LVII

342 58 21
                                    

Louisa berdiri tegak setelah dia mendapat panggilan masuk yang berasal dari Emily. Sinar matahari di kota itu membuat Louisa harus menyipitkan kedua bola matanya dengan pandangan mengarah ke sekitar parkiran kendaraan bermobil di universitas tempat mereka berada saat ini.

"Di mana kalian? Kenapa sampai sekarang belum juga datang?"

"Ehm, kami berada di parkiran kendaraan, Emily. Felix tidak berani untuk masuk ke dalam gedung itu."

Dia berdecak, "Ada apa lagi dengan lelaki pengecut itu?"

"Sepertinya kau harus mendatangi kami di sini--"

"Dengan beraninya kau menyuruhku?!"

"Bukan. Bukan seperti itu maksudku. Hanya saja Felix--"

Sambungan telepon langsung diakhiri oleh Emily hingga membuat Louisa mengatupkan bibirnya. Setelah itu, dia masuk kembali ke dalam mobil milik Felix yang masih terlihat tidak merasa tenang berada di tempat tersebut.

Tidak lama setelah itu, Emily berjalan menuruni anak tangga dan menghampiri mobil Felix yang masih terparkir di universitas. Perempuan itu membuka pintu belakang dan masuk ke dalam mobil temannya.

"Apa yang terjadi?" tanya Emily.

"Sekarang aku tau siapa lelaki itu, Emily," Felix menoleh ke belakang. "Jack. Dia adalah orang yang mencoba membunuhku."

"Jack?" Dahi Emily mengernyit.

"Benar kata Louisa, lelaki itu memang pantas untuk kita curigai. Detak jantungku saat ini masih belum berdetak stabil setelah melihatnya," jawab Felix.

"Dari mana kau bisa menyimpulkan bahwa Jack adalah pelakunya?" tanya Emily kembali.

"Dia mengenakan jaket yang sama dengan seseorang bertopeng itu," balasnya.

🔱🔱🔱

Luke sudah menjalani perawatan intensif di rumah sakit Saint Joseph. Pria malang itu masih dalam keadaan tidak sadarkan diri. Setelah menjalani pemeriksaan, dokter yang bertanggungjawab menangani Luke mengatakan bahwa pria tersebut mengalami dehidrasi selama dua hari dan sempat mendapatkan beberapa penyiksaan kecil seperti terkena sabetan, tersetrum aliran listrik, dipaksa memakan makanan busuk hingga mempengaruhi sistem pencernaannya.

Tidak hanya itu, alat vital Luke terlihat membengkak kebiruan seperti telah dipaksa melakukan sesuatu yang tidak seronok, belakang kepalanya terlihat membengkak yang lagi-lagi sudah pasti disebabkan oleh hantaman benda tumpul. Dokter itu juga memeriksa bagian belakang tubuh Luke dan ditemukan bentuk bekas seperti setrika arang pada bokong kirinya hingga menyebabkan bokongnya membengkak bahkan sedikit bernanah.

"Jadi, itu sebabnya Luke berada dalam posisi miring?" tanya Owen memastikan.

Dokter itu mengangguk. "Kalau aku membuatnya tertidur dalam keadaan terlentang, luka yang berada di belakang punggungnya tidak akan bisa sembuh dengan total."

"Aku takut jika dia dalam keadaan seperti itu secara terus-menerus akan mempengaruhi mentalnya," balas Owen.

"Terima kasih karena telah memeriksa keadaan Luke dengan begitu jelas. Aku harap dia bisa tersadar dalam waktu dekat ini," saut Mia.

"Sama-sama Mia. Kalau begitu, aku permisi," ucap dokter itu.

Setelah kepergian dokter tersebut, Mia mengajak Owen untuk mendatangi ruang kerja miliknya di rumah sakit itu. Setelah tiba di ruangan tersebut, Mia meletakkan tasnya di atas sofa dan berjalan menuju kursi kerja.

"Duduklah," pinta Mia.

Owen menarik salah satu kursi dan duduk dihadapan Mia. Dia melihat wanita itu memijit pangkal hidungnya dengan helaan napas berat. Setelah mendengar seluruh laporan yang diberikan oleh dokter itu membuat Mia merasa bersyukur karena Luke masih bisa ditemukan dalam kondisi hidup, tidak sama seperti orang-orang malang yang berada di tempat tersebut.

[Completed] TSS [4]: Louisa Gordon and The Secret StalkerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang