju kepada dirinya.
🔱🔱🔱
Louisa bangkit dari sofa ruang keluarga sesaat dia mendengar pintu rumahnya terbuka dari luar. Dia melihat nyonya Gordon berjalan menaiki anak tangga dengan Lucas yang tertidur dipelukan wanita itu. Sementara tuan Gordon berjalan menghampiri Louisa ke ruang keluarga.
"Bagaimana keadaan Lucas?" tanya Louisa cemas.
"Dia tidak terluka parah. Hanya saja dahinya membiru akibat benturan keras dan beruntung tidak sampai gegar otak," jelas tuan Gordon.
Louisa menundukkan kepalanya.
"Maafkan aku karena sempat meluapkan emosiku padamu dan Ella. Aku harap kau tidak membenciku saat memberikan pelajaran pada anak itu," ujarnya. "Jangan khawatir, aku akan mengeluarkannya ketika makan malam nanti tiba. Lebih baik sekarang kau beristirahat di dalam kamarmu."
Louisa mengangguk dan berjalan menaiki anak tangga untuk masuk ke dalam kamarnya. Setelah masuk ke dalam kamar, dia duduk menyender di atas ranjang dengan pikiran mengarah pada sikap Ella. Pancaran mata yang Ella miliki masih sama seperti Ella seutuhnya. Namun, sikap Ella terlihat berbeda. Niatnya untuk mengunjungi makam ibu mereka, harus diurungkan karena kejadian yang tidak terduga hari ini. Disamping itu, Louisa masih merasa penasaran mengapa kondisi di ruang keluarganya sempat berantakan seakan telah terjadi pertengkaran hebat di dalam ruangan tersebut. Dia juga merasa yakin bahwa Ella tidak merusak barang-barang itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
[Completed] TSS [4]: Louisa Gordon and The Secret Stalker
Horror"Setiap part selalu dibuat penasaran." - TSS's Readers. HIGHEST RATING: #2 in HORROR-THRILLER [13/06/20] #3 in PENGUNTIT [06/07/20] [TONTON TRAILERNYA!] The Secret Series [4]: Louisa Gordon. "Hey, let's play together." ["Hey, ayo bermain bersama."]...