Paviliun Awan Hijau - Alam Langit.
"Jiwa Mogui Xinzang," gumam Long Jun, serius.
Haruskah sampai sejauh ini, tidakkah kau tahu bahwa para jiwa sesat itu akan sangat liar saat bebas? Kau sungguh sudah kehilangan seluruh akalmu, Zhao Yong. Seluruh alam akan menderita akibat perbuatanmu.
"Ini sungguh sudah kelewat batas."
"Ta Hai! Bantu aku kirimkan pesan pada ketua Alam Binatang dan Alam Bunga, beritahu untuk datang menemuiku segera."
"Kau akan bersekutu dengan mereka?"
"Memang itu rencanaku, tapi tak kusangka hal ini telah memicu tindakan Zhao Yong sebrutal dan secepat ini."
Zhao Yong pasti sudah tahu mengenai ketua dua alam tersebut.
"Apa maksudmu?" Ta Hai tak mengerti.
"Kau tahu siapa ketua dari kedua alam itu?" tanya Long Jun.
"Tentu, Wen Rou ... juga Ding Bei sebagai tangan kanannya berasal dari Alam Binatang, sementara Yang Jian dan Zhen Xi dari Alam Bunga," jawab Ta Hai.
"Wen Rou adalah Yi Wen, Ding Bei adalah Xiao Meng ... mereka adalah teman dekatku juga Zhao Yong di kehidupan lalu ... sebelum akhirnya kami pecah."
"APA?! Lalu ... bagaimana dengan Yang Jian dan Zhen Xi?"
"Yang Jian dulunya bernama Yue Yi sementara Zhen Xi adalah Ling Mo. Mereka juga temanku dan teman dekat Yi Wen," jawab Long Jun.
"Tak heran, Zhao Yong merasa terancam," ujar Ta Hai yang terdengar layaknya sedang bergumam.
"Apa itu berarti Alam Roh tidak ada dalam rencana Zhao Yong?" tanya Ta Hai.
"Hmm, kurasa Paman Ming melarangnya. Jika tidak, Zhao Yong tidak akan membangkitkan jiwa dari Mogui Xinzang."
Long Jun melihat teh yang tenang dalam cangkir, melihat bayangan matanya sendiri sebelum akhirnya menegak habis, desahan ringan pun keluar dari mulutnya yang tenang.
"Aku akan segera mengirim pesan." Ta Hai meletakkan cangkir teh kosongnya, berlalu pergi kemudian, meninggalkan Long Jun yang memerhatikan cangkir kosong tersebut.
Akankah peperangan kembali terulang ...? Saat itu terjadi, apa yang harus kulakukan padamu?
Kerajaan Yi - Alam Manusia.
Suara decitan bersahut-sahutan meramaikan pagi, burung-burung kecil tampak mematuk-matuk tanah bahkan ada yang bertengger pada dahan pohon halaman depan, tepatnya halaman dari kediaman tan hua lengkap dengan sinar matahari cerah yang mencuri keluar dari sela-sela gumpalan putih, datang bersamaan angin yang meniup debu serta pohon seolah bermaksud mengusir burung-burung kecil. Mungkin, untuk membantu Yue Hua yang masih tertidur dalam kamarnya, tak terganggu.
Terlihat dirinya yang masih berselimbung selimut berbulu, lembut dengan warna merah muda. Tampak nyenyak untuk seorang yang baru tinggal semalam di tempat asing, bahkan sinar yang masuk melalui celah kecil jendela tidak membangunkannya. Selain itu, kediaman tan hua terlihat sepi, tenang serta damai seolah tidak ada siapa pun yang tinggal. Bahkan sosok WanWan tidak terlihat.
BRAKK!!!
Gebrakan jendela yang terbuka berhasil menyadarkan Yue Hua dari mimpinya, melihat ke arah jendela yang berdecit lalu bangun meregangkan tubuh, mendekati jendela dan menikmati udara pagi pertama di istana dengan senyuman.
"Kenapa begitu sepi?" gumamnya, jelas heran.
"WanWan!" Yue Hua melangkah keluar, memanggil-manggil WanWan berkali-kali, tapi tidak ada jawaban. Bahkan tidak melihat satu pun pelayan, hanya ruangan kosong.
Aneh ... ke mana semua orang?
Yue Hua keluar kediaman, masih tidak melihat siapa pun juga. Perasaan aneh pun semakin terasa, rasa khawatir mulai menjalar, kening berkerut halus. Saat itu, sosok wanita berusia pertengahan 40an bersama dua dayang di belakangnya melangkah masuk, melewati gerbang dan mendekati Yue Hua.
"Yan Guniang, pagi," sapanya sambil memberi hormat.
"Kau ... siapa?"
"Huangtaihou, memanggilmu," ucapnya ramah, tapi terdengar tegas.
Apa yang terjadi?
Berakhirlah Yue Hua mengikuti para dayang ibu suri, tanpa mengatakan apa-apa hingga tiba di suatu kediaman yang jauh lebih mewah dan luas, tepatnya halaman depan kediamannya.
"WanWan!" panggil Yue Hua, seketika menghampiri WanWan yang terselimut darah pada punggungnya.
Pandangan kemudian beralih ke pelayan lainnya, kondisi mereka sama dengan WanWan, luka penuh pukulan dengan darah pada bagian punggung, bersujud lemah di hadapan ibu suri yang duduk menikmati teh pagi.
"Jadi kau putri dari pejabat Yan?" tanya ibu suri, dingin.
Yue Hua mengalihkan pandangan, perlahan berdiri melihat sosok ibu suri. Wajah tegas, mata kejam, alis tajam terlukis tipis, hidung mancung dengan bibir merah nyala. Bagian rambut terangkat penuh lengkap dengan hiasan kepala yang rumit. Namun, elegan. Mengenakan pakaian dengan jubah luar yang bermotif layaknya burung merak, tampak berat dan cocok dengan kesan tegas wajahnya. Pada bagian jari, tepatnya jari manis dan kelingking di kedua tangannya terpasang kuku palsu panjang berwarna keemasan sekitar 5cm.
"Benar, aku Yan Yue Hua putri pejabat Yan."
"Apa kau tahu apa kesalahanmu?"
"Tidak," jawab Yue Hua, mantap.
"Maka akan kuberitahu! Tangkap dan pukul dia!" teriak ibu suri.
Kedua pelayan pria datang, menarik paksa Yue Hua ke sebilah papan hitam dengan tinggi sepanjang lengan tangan, membaring paksa Yue Hua, telungkup. Kedua tangan tertahan erat begitu juga kedua kakinya.
"Huangtaihou, tepatnya apa yang Anda lakukan?!"
"Pukul!"
BUK!
BUK!!
BUKK!
Tidak sedikit pun Yue Hua mengeluarkan suara, mengatup keras rahang, mengepal erat kedua tangannya. Berkali-kali pukulan kayu menghantam punggung serta bagian pantat. Sontak, WanWan berteriak memohon ampun untuk dimaafkan.
"Cukup!" titah ibu suri.
"Erghh ... huff! Huff!"
"Apa kau sadar sekarang? Kesalahan apa yang telah kau perbuat."
"A-aku ... ti-tidak tahu ... apa yang Huangtaihou maksud, aku tidak merasa salah akan perbuatanku," ujar Yue Hua, gemetar dan terengah-engah.
"Guniang, hentikan dan mohonlah ampun." Tangisan tak bisa WanWan hentikan, terus memohon pada Yue Hua yang jelas menahan sakit.
"Mereka dayang dan pelayan pribadiku ... makan bersama ... apa perlu dihukum dengan cara seperti ini?!" teriak Yue Hua, meneteskan air mata.
"Huangtaihou, sudah kukatakan kalau wanita ini akan sangat keras kepala. Bagaimana, jika menghukum dengan cara lain saja? Hmmm ... mungkin, menarik kuku-kuku jarinya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Alohomora : The Three Realms (End)
Fantasy(Sequel Alohomora : The Secret) Kematian merenggut, kehidupan abadi berumur ribuan bahkan sampai ratusan ribu menanti. Namun, kehidupan lalu bagaikan percikan api yang siap berkobar. Kehidupan kacau, keseimbangan pun diuji hingga mendatangkan ujian...