"Barusan ... apa itu?" tanya Paman Ming.
***
Zhao Yong memalingkan pandangan, melangkah pelan menghadap bambu yang menari-nari, menyentuh helaian daun dengan tatapan tajamnya.
Sementara di sisi lain, tepatnya kediaman tan hua, Yue Hua dan Cheng Yuan menikmati waktu kebersamaan, duduk berdampingan dengan tangan yang saling bertautan.
"Apa hal ini sungguh perlu dilakukan?"
"Aku pernah berjanji pada diriku sendiri, akan membuat satu lukisan bersama wanita yang kucintai lalu menggantungnya dalam kamar hingga hidupku berakhir. Takkan pernah lepas atau tergantikan," ujar Cheng Yuan.
"Tidak tahu apa perkataanmu barusan bisa dipercaya atau tidak, tapi ... aku ingin memercayainya." Yue Hua tersenyum hangat, memandang penuh harap.
"Sebagai Taizi dan Huangdi masa depan, aku memang tidak tahu berapa banyak wanita yang akan bersamaku. Tapi, aku pasti akan menempatkanmu selalu di hatiku ... selalu."
"Sebagai istrimu, aku tidak bisa memiliki suami yang banyak. Jadi sudah pasti hatiku hanya milikmu."
"Kau ingin punya suami lebih dari satu?"
"Jika bisa kenapa tidak? Bukankah kalian pria bisa melakukannya. Tentu, wanita juga bisa."
"Sungguh konyol, berhentilah mengatakan lelucon seperti itu."
"Aku tidak sedang membuat lelucon, aku benar-benar serius sekarang," ujar Yue Hua.
Cheng Yuan terkekeh pahit, memalingkan wajah kesalnya dan mendesah berat. Sontak, tawa Yue Hua pecah memenuhi ruangan. Bahkan, sang pelukis tersenyum melihat tingkah mereka.
Sadar sedang dibodohi, Cheng Yuan seketika mengeluarkan jurus andalannya. Meregangkan kedua jari-jari tangan, menggelitik Yue Hua yang sontak meronta-ronta geli, tertawa bersama layaknya anak kecil kemudian.
"Aku salah, aku salah. Aku menyerah," ujar Yue Hua terengah-engah.
"Benarkah?"
"Ohh!"
Keduanya kembali ke posisi awal, saling menautkan tangan dengan senyum lebar menghiasi keduanya.
"Kau sungguh berpikir perkataanku tadi serius?"
"Menurutmu?" tanya balik Cheng Yuan.
"Hatiku terlalu kecil untuk dibagi-bagikan ... bagaimana mungkin bisa dibagikan lagi setelah kuberikan seutuhnya pada satu pria. Pria yang kutatap saat ini."
Cheng Yuan memeluk, mencium kening Yue Hua dengan memejamkan matanya. Sementara Yue Hua dengan mantap dan nyamannya merasakan hangat tubuh dan aroma khas Cheng Yuan. Aroma segar bagai embun pagi hari, murni dan bersih.
***
Keesokan harinya, cuaca mendung dengan rintik-rintik hujan lengkap dengan gemuruh. Berbeda sekali dengan cuaca kemarin yang hangat serta cerah. Bahkan, hal itu tampak berkaitan dengan kondisi Yue Hua.
"Uhuk! Uhuk ...! Uhuk ...."
"Minumlah air hangat." WanWan membantu menyuapi Yue Hua.
"Uhuk! Uhuk!"
Yue Hua tampak pucat, keringat membanjiri pelipis, berbaring perlahan dengan WanWan yang membantu lalu menyelimutinya.
"Aku baik-baik saja, kau pergilah," ujar Yue Hua lemah.
"Istirahatlah, aku akan menunggu di luar."
Ketika WanWan pergi, keberadaan Paman Ming terlihat. Menghampiri Yue Hua yang hampir tertidur. Tampak cahaya kemerahan berpendar di sekujur tubuh Yue Hua, membuat Paman Ming mendesah sebelum akhirnya menghilang. Berada dalam kediaman ibu suri yang terlihat dalam kondisi serupa atau bahkan lebih buruk dari Yue Hua.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alohomora : The Three Realms (End)
Fantasy(Sequel Alohomora : The Secret) Kematian merenggut, kehidupan abadi berumur ribuan bahkan sampai ratusan ribu menanti. Namun, kehidupan lalu bagaikan percikan api yang siap berkobar. Kehidupan kacau, keseimbangan pun diuji hingga mendatangkan ujian...