Pulau Mata Sisik - Klan Duyung.
Suara petikan guzheng berkumandang, keramaian, aroma arak serta makanan menguar. Lebih tepatnya pada aula yang menampilkan para penari. Tampak sebuah pesta perayaan sedang dilakukan, di mana orang-orang secara bergantian meminta bersulang dengan Hu Chen, tak terkecuali dengan Xun Xiao.
"Bersulang!" balas Hu Chen, lantang.
Keduanya menegak cepat, menikmati pertunjukan tari selama beberapa waktu hingga musik berhenti, para penari menemani dan melayani para pria yang minum-minum sebagai gantinya.
Xun Xiao bangun, melangkah ke tengah aula. Tidak ada yang memerhatikannya, sibuk masing-masing dengan urusan mereka. Saat itulah, tampak gumpalan air keluar dari tangan kanan Xun Xiao. Membentuk sebilah pedang berkilau, bening layaknya kristal dengan bagian gagang berhiaskan mutiara-mutiara ungu.
"Apa yang kau lakukan?" Hu Chen memandang lurus Xun Xiao, tangan yang memegang cangkir giok putih seketika menguat.
"Ini hari besarmu, aku hanya ingin menampilkan tarian pedang padamu."
Tepukan tangan dan sorakan didapat, layaknya musik bagi Xun Xiao yang seketika melakukan salto udara dengan ringannya bagai kapas, berdiri dengan satu kaki tertekuk, berputar-putar ke udara mengibarkan jubah putih birunya yang perlahan berubah menjadi hitam dengan semua pasang mata terus memerhatikan setiap gerakan Xun Xiao yang kini telah memantapkan pijakan, menghunuskan pedang pada Hu Chen dengan tatapan tajam dan dingin.
"Apa yang kau lakukan?!"
"Aku ingin kau serahkan posisi ketuamu padaku, kau tidak pantas menjadi ketua Klan Duyung dengan sikapmu itu!"
"Kau ... beraninya! Aku selama ini menganggapmu teman, lantas seperti inikah kau membalasku?!"
"Hu Chen, jika Klan Duyung kau pimpin dengan baik maka aku tidak akan bertindak sejauh ini."
"Kalian! Apa yang kalian lakukan?! Tangkap Xun Xiao!" teriak Hu Chen, geram.
Sebagian segera menghunuskan pedang, tapi sebagian lagi hanya diam, mencerna perkataan Xun Xiao. Pasalnya, Hu Chen memang dikenal sebagai ketua yang keras kepala, mudah tersulut amarah, tidak berpikir panjang serta gengsi yang tinggi.
Tentu sikap dan karakter itulah yang membuat sebagian orang yang terdiam, tidak membantu Hu Chen melainkan bergabung dengan Xun Xiao setelahnya.
"Tangkap dan bunuh mereka yang berkhianat!" teriak Hu Chen, sangat murka.
Pertempuran terjadi, pedang menari-nari mengeluarkan dentingan nyaring. Baik dalam aula atau luar, semua bertarung. Udara anyir dengan pasir merah, suara erangan, sayatan, tusukan, bantingan lengkap dengan ledakan akibat dua energi yang saling berlawanan ... terus dilemparkan.
Hu Chen dengan cahaya energi biru, sementara Xun Xiao berwarna hijau kehitaman. Keduanya saling beradu di tengah-tengah aula, menahan ataupun mendorong hingga keduanya terpental menyembur darah.
"Akan kubunuh kau!"
Hu Chen menguatkan genggaman pedang, menajamkan matanya lalu mengunci sasaran. Memutar tubuhnya hingga cahaya biru keluar dari pedang, mengarah cepat pada Xun Xiao yang masih terduduk lemah.
"Bagaimana bisa?"
Hu Chen beserta lainnya terperangah, Xun Xiao baik-baik saja tanpa luka sedikit pun. Gantinya, cahaya merah memenuhi dirinya, bagai perisai. Saat itulah sosok asing dengan para pengikutnya muncul.
"Kenapa bersikap begitu lemah? Ingat! Alam Iblis tidak pernah lemah." Zhao Yong mengulurkan satu tangannya.
"Apa yang kau dan lainnya lakukan di sini?" Xun Xiao meraih uluran tangan, bangun.
"Tentu membantumu, memangnya apalagi."
"Ternyata kau berkomplot dengan suku Iblis! Sungguh rendah dirimu!" teriak Hu Chen.
"Paling tidak aku berusaha untuk membuat Klan Duyung tidak dipandang rendah. Lalu bagaimana denganmu?! Apa yang sudah kau berikan pada Klan Duyung selain harga diri yang terinjak-injak?!"
"Apa yang kalian tunggu?! Kenapa tidak menangkapnya?!"
BLESH!
BRUK!!!
"Tn. Hu!" teriak orang-orang, terbelalak dengan napas tercekat, mematung, memandang ke satu titik arah yang sama.
Mayat Hu Chen terkapar, luka menganga pada leher. Sementara Zhao Yong memandang semua orang dari kursi utama aula, menyeringai. Tak tahu kapan dirinya bergerak maju, karena yang terasa sebelumnya ... hanyalah deruan angin.
"Xun Xiao, kemarilah!"
Xun Xiao masih berfokus ke arah Hu Chen dengan raut penuh kesedihan, melangkah mendekat dengan langkah berat sebelum akhirnya berdiri berdampingan dengan Zhao Yong.
"Jangan lihat lagi, lihatlah ke depan! Orang-orang yang siap kau pimpin mulai sekarang," tekan Zhao Yong.
Xun Xiao mengikuti arahan, menatap Klan Duyung yang tak lagi bisa berkutik dengan banyaknya pasukan iblis yang meringkus.
"Mulai hari ini, Xun Xiao adalah ketua baru kalian!"
"Juga! Kuumumkan bahwa Klan Duyung sekarang adalah bagian dari Alam Iblis! Ingatkan hal itu dalam hati kalian! Yang melanggar, bersiap dibinasakan dengan cara Alam Iblis!"
Tentu perkataan Zhao Yong menimbulkan pro dan kontra, memicu keributan yang berakhir kematian. Namun, semua terkendali berkat perkataan Zhao Yong yang membangkitkan rasa marah terpendam setiap orang, strategi ampuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alohomora : The Three Realms (End)
Fantasy(Sequel Alohomora : The Secret) Kematian merenggut, kehidupan abadi berumur ribuan bahkan sampai ratusan ribu menanti. Namun, kehidupan lalu bagaikan percikan api yang siap berkobar. Kehidupan kacau, keseimbangan pun diuji hingga mendatangkan ujian...