LXXX

309 72 28
                                    

Malam semakin berlarut. Louisa menghela napas perlahan setelah kendaraan Felix tiba di kediaman rumahnya. Felix menoleh ke arah Louisa. Dia tahu bahwa perempuan itu saat ini sedang memikirkan sesuatu namun terasa sulit untuk diungkapkan olehnya.

"Loui, kita sudah sampai," ucap Felix.

Louisa tersadar dari lamunan. "Egh?" Dia menatap lurus ke depan. "Oh ya. Maafkan aku karena termenung."

"Tidak apa. Besok aku akan menjemputmu lagi," ucapnya.

Dia mengangguk. "Baiklah. Sampai ketemu esok hari."

Pintu mobil tertutup dengan kencang. Louisa berjalan dengan lesu memasuki rumahnya secara perlahan. Setelah menutup pintu rumah, dia baru bisa mendengar suara deru mesin mobil milik Felix yang telah berjalan menjauhi kediaman rumah keluarga Gordon. Louisa melangkah menaiki anak tangga dan tidak berniat untuk melihat keadaan di dalam rumahnya meski suasana di lantai satu benar-benar dalam keadaan sepi.

Setelah tiba di lantai dua, dia mengeluarkan kunci kamar dari dalam saku celana namun sayang, kunci tersebut terjatuh ke bawah.

Louisa membungkukkan badannya ke depan untuk mengambil kunci tersebut. Dia terdiam sejenak ketika menyadari akan hal aneh. Perlahan kedua bola matanya bergerak ke arah kanan. Sepasang kaki pucat mungil berdiri tepat di samping Louisa. Louisa menutup matanya dengan tarikan napas kemudian dihembuskan sesaat dia berdiri untuk mengambil kunci itu kembali.

"Louisa, ingin bermain denganku?"

"Tidak," balas Louisa tegas. "Aku sedang lelah hari ini."

Tanpa berniat menoleh sedikitpun, Louisa memutuskan untuk masuk ke dalam kamarnya. Dia mengunci pintu itu dari dalam dan menyender pada pintu kamar.

"Louisa."

Suara Ella masih terdengar di kedua telinga Louisa. Perempuan itu memejamkan kedua bola mata menahan tangisan yang semakin terasa mengiris hatinya. Louisa mengatup bibirnya ke dalam dan kembali berdiri tegak sembari mengabaikan seseorang yang berdiri di depan pintu kamarnya.

Jam terus berdetak hingga tepat pukul 12 malam. Louisa terbangun dari tidur sesaat dia merasakan hawa panas di dalam kamar. Dia bangkit dari atas ranjang dan menoleh ke arah pantulan dirinya pada cermin. Setelah sekian lama menempati rumah tersebut, baru kali pertama Louisa merasakan hawa panas di sekitarnya. Dia memutuskan berjalan keluar kamar untuk mengambil segelas air mineral di dapur rumah agar rasa hausnya bisa hilang.

Sebelum berjalan ke bawah, Louisa menghampiri kamar adiknya untuk memeriksa apakah Ella sedang dalam keadaan terlelap atau tidak.

Pintu kamar yang terbuka memperlihatkan adik kandungnya sedang dalam keadaan terlelap membelakangi tembok kamar sembari dipeluk oleh seorang anak berwajah pucat dari belakang yang tidak lain adalah Railey. Mereka sempat saling beradung pandang hingga Louisa menundukkan kepalanya sesaat sosok itu tetap menatapnya berdiri di ambang pintu. Louisa menghela napas dan kembali menutup pintu kamar Ella secara perlahan.

Dia menatap ke arah pintu kamar kedua orangtuanya. Sudah beberapa hari ini dia tidak mendengar suara tangisan dari adik tirinya, Lucas. Tanpa berniat untuk memeriksa keadaan di dalam kamar tersebut, Louisa memutuskan untuk berjalan kembali dan menuruni anak tangga dengan suasana hening yang menyelimutinya saat ini.

Setibanya dia di lantai dasar, sejenak Louisa mengamati keadaan di sekitarnya. Tidak sama seperti hawa di dalam kamar, Louisa merasakan suasana di lantai satu tampak dingin. Dia mengusap kedua lengannya dan berjalan menuju koridor rumah.

Suara gemericik air yang membasahi wastafel langsung membuat Louisa menadahkan gelas kosongnya. Setelah terisi setengah penuh, dia menegak minuman tersebut dengan pandangan mengarah pada pekarangan belakang rumah.

[Completed] TSS [4]: Louisa Gordon and The Secret StalkerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang