"Apa yang kalian lakukan?! Lari dan bersembunyilah!" teriak Cheng Yuan.
"Dewa melindungi kita," sahut salah satu orang, mata terpukau dengan menyunggingkan senyuman.
***
Cheng Yuan dan Yuan Feng sontak melihat ke belakang, menengadah. Nampak, napas kelegaan menguar dengan binar mata takjub. Tentu saja, karena apa yang mereka semua saksikan tidak pernah terjadi sebelumnya. Layaknya sihir, sangat indah meskipun menakutkan.
Pasalnya bola-bola api yang siap menghancurkan tampak tak bergerak, perlahan berubah menjadi bola-bola es sebelum akhirnya melebur menjadi kepingan es. Sementara para siluman yang hendak menerobos masuk, tertahan oleh semacam cahaya keemasan yang melingkupi desa sepenuhnya, layaknya perisai pelindung. Bagi yang menyentuh, maka bersiaplah menjadi abu.
Saat itulah, semua pasang mata orang desa fokus pada sosok asing. Dialah, sosok yang melindungi desa dari serangan sebelum akhirnya menghilang, menjadi seberkas cahaya kekuningan yang melesat ke tempat Long Jun dan Wen Rou kini berada.
"Apa semua orang baik-baik saja?" tanya Long Jun.
"Tentu saja, tapi ... kenapa begitu lama bagimu menyingkirkannya?" Mengarahkan pandangannya pada ular raksasa.
"Ta Hai, berhentilah memancing Long Jun," sela Wen Rou, terkekeh setelahnya.
Sontak saja Long Jun melayangkan tubuhnya dengan sangat ringan, melesat dengan cepat pada ular yang mengamuk. Mempererat pegangan pedang, melibas berkali-kali dalam kecepatan yang tak kasat mata dari berbagai arah hingga dirinya kembali ke posisi awal.
Tak lagi ada sosok ular raksasa, yang ada hanya tertinggal Shehan yang terluka parah, menghilang begitu saja dari pandangan bersamaan dengan pengikut lainnya.
***
Kembali ke aula istana, salah satu pengawal baru saja masuk dengan membawa kotak kayu yang segera diambil Kasim Wang, menyerahkan pada raja. Begitu dibuka, aula istana kembali ribut. Raja hanya melihat Tn. Yan yang tertunduk dengan kanselir yang tersenyum menang.
Satu per satu menteri mengeluarkan suara, mendukung kanselir. Bahkan, bagi mereka yang biasanya menentang sekarang mau tidak mau mendukung demi kelangsungan hidup. Memohon pada raja untuk menangkap dan segera mengeluarkan keputusan hukuman pada Yue Hua, termasuk seluruh keluarganya.
Tn. Yan yang terdiam hanya bisa bertukar pandang pada raja yang menopang salah satu tangannya pada kursi singgasana, memijat kembali keningnya sebelum akhirnya membuat keputusan untuk mengurung Yue Hua dan WanWan dulu, menunggu hasil akhir dari hukuman dalam penjara.
Melihat Yue Hua yang dibawa oleh pengawal, Tn. Yan hanya bisa menitikkan air mata. Tak melangkah sedikit pun bahkan setelah persidangan bubar, meninggalkan dirinya sendiri dalam aula hingga sosok bayangan lengkap dengan suara tapakan kaki terdengar, mendekat.
"Sudah kukatakan, kau dan putrimu tidak akan bisa menjadi bagian dari kerajaan."
"Kanselir, pertarungan ini harusnya tidak melibatkan keluarga lainnya yang tak bersalah." Tn. Yan berbalik, memandang langsung ke dalam mata menangnya seorang penjahat.
"Aku harus membasmi hingga ke akar-akarnya agar tidak tumbuh tunas baru yang akan mengganggu nantinya."
Kedua pasang mata saling memancarkan kebencian, kuat dan lekat sebelum akhirnya meninggalkan kanselir seorang yang memandang singgasana.
Begitu malam tiba, terlihat beberapa pelayan memasangkan api pada dinding-dinding batu. Menampilkan udara atau bahkan bau sesak dalam ruangan yang dipenuhi jeruji-jeruji kayu, tempat tidur papan yang beralaskan jerami, meja dan kursi kayu dengan sebatang lilin putih menyala di atasnya serta lantai yang beralaskan tanah. Di sanalah, Yue Hua terkurung bersamaan dengan WanWan yang duduk pada kursi kayu, sedangkan Yue Hua terduduk di ranjang, menyilangkan kedua kaki.
"Apa gunanya kau membantu Kanselir jika akhirnya hidupmu juga dipertaruhkan?"
"Aku hanya seorang anak dari pengemis, memiliki dua orang adik yang harus kulindungi setelah kematian kedua orang tuaku. Bagaimana mungkin orang sepertimu bisa tahu kehidupan sulit apa yang sudah kujalani selama ini. Karena itu, yang kulalui sekarang bukanlah apa-apa ....
"... Diriku berjanji akan setia pada siapa pun yang menolongku. Bahkan, jika orang tersebut adalah penjahat yang paling keji sekalipun. Setelahnya, aku bertemu dengan Huangtaihou."
"Begitukah ...?" lirih Yue Hua, memejamkan mata sendunya.
"Huangtaihou bagaikan penyelamat, setidaknya begitu bagiku meskipun banyak hal jahat yang dirinya perintahkan padaku. Hal itu berhasil membuatku menjadi pelayan setianya. Mengirimku ke sisi Huanghou, menjadi mata-mata sekaligus menarik kepercayaan Huanghou padaku ... hingga Huanghou memercayaiku untuk menjadi dayang pribadimu. Hingga semua ini terjadi."
"Apa kau pernah berpikir, semua yang kau lakukan sekarang ... Kanselir, tidak akan membiarkan dua adikmu hidup."
"Tidak mungkin! Kanselir telah berjanji tidak akan melakukan hal itu."
"Jaminan apa yang kau dapatkan hingga begitu yakin?" Yue Hua membuka kembali sepasang matanya, melempar pandangan pada WanWan.
"Kanselir, dia orang yang tidak akan membiarkan hal sekecil apa pun menjadi penghalang. Bahkan, semut sekalipun akan dirinya singkirkan," tambah Yue Hua.
"Tidak mungkin!" teriak WanWan.
"Baik, semoga saja yang kau katakan benar."
Yue Hua berbaring, menatap langit-langit dengan pandangan kosong, memejamkan mata kembali. Sementara dalam kediaman raja, tampak Tn. Yan hadir, berdiri di hadapan raja.
"Huangdi, maaf sudah membuat masalah menjadi seperti ini."
"Bukan salahmu, tidak perlu minta maaf."
"Hukumlah aku yang tidak bisa bekerja dengan baik," tekan Tn. Yan.
"Berhentilah mengatakan omong kosong!" teriak raja yang menatap lurus Tn. Yan.
"Uhuk! Uhuk ...! Uhuk!"
"Huangdi! Aku akan panggilkan tabib."
Raja menggeleng, memberikan syarat dengan tangannya yang seketika menghentikan langkah Tn. Yan.
"Aku akan berusaha menenangkan para menteri jadi tidak perlu khawatir," ujar raja.
"Jangan biarkan satu pejabat menghancurkan pandangan baik menteri lainnya terhadapmu, Huangdi. Jika begitu, maka Huangdi akan kehilangan kekuasaan dan ditinggalkan ....
"... Hal inilah yang Kanselir ciptakan saat ini. Jalan yang akan menghentikan langkahmu sebagai Huangdi. Baik dengan menghukumku ataupun tidak menghukum," ujar Tn. Yan.
"Menghukum dirimu maka aku akan kehilangan pejabat terpercaya. Tidak menghukum, maka para menteri akan meninggalkanku. Kanselir, sungguh merencanakannya dengan matang."
Keduanya saling bertukar pandang, tersenyum dengan mata penuh kesedihan. Raja kemudian meminta Kasim Wang menyiapkan makan malam, makan bersama dengan saling menuangkan arak dan bersulang, tenggelam dalam pikiran masing-masing.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alohomora : The Three Realms (End)
Fantasy(Sequel Alohomora : The Secret) Kematian merenggut, kehidupan abadi berumur ribuan bahkan sampai ratusan ribu menanti. Namun, kehidupan lalu bagaikan percikan api yang siap berkobar. Kehidupan kacau, keseimbangan pun diuji hingga mendatangkan ujian...