"Yang Mulia tiba!!!"
Semua menteri yang sudah berkumpul sontak menunduk, sama halnya dengan Yue Hua yang telah berdiri di tengah aula. Tampak kanselir melirik, mengangkat wajahnya begitu raja memerintahkan. Mengalihkan pandangan pada raja yang melihat Yue Hua.
"Sebelum sidang dimulai, diriku ingin menegaskan bahwa penilaian akan berdasarkan bukti bukan asumsi ataupun tuduhan saja. Aku harap, kalian membuat keputusan dengan tepat," tegas raja.
"Huangdi bijaksana!" sahut semua menteri.
Tn. Yan melangkah maju setelah mendapat anggukan raja, berdampingan dengan Yue Hua yang terlihat tegang. Namun, rasa tegang itu sirna setelah melihat wajah ayahnya yang tersenyum, mengejapkan mata dengan anggukan sekali. Sementara Paman Ming, menunggu tepat di luar aula, memandang dengan perasaan was-was.
"Huangdi! Aku sebagai orang yang bertanggung jawab penuh atas penyelidikan memastikan tidak menemukan bukti apa pun yang merujuk pada Yue Hua, orang yang dituduh menyakiti Huangtaihou."
"Tn. Yan, apa kau yakin menyelidiki semuanya secara menyeluruh?" tanya kanselir.
"Maksudmu, aku menyembunyikan kenyataan?" tanya balik Tn. Yan.
"Semua orang tahu pejabat seperti apa Tn. Yan, jujur dan lurus. Karena itu, pada saat kasus ini ditangani Tn. Yan, tidak ada yang berani menentang dan percaya akan diselesaikan dengan seadilnya."
"Kanselir tidak perlu bertele-tele, bukankah ingin mengatakan bahwa aku tidak adil karena Yue Hua adalah putriku?"
"Tentu bukan itu maksudku. Siapa yang tidak tahu betapa adilnya Tn. Yan? Tentu tidak ada, salah berarti salah dan benar berarti benar. Bukankah begitu semuanya?"
Bisik-bisik terdengar, para menteri mengangguk-angguk membenarkan perkataan kanselir sebelum akhirnya diam kembali.
"Kejahatan kali ini melibatkan pembunuhan anggota keluarga kerajaan, ditambah lagi dengan menggunakan ilmu sihir. Jika pelaku tertangkap maka Tn. Yan sendiri tahu hukumannya. Bukankah begitu, Tn. Yan?" tekan kanselir.
"Karena itu, aku meragukan penyelidikan kali ini," tambah kanselir.
Para menteri lagi-lagi mengangguk-anggukkan kepala, merasa benar akan perkataan kanselir yang terdengar sangat masuk akal. Pasalnya, hukuman yang didapat bagi mereka yang membunuh anggota kerajaan adalah pembantaian seluruh klan keluarga. Baik dari pihak suami atau pula istri.
"Aku sudah menyelidiki semua orang dalam kediaman tan hua dengan disaksikan sendiri oleh Kasim Wang. Bahkan, sudah melaporkan kepada Huangdi secara menyeluruh tanpa menutup-nutupi sedikit pun."
"Benarkah ...? Lalu, biarkan buktiku hadir kemari."
"Kanselir, maksudmu ... kau memiliki bukti hidup?" tanya Tn. Yan.
Kanselir tersenyum, senyum yang tentunya tidak baik bagi Yue Hua. Sontak, Yue Hua memandang ayahnya yang bahkan terkesiap dengan pernyataan kanselir. Memandang ke arah raja yang terdiam.
"Bawa dia masuk!" teriak kanselir.
Bisik-bisik kembali terdengar, kali ini lebih keras. Paman Ming yang berada di luar sontak membulatkan matanya, tercengang dengan kedua rahang mengeras, tak bereaksi selain hanya memandang arah gerak sosok yang dibawa oleh kedua pengawal.
Dia? Bagaimana bisa?
Bayang-bayang menghampiri mulai masuk, melangkahkan kaki. Tampak sosok berpakaian wanita yang membuat para menteri bertanya-tanya. Namun, tidak dengan Yue Hua yang justru terbelalak, mematung bersamaan dengan Tn. Yan yang seketika memandang putrinya.
"Hamba, memberi hormat pada Huangdi," hormatnya.
"Ini ...?"
"Huangdi, inilah saksi dan bukti hidup yang akan menjadi keadilan bagi kematian Huangtaihou juga kerajaan ini," ujar kanselir yakin.
"Katakan, siapa dirimu?"
"Hamba ... hamba adalah dayang di kediaman tan hua, mengurus Yan Guniang," jawabnya.
"Yue Hua, apa benar perkataannya?" tanya raja lagi.
Yue Hua terdiam, mata dipenuhi kaca-kaca yang siap meluncur keluar. Kedua tangan terkepal erat, gemetar. Bahkan, mulutnya tak lagi mendengarkan perintah otaknya. Sesaat, hanya sesaat dirinya tak bisa menerima situasi apa pun, buyar dengan pandangan kosong hingga kaca-kaca bening berhasil meluncur.
Dengan napas berat, Yue Hua berusaha kembali ke kesadarannya. Memejamkan mata sesaat, sontak pandangan buyar hilang, suara sekitar kembali. Menguatkan dirinya untuk melihat ke arah raja.
"Benar ... dia adalah dayang pribadiku ... WanWan."
Raja memandang Tn. Yan, tampak berpikir tindakan apa yang harus dilakukan. Namun, kanselir terus saja berkoar, memancing menteri lainnya seolah memaksa raja untuk mendengarkan kesaksian WanWan. Situasi yang membuat raja mendesah, memijat pelan keningnya.
"Katakan!"
"Kanselir!"
"Huangdi, ini adalah persidangan." Tn. Yan mengingatkan, mengangguk sekali pada raja.
"Tunggu apa lagi! Katakan yang kau ketahui!" teriak kanselir.
Terperanjat, sontak WanWan melihat kanselir. Lalu melihat ke arah Yue Hua yang tertunduk. Saat itu pula, WanWan bersujud, menghela napas dengan mata memandang lurus ke depan, dirinya mengeluarkan sesuatu dari balik pakaiannya, meletakkan benda yang tampak seperti anyaman jerami berbentuk orang-orangan lengkap dengan jarum di lantai. Sontak, membuat suasana ramai aula kembali.
"Ini?"
"Akulah, orang yang mengutuk Huangtaihou. Menanam boneka dengan nama pada kediaman huangtaihou dan menyiksa melalui boneka ini ... hingga tewas." Mata lurus menatap boneka di hadapannya.
"Setelahnya, kau akan mengatakan bahwa Yue Hua yang memerintahkanmu. Ini, sungguh cara yang mudah ditebak! Kau pikir siapa dirimu berani berbohong di sini!" teriak raja.
"Hamba tidak berani berbohong! Hamba hanya mengatakan semuanya!"
"Lancang! Pengawal!" teriak raja.
"Huangdi! Huangdi! Hamba tidak ada hubungan sama sekali dengan kediaman huangtaihou ataupun Kanselir. Hamba hanya seorang dayang yang dipilih dari kediaman huanghou. Bagaimana bisa bekerja sama dengan mereka?" ujar WanWan yang memohon dan menangis.
"Lalu kenapa melakukan ini?" tanya Yue Hua, lirih.
"Sebagai dayang, sebagai bagian dari kerajaan. Tentu aku harus mengatakan yang sejujurnya," jawab WanWan.
"Huangdi, hamba sangat berterima kasih telah diterima dalam kerajaan ini. Hamba tidak akan berani berbohong!" teriak WanWan.
"Hidupmu akan aman, katakan siapa yang menyuruhmu mengatakan ini semua. Katakan!"
"Yan Guniang! Jawabanku akan tetap sama berapa kali pun ditanya."
"Huangdi! Apa demi menutupi orang terpercayamu, Huangdi akan menutupi kebenaran ini?!" teriak kanselir.
"Huangdi! Biarkan aku menyelidiki kasus ini lagi," sela Tn. Yan.
"Apalagi yang perlu dicari! Semua sudah jelas. Putrimu memiliki dendam pada Huangtaihou, meminta cenayang untuk mengutuk mati melalui dayang pribadinya. Bukankah semua akan jelas jika kita menemukan boneka satunya di kediaman huangtaihou!"
Para menteri membenarkan perkataan kanselir, meminta raja mengirim pengawal ke kediaman ibu suri. Menekan raja untuk bersikap adil. Bahkan, Tn. Yan tak mampu mengatakan apa-apa lagi, mengangguk lemah pada raja yang menahan amarah.
"Pengawal! Cari sisa boneka yang dayang ini katakan!" teriak raja, menghela napas kemudian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alohomora : The Three Realms (End)
Fantasia(Sequel Alohomora : The Secret) Kematian merenggut, kehidupan abadi berumur ribuan bahkan sampai ratusan ribu menanti. Namun, kehidupan lalu bagaikan percikan api yang siap berkobar. Kehidupan kacau, keseimbangan pun diuji hingga mendatangkan ujian...