LII

397 60 30
                                    

Emily, Felix, dan Louisa sudah tiba di sebuah kafe bernuansa vintage pilihan Emily yang terletak tidak jauh dari lokasi universitas mereka. Ketiganya sengaja tidak menghadiri kelas karena ingin mengurus kasus yang menimpa teman universitas mereka dan juga Angela. Suasana kafe dengan alunan lagu yang terdengar pada pengeras suara, membuat ketiganya terlihat begitu fokus meneliti hal-hal aneh belakangan ini.

Layaknya seorang detektif profesional seperti ibunya, Emily meletakkan secangkir minuman secara perlahan dengan kedua mata yang terus membaca berita kecelakaan bis di media cetak. Sementara Felix sedang bergelut dengan internet dan Louisa menulis rangkuman kejadian pada buku catatan milik Emily.

Emily berdecak kecil hingga keduanya langsung menoleh ke arah perempuan itu.

"Ada apa?" tanya Felix.

"Kau menemukan sesuatu?" saut Louisa.

"Tidak ada," jawabnya santai. "Aku merasa kita sudah menghabiskan waktu berjam-jam di tempat ini namun kita tidak menemukan hasil apapun."

Felix terdiam sejenak.

"Apa yang sudah kau rangkum dalam buku catatan milikku, Louisa?" tanya Emily.

Louisa bergumam sejenak kemudian memberikan buku itu pada Emily. "Setelah aku mendengar semua cerita kalian, kurang lebih hanya itu yang bisa kutulis."

Bola mata Emily bergerak membaca catatan rangkuman dari Louisa sejak hilangnya Selena dan kekasih perempuan itu hingga sampai ditemukannya tulang-belulang milik Angela. Kedua mata Emily berhenti bergerak dan menatap ke arah Louisa.

"Ada apa?" tanya Louisa.

"Aku menemukan tulang-belulang itu setelah aku mendengar suara jeritan dari seorang anak kecil yang sempat dikabarkan menghilang oleh pihak kepolisian setempat--namun, kau tidak menulisnya di dalam buku rangkuman ini," ujar Emily yang kembali memberikan buku tersebut kepada Louisa.

Louisa menerima buku itu dan terdiam memikirkan ucapan Emily hingga mereka kembali saling bertukar pandang.

"Jadi," Kedua bola mata Louisa membulat. "Kau adalah orang yang berhasil menemukan adikku?"

"Adikmu?"

Louisa mengangguk. "Adikku bernama Ella sempat menghilang dari rumah. Ayahku berkata dia sudah ada di kepolisian karena telah diantar oleh seorang detektif perempuan bersama dua orang asistennya namun ayahku belum sempat bertemu dengan mereka."

Emily membulatkan bibirnya. "Astaga. Itu berarti, Ella Madison adalah adik kandungmu?"

Felix menatap keduanya. Lagi-lagi, hanya dirinya yang tidak mengerti apa yang sedang dibicarakan oleh Emily dan Louisa karena percakapan mereka sudah diluar topik pembahasan yang sebenarnya.

"Benar. Terima kasih karena sudah menemukan adikku," jawab Louisa.

"Sama-sama Louisa. Aku memang sempat berniat untuk mendatanginya karena ingin bertanya mengenai kejadian tersebut namun sepertinya, mamaku yang akan mengambil alih kasus itu," balas Emily.

"Jadi?" potong Felix. "Apa inti dari percakapan kalian yang bersikap seolah-olah tidak ada aku di tempat ini?" tanyanya menyindir.

Emily menoleh dengan tertawa kecil.

"Intinya ada sebuah kesempatan yang bisa kita dapatkan karena Ella merupakan satu-satunya saksi yang berhasil selamat dan berkatnya, aku bisa menemukan mayat-mayat di dalam hutan itu," jelas Emily.

Felix mengangguk perlahan dan mereka kembali terdiam untuk berkonsentrasi.

Saat sedang berada dalam pikiran mereka masing-masing, ketiganya mendengar suara tabrakan dua buah kendaraan di depan kafe tempat mereka berada hingga membuat lokasi itu menjadi terlihat ramai. Louisa yang spontan berdiri dari kursi tempat dia duduk, mengarahkan pandangannya keluar melalui kaca jendela kafe.

[Completed] TSS [4]: Louisa Gordon and The Secret StalkerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang