Chapter 39

58 15 172
                                    

Jauh dari istana, melewati kota yang tak ramai seperti biasanya. Masuk dalam hutan hingga terdengar suara gesekan dedaunan bambu yang basah, merunduk oleh tetesan air yang datang semakin dan semakin banyak. Menyeruakkan bau tanah lembap, gemercik air serta tetesan yang menghantam dataran.

Tepat pada teras gubuk, tampak Zhao Yong sedang menikmati waktu santai. Meja menyajikan teh lengkap dengan uapnya yang berbaur dalam udara dingin. Kedua pasang netra matanya menunjukkan dirinya tak sendiri, hal itu diperkuat dengan jumlah cangkir yang tersaji. Menampakkan bayangan Long Jun dan Wen Rou pada permukaan airnya.

"Tadinya aku ingin menyajikan jiu, tapi Long Jun mengatakan teh lebih tepat untuk saat ini," ujar Wen Rou.

"Aku sudah menutupi aura akan keberadaan diriku, pada akhirnya kalian masih saja menemukan tempat ini."

"Teh tentu lebih tepat, hangatnya bisa menenangkan. Berbeda dengan jiu yang justru bisa memicu ketidaktenangan," ujar Long Jun.

"Masuk ke sini tanpa izinku, tidakkah kalian merasa malu? Apa mengganggu urusanku sudah menjadi kebiasaan?"

"Tentu bukan," jawab Long Jun.

"Lama tak berjumpa ... kau sudah sangat berubah sekarang, Zhao Yong."

"Siapa yang tidak akan berubah setelah semua proses hidup yang kujalani. Bukankah kau juga tahu, Wen Rou?"

"Kehidupan tidak ada yang bisa mengatur, apa yang seharusnya terjadi maka terjadi. Termasuk keberadaan kita tentunya."

"Long Jun, berhentilah membuatku tertawa. Kali ini kau ingin mengatakan apa? Takdir? Kehendak ...? Sudah cukup aku mendengar ocehanmu tentang itu ....

"... Katakan, apa yang ingin kalian sampaikan ... siluman? Menghentikanku? Memusnahkanku? Katakan yang mana."

Keheningan, benar keheningan yang terjadi. Bahkan rintisan air hujan menghilang, meluruhkan air dari helaian dedaunan bambu, memecahkan genangan air dengan suasana yang terasa lebih mencekam dan dingin dari sebelumnya.

"Didik dan aturlah pengikutmu," tekan Long Jun.

"Aku menawarkan kebebasan pada mereka, bagaimana bisa aku menahan mereka sekarang? Itu namanya, aku mengabaikan perjanjian. Bukankah itu hal yang tidak baik?"

"Tentu tidak baik, tapi jika hal itu demi kebaikan maka semua sah-sah saja," jawab Wen Rou.

"Di mata kalian, iblis selalu salah dan kalian para dewa selalu benar, bukankah begitu?"

"Zhao Yong," panggil Wen Rou.

"Iblis adalah iblis dan dewa adalah dewa. Iblis tidak bisa menjadi dewa, tapi dewa bisa menjadi iblis. Menurut kalian ... kenapa begitu?"

"Zhao Yong," panggil Wen Rou lagi.

"Karena iblis terlalu kotor, kegelapan sudah mendarah daging. Akan sulit bagi mereka untuk membersihkannya, menjadikan diri mereka putih seutuhnya. Lain halnya dengan putih, yang dengan mudahnya ternoda." Zhao Yong tersenyum pahit, menggeleng-geleng akan cara kerja dunia yang dirasa sangat tidak adil.

"Sejak itu terjadi, bukankah lebih baik melakukan kejahatan saja sepenuhnya? Meluangkan perasaan tertekan," tambahnya.

"Kedua warna itu saling membutuhkan agar keberadaannya memiliki arti. Tidak bisakah kedua warna itu berdamai? Menciptakan suatu keharmonisan? Keseimbangan?Suatu keindahan bagai langit malam berbintang," ujar Long Jun.

"Terlambat."

"Masih belum terlalu terlambat untuk diperbaiki sekarang," ujar Wen Rou.

"Hatiku ... hatiku yang tidak bisa kembali lagi. Bukan keadaan yang kumaksud."

"Lantas, kau benar akan terus menyusuri jalanmu? Tanpa melihat ke belakang bahkan menoleh sedikit saja?" tanya Long Jun.

"Seperti yang kau katakan, bahwa semua hal adalah takdir. Maka aku menerima takdirku begitu pula dengan kalian ... kehidupan atau apalah itu, mungkin sengaja melakukan hal ini ....

"... Aku adalah iblis dan siluman adalah pengikutku. Jadi, mengikuti aturan iblis tidaklah salah. Karena kami memang diciptakan untuk menghancurkan."

"Kau yakin tidak akan menyesalinya?" tanya Wen Rou.

"Jika harus bertemu dalam pertempuran, maka lakukanlah tugas kalian ... karena aku akan, dengan yakin melakukannya."

"Bisa kulihat dari matamu. Penuh keyakinan seperti Zhao Yong dulu," ujar Long Jun.

"Hentikan pembicaraan mengenai masa lalu. Lupakanlah."

"Aku juga ingin. Sayangnya, hal itu terus teringat bagai suatu kebiasaan."

Long Jun menikmati aroma tehnya, mengeluarkan desahan berat dari mulutnya sebelum menyesap habis teh. Tak jauh berbeda dengan Wen Rou, tampak sedih dan kecewa. Keduanya kemudian bangun, melangkah dan melihat pohon bambu. Termenung sesaat seolah kembali mengingat masa lalu.

"Long Jun! Wen Rou ...! Terima kasih ... kuakui, mengenal kalian adalah bagian dari hidup bahagiaku, tapi hatiku sudah pergi terlalu jauh. Tidak bisa lagi kembali seperti dulu ....

"... Jadi ... sekali lagi kukatakan, jalani dan lakukanlah hal yang seharusnya kalian lakukan. Jangan ragu."

Tanpa saling melihat, ketiganya tersenyum kecil dengan mata berkaca-kaca yang kemudian menghilang, menyisakan Zhao Yong seorang yang meneteskan air mata. Bahkan, perlengkapan teh ikut menghilang bersamaan dengan Long Jun serta Wen Rou.

***

Keesokan harinya, cuaca kembali cerah. Matahari tersenyum lebar, saking lebarnya awan sekalipun tak berani menghalangi. Mungkin, ingin membantu mengantarkan rombongan pemakaman ibu suri yang saat ini menyusuri jalanan bebatuan, kiri dan kanan penuh dengan hamparan ilalang berbunga putih, berterbangan menambah indahnya tempat tersebut. Pemandangan yang tampaknya menyindir duka yang dirasakan kepada mereka yang ditinggalkan. Namun, tempat yang tepat untuk mereka yang pergi.

Sedangkan di sisi lain, tepatnya gerbang Kota Chang'an yang saat ini dipenuhi prajurit berbaju hitam dan perak menunggangi kuda. Ada satu di antara mereka yang berbeda, mengenakan pakaian biru muda dan kuda hitam. Turun dari kuda ketika matanya menangkap sosok wanita yang mendekat.

"Kenapa kau kemari?"

"Ingatlah untuk berhati-hati, aku akan menunggumu kembali."

"Aku hanya akan pergi sebentar, tidak perlu sampai khawatir seperti ini," ujarnya tersenyum. "WanWan, bawalah Yue Hua kembali."

"Baik, Taizi."

"Jangan khawatir dengan apa pun yang akan terjadi, Tn. Yan pasti akan membersihkan tuduhan kanselir padamu. Jangan takut saat menjalani pemeriksaan ... aku pasti akan kembali dan menikahimu."

Tak kuasa menahan, Yue Hua memeluk. Menjatuhkan air mata dengan wajah tersenyum, percaya akan perkataan Cheng Yuan.

"Makan dan tidurlah yang teratur, mengerti?"

"Kau juga, jangan sampai terluka," jawab Yue Hua.

"Taizi! Waktunya pergi," beritahu Yuan Feng.

Cheng Yuan melepaskan pelukan, menghapus air mata Yue Hua dan tersenyum sebelum akhirnya menaiki kuda, berbaur dengan prajurit lainnya yang satu per satu mulai berangkat. Tepat saat Yue Hua melambaikan tangan, Cheng Yuan memerintahkan kuda berpaling, melaju secepat mungkin mengejar prajurit lainnya.

Kudoakan yang terbaik untukmu, kembalilah tanpa luka sedikit pun ... aku menunggu kepulanganmu.

Mata lembap tetap mengawasi, melihat Cheng Yuan yang semakin menjauh. Tak melewatkan sekalipun hingga tak lagi melihat sosok Cheng Yuan. WanWan hanya bisa merangkul, menepuk-nepuk bahu menenangkan sebelum akhirnya berhasil membawa Yue Hua pergi.

"Apa benar wanita itu reinkarnasi Ayong?"

"Tidak tahu pasti," jawab Long Jun.

Alohomora : The Three Realms (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang