"Paman, minggirlah," lirih Zhao Yong.
Begitu Paman Ming menjauh, jeruji kayu yang mengurung Yue Hua pecah begitu saja, berserakan di sekitaran dengan hanya menyisakan bagian alasnya tanpa melukai Yue Hua, bahkan sehelai rambutnya pun tidak. Saat itulah, Zhao Yong mendekat, menelusuri wajah Yue Hua dengan mata berkaca-kaca sebelum akhirnya menghilang bersamaan dengan Paman Ming. Menyisakan para mayat yang dihampiri burung gagak, atau mungkin Zhao Yong yang telah memanggil gagak-gagak tersebut.
Pasalnya, gagak-gagak jelas bukanlah gagak biasa, mereka mengeluarkan suara layaknya manusia yang sedang bicara. Namun, tidak ada yang tahu, karena tidak ada yang melihat langsung, yang terdengar hanyalah suara yang menikmati santapan saja. Sementara Zhao Yong kini telah tiba di hutan bambu. Berdiri bersama Paman Ming di luar gubuk, memandang ke dalam Yue Hua yang terduduk diam.
"Dia tidak ingin bicara, apa yang harus kita lakukan?"
"Beri dia waktu," balas Zhao Yong, melempar pandangan pada Paman Ming kemudian.
"Jika memberitahuku dari awal maka semua ini tidak perlu terjadi padanya. Paman, kenapa tidak memberi tahu lebih awal sebelumnya?"
"Apa yang akan kau lakukan ... jika tahu semuanya?" tanya balik Paman Ming.
"Menurutmu?"
"Karena itu aku tidak ingin."
"Paman! Kehidupannya akan jauh lebih baik jika mengikutiku daripada di alam ini, bersama dengan orang-orang yang ingin terus melukainya."
"Itu menurutmu bukan menurutnya ....
"... Yue Hua sekarang tidak lagi mengingat kehidupan lalu, tidak lagi mengingat kita. Karena itu, aku tidak ingin dirinya mengikutimu, membiarkan dirinya tahu kehidupan lalu yang kejam. Aku juga takut, dirinya akan kembali menjadi pemicu dirimu ... seperti dulu."
"Hal yang terjadi padaku itu semua aku sendiri yang memutuskan."
"Tentu, tapi kau tidak bisa menyangkal bahwa keputusanmu dulu untuk memutuskan hubungan dengan Negeri Wo Cheng ada karena dirinya."
"Paman ...! Tanpa dirinya, hubungan panas antara langit dan iblis tidak akan padam. Kekacauan ... peperangan, cepat atau lambat akan terjadi."
"Menang atau kalah, apa kau yakin bisa mencapai kedamaian hatimu?" tanya Paman Ming.
"Tidak tahu, tapi pantas dicoba. Setidaknya hal itu bisa mengurangi kemarahan hatiku, setidaknya diriku bisa sedikit bernapas lega."
Zhao Yong mengalihkan pandangan ke Yue Hua yang juga diikuti Paman Ming. Keduanya tampak prihatin. Namun, tidak ada yang bisa dilakukan. Begitu Zhao Yong melangkah masuk, Paman Ming menjauh. Terlihat jelas, Zhao Yong yang duduk di sebelah Yue Hua, ingin menyentuh wajahnya, tapi menarik kembali keinginan tersebut.
Sementara dalam kediaman Cheng Yuan, saat ini tidak lagi terjaga. Kediaman kembali seperti biasanya dengan kanselir yang menanti di halaman depan.
"Sampaikan pada Taizi aku ingin menemuinya."
"Taizi sedang tak ingin bertemu dengan siapa pun, silahkan kembali dulu dan datang kembali nanti," ujar Kasim Chen.
Kanselir segera menerobos masuk, melihat sekitar, tapi tak menemukan sosok Cheng Yuan. Mata yang mengedar sontak terpaku, dilingkupi kemarahan. Kemarahan akan sosok lukisan yang tergantung.
"Kanselir, ini kediaman Taizi bukan kediaman sembarang orang!"
"Sampaikan segera pada Taizi bahwa aku menunggunya!"
Kediaman raja juga mengalami panas yang sama, Cheng Yuan yang berdiri di hadapan raja tampak yakin. Sementara raja hanya menatap kesal, tidak tahu hal apa yang disampaikan Cheng Yuan hingga membuat raja semarah itu.
"Huangdi istirahatlah, aku pamit undur diri."
"Kau!"
"Uhuk! Uhuk ...!"
Cheng Yuan melangkah keluar, bahkan saat raja memanggil dia tidak peduli. Terus saja melangkah dengan sorot mata penuh keyakinan hingga tiba di luar dengan permaisuri dan Yuan Feng menatap tak percaya padanya.
"Mari kembali," ujarnya menatap Yuan Feng.
"Taizi, pikirkan kembali keputusanmu," ujar permaisuri.
"Aku tidak akan datang kemari jika ragu."
Cheng Yuan segera melangkah pergi, sedangkan permaisuri terus saja memerhatikan dirinya sebelum berakhir masuk ke dalam kediaman raja. Membantu menenangkan raja yang masih terkejut akan keputusan Cheng Yuan. Sementara Cheng Yuan sendiri, kini telah tiba dan masuk ke kediamannya yang seketika disambut Kasim Chen begitu melihat kedatangannya. Melihat keberadaan kanselir yang juga menghampiri dirinya.
"Kebetulan, aku juga ingin menemuimu," ujar Cheng Yuan.
"Tidak tahu apa yang ingin Taizi sampaikan, tapi izinkan diriku menyampaikan apa yang ingin kusampaikan padamu dulu."
"Kanselir, kau yakin tidak ingin mendengarnya dulu dariku?"
Apa tepatnya yang ingin kau sampaikan, Taizi?
"Baiklah, katakan."
Cheng Yuan meminta Yuan Feng dan Kasim Chen meninggalkan mereka berdua saja. Mengajak kanselir duduk, menikmati teh bersama.
"Aku baru saja kehilangan calon Taizifei. Tentu, posisi itu tidak seharusnya dibiarkan kosong. Bukankah begitu, Kanselir?"
"Taizi berpikir luas."
"Jadi aku merekomendasikan Lu Ring sebagai Taizifei berikutnya pada Huangdi."
Terkejut, tentu respon itu menjadi hal pertama yang dikeluarkan kanselir. Sebisa mungkin dirinya menyembunyikan keterkejutan itu dengan pandangan menerka-nerka, tak ingin masuk dalam perangkap.
"Apa yang kau rencanakan?"
"Bukankah itu yang kau inginkan hingga repot-repot melakukan semua hal ini pada keluarga Yan?"
"Taizi, mohon jaga bicaramu," tekan kanselir.
"Jadikan pernikahan ini sebagai pertukaran ... lepaskan nyawa Yue Hua, jangan pernah menyakitinya. Itu persyaratanku untuk menikahi Lu Ring ... hanya itu."
Pandangan kanselir menajam, tampak juga dirinya masih mencerna perkataan Cheng Yuan, berpikir dalam atau bahkan memandang jauh ke depan selama beberapa saat. Tak yakin akankah kesepakatan ini menguntungkan baginya ... atau malah merugikan.
"Taizi, apa maksud perkataanmu barusan?"
"Kanselir tahu jelas apa maksudku, tidak perlu lagi bagiku mengatakan atau menjelaskan hal tersebut," tekan Cheng Yuan, menegak tehnya dengan pandangan mengunci kanselir.
"Karena kau sudah tahu maka tidak perlu bagiku basa-basi ... diriku kemari memang ingin mengatakan hal tersebut padamu." Kanselir menegak tehnya, mengarahkan pandangan tajamnya.
"Yue Hua ... diriku memang ingin membunuhnya, tapi tak kusangka, dirimu akan siap dengan semua yang terjadi dan malah membunuh orangku dengan kejam. Bagaimana bisa, kau membunuh mereka tanpa luka fisik ...? Atau, Yue Hua memang mempelajari ilmu sihir?"
"Kanselir, tampaknya karena kasus Huangtaihou dirimu jadi terbawa-bawa akan hal yang mustahil."
Keduanya saling bertukar pandang, menerka-nerka jawaban sebenarnya dari kedua mata yang saling menyembunyikan sesuatu.
"Baik, tidak akan kubahas lagi hal ini ... mengenai pertukaran yang kau usulkan, tentu akan kuterima dengan senang hati. Tapi! Jika diriku mengetahui hal di balik rencanamu ... jangan salahkan aku akan hal yang siap terjadi pada wanita yang kau sayangi itu," tekan kanselir.
Tanpa menunggu lebih lama, kanselir bangun hendak meninggalkan ruangan. Dirinya kembali melihat lukisan Yue Hua sebelum akhirnya keluar, meninggalkan kediaman dengan Yuan Feng dan Kasim Chen menemani Cheng Yuan setelahnya.
"Yuan Feng, apa kau diam-diam mengirim bawahanmu melindungi Yue Hua?"
"Tidak, kenapa?"
"Lantas siapa yang membantunya ...? Yuan Feng! Cari tahu keberadaan Yue Hua sekarang, aku merasa ada yang tidak beres."
KAMU SEDANG MEMBACA
Alohomora : The Three Realms (End)
Fantasi(Sequel Alohomora : The Secret) Kematian merenggut, kehidupan abadi berumur ribuan bahkan sampai ratusan ribu menanti. Namun, kehidupan lalu bagaikan percikan api yang siap berkobar. Kehidupan kacau, keseimbangan pun diuji hingga mendatangkan ujian...