Gunung Kunlun - Alam Langit.
Seberkas cahaya putih melesat cepat melewati lapangan luas tanah rerumputan, lapang dengan gerbang tembok besar nan kokoh berwarna hitam. Tepat pada kedua sisi terdapat ukiran phoenix juga naga, sementara bagian atas terpampang tulisan keemasan yang menandakan wilayah Gunung Kunlun.
Diketahui bahwa naga mewakili Long Jun sementara phoenix adalah Ta Hai. Dua binatang suci Alam Langit yang dipercaya akan membawa kedamaian serta kemakmuran dalam enam alam terutama bagi kehidupan Alam Langit.
Tidak sampai disitu saja, karena keindahan sesungguhnya akan dimulai pada saat melewati gerbang dan hamparan lapangan, di mana terlihat jelas pegunungan hijau menjulang hingga menembus awan. Di sanalah tempat para murid dan pasukan Gunung Kunlun berada.
"Shifu, kau kembali." Hormat semua murid.
Ta Hai membalas dengan anggukan dan senyuman, mengubah kembali alat transportasinya, kipas besar ke ukuran semula. Sementara para murid berkumpul untuk mendengar kabar mengenai perseteruan di Laut Timur dengan penasarannya.
"Jia Yi, ceritakan pada mereka."
"Shifu, apa ini alasanmu memintaku kembali?" rengek Jia Yi.
"Ohh! Karena aku tahu mereka pasti ingin tahu dan aku tidak punya waktu menceritakannya."
"Ohh benar, Shifu. Dewa Perang Long Jun belum lama tiba dan menunggumu di tempat biasa," beritahu murid lainnya.
"Lihat! Aku dewa yang sibuk, mana ada waktu bersantai," ujar Ta Hai, melempar pandangan sedikit mengolok pada Jia Yi, tersenyum kemudian.
Sepeninggalan Ta Hai, para murid ribut meminta penjelasan pada Jia Yi. Sontak membuat Ta Hai terkekeh kecil. Namun, keindahan Gunung Kunlun berhasil mengalihkan keributan yang terjadi, mengalihkan ke pemandangan yang terbentang luas dari atas sana seolah melihat seluruh alam.
Aliran sungai memanjang, mengalir lengkap dengan air terjun, hutan rimbun lengkap dengan burung yang menghiasai langit biru dan yang terpenting keindahan dari Aula Gunung Kunlun. Dengan lantai marmer merah gelap, tiang besar putih dengan ukiran tanaman rambat hijau terpampang kuat dan kokoh, meja kayu dengan bantalan duduk pada sisi kanan dan kiri, menghadap ke arah kursi mewah berukiran phoenix emas dengan mata merah.
Tidak ada dinding pada aula, yang ada hanya pemandangan lepas nan indah seolah aula dalam posisi melayang. Memiliki langit-langit atap yang berlukiskan pemandangan alam kunlun lengkap dengan awan dan langit biru.
Selain itu, tepat di puncak tertinggi Gunung Kunlun, terdapat suatu gua. Gua itu sering dijadikan Long Jun untuk melakukan kultivasi atau meditasi dahulunya dalam meningkatkan energi serta kemampuannya. Bahkan, upacara pengangkatan level kedewaan Long Jun peroleh saat berada di luar pintu masuk gua, menghadang tubuhnya oleh sambaran petir bertubi-tubi.
Selama masa luka itu, Long Jun akan berendam dalam kolam mata air hangat yang dikenal sebagai Kolam Penyembuhan, tempat favorit baginya juga Ta Hai. Meskipun kebanyakan waktu mereka habiskan di sana bukan untuk bersenang-senang melainkan untuk mengobati luka fisik serta energi. Namun, tidak ada tempat yang lebih menyenangkan dari sana.
"Lihatlah dirimu yang bersantai setelah mengirimku ke Laut Timur, sungguh tidak berperasaan."
"Bukankah kau selalu suka jalan-jalan? Selain itu kulihat kau tidak banyak kerjaan," ujar Long Jun, tersenyum.
Ta Hai masuk ke dalam kolam, mengenakan selapis pakaian putih. Dirinya menyenderkan tubuh pada dinding kolam serta merentangkan kedua tangannya.
"Situasi sekarang mengingatkanku akan masa lalu," ujar Ta Hai.
"Gunung Kunlun adalah bukti dan kolam ini adalah saksi dari banyaknya peningkatan level kita," sahut Long Jun.
"Waktu berlalu ... orang bertumbuh. Sementara jalan hidup mewakili adanya kehidupan," tambah Ta Hai.
"Orang bertanya apa itu kehidupan, mencari tahu sebanyak mungkin untuk mengurangi keingintahuan. Namun, siapa yang tahu bahwa dewa tinggi sekalipun tidak mengerti dengan kehidupan. Terkadang, hidup dengan pikiran sederhana tidak ada salahnya," ujar Long Jun.
"Apa yang sedang kau pikirkan?"
"Klan Duyung menghentikan tindakan. Namun, hati penuh benci ... menghentikan salah, tidak menghentikan juga salah. Lalu apa yang harus dilakukan?" tanya balik Long Jun.
"Hentikan sekarang untuk kebaikan sekarang, ke depannya ... ikuti arus takdir saja. Kita lihat, sejauh mana dan apa takdir akan membawa. Pada saat itu, kita barulah bertindak," jawab Ta Hai.
Keduanya terdiam, tenggelam dalam pikiran. Menatap lurus ke dalam kolam yang mengeluarkan uap.
"Zhao Yong akan menemui Klan Duyung untuk bersekutu. Melihat situasi, Klan Duyung akan menyetujuinya."
"Itu berarti Laut Timur masih dalam bahaya, bukankah begitu?" tanya Ta Hai serius.
"Semoga saja hanya Laut Timur."
"Apa maksudmu?" Ta Hai tidak mengerti.
"Firasatku tidak baik akan hal ini."
Berharap ketakutanku tidak terjadi.
Kota Chang'an - Alam Manusia.
Sejak Zhao Yong masih di Alam Iblis, Paman Ming lebih sering bertemu dengan Yue Hua untuk sekedar mengobrol dan makan bersama. Tentu, dengan kedua pengawal istana yang menjaga. Sementara Cheng Yuan akan keluar istana secara diam-diam bersama Yuan Feng pastinya.
"Resiko besar keluar istana, tidak tahu sepenting apa barang yang kau cari itu hingga berani seperti ini."
"Penting, sangat penting malahan,"
sahut Cheng Yuan.
"Lalu bisakah kau memberitahuku?" tanya Yuan Feng.
"Kuberitahu juga kau tidak akan mengerti."
Keduanya masuk ke dalam toko pakaian, tempat pertama kali Cheng Yuan bertemu dengan Yue Hua. Meskipun tahu kesempatan untuk bertemu kembali Yue Hua di tempat yang sama sangatlah kecil, Cheng Yuan tetap datang dengan harapan besar. Mendekati kembali tempat saat mereka berdua bersama seolah untuk memuaskan kerinduan hati Cheng Yuan.
Melihat senyum yang begitu bahagia, sontak membuat Yuan Feng kebingungan. Hal apa tepatnya yang telah dipikirkan dan merasuki Cheng Yuan.
"Tampaknya ada sesuatu di sana."
Cheng Yuan melihat ke arah pandang Yuan Feng, tampak benda putih dengan rumbai merah tergeletak pada lantai kayu di sudut ruang tersebut.
"Gantungan giok putih?" gumam Cheng Yuan, meraih benda tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alohomora : The Three Realms (End)
Fantasy(Sequel Alohomora : The Secret) Kematian merenggut, kehidupan abadi berumur ribuan bahkan sampai ratusan ribu menanti. Namun, kehidupan lalu bagaikan percikan api yang siap berkobar. Kehidupan kacau, keseimbangan pun diuji hingga mendatangkan ujian...